Tampilkan di aplikasi

Buku Selaras Media hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Pengelolaan Lahan Kering Untuk Pertanian Berkelanjutan

1 Pembaca
Rp 120.000 25%
Rp 90.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 270.000 13%
Rp 78.000 /orang
Rp 234.000

5 Pembaca
Rp 450.000 20%
Rp 72.000 /orang
Rp 360.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Pertanian lahan kering mencerminkan teknik-teknik pertanian yang dikembangkan untuk menanam tanaman tanpa menggunakan sistem irigasi atau tadah-hujan. Konsep ini secara khusus mengacu pada produksi tanaman selama musim kemarau, memanfaatkan sisa kelembaban tanah dari musim hujan sebelumnya. Pertanian lahan kering juga mencerminkan seperangkat strategi pertanian yang sangat mengurangi kebutuhan untuk menggunakan air irigasi. Petani lahan kering menangkap sisa kelembaban di tanah setelah musim hujan dengan menempatkan "mulsa" pelindung di pemukaan tanah untuk menutup kelembaban dan mencegah penguapan.

Pertanian lahan kering mencakup beragam teknik pertanian khusus untuk budidaya tanaman non-irigasiPertanian lahan kering ditandai dengan pemanfatan air pada musim hujan dimana air mengisi tanah dan hampir semua kelembaban diterima tanaman sampai sebelum panen. Mereka juga terkait dengan kondisi kering, daerah rawan kekeringan dan daerah yang memiliki sumberdaya air yang langka.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Soemarno

Penerbit: Selaras Media
ISBN: 9786236980033
Terbit: Juni 2021 , 370 Halaman

BUKU SERUPA













Ikhtisar

Pertanian lahan kering mencerminkan teknik-teknik pertanian yang dikembangkan untuk menanam tanaman tanpa menggunakan sistem irigasi atau tadah-hujan. Konsep ini secara khusus mengacu pada produksi tanaman selama musim kemarau, memanfaatkan sisa kelembaban tanah dari musim hujan sebelumnya. Pertanian lahan kering juga mencerminkan seperangkat strategi pertanian yang sangat mengurangi kebutuhan untuk menggunakan air irigasi. Petani lahan kering menangkap sisa kelembaban di tanah setelah musim hujan dengan menempatkan "mulsa" pelindung di pemukaan tanah untuk menutup kelembaban dan mencegah penguapan.

Pertanian lahan kering mencakup beragam teknik pertanian khusus untuk budidaya tanaman non-irigasiPertanian lahan kering ditandai dengan pemanfatan air pada musim hujan dimana air mengisi tanah dan hampir semua kelembaban diterima tanaman sampai sebelum panen. Mereka juga terkait dengan kondisi kering, daerah rawan kekeringan dan daerah yang memiliki sumberdaya air yang langka.

Pendahuluan / Prolog

Pendahuluan
Pertanian kering mencerminkan teknik-teknik pertanian yang dikembangkan untuk menanam tanaman tanpa menggunakan sistem irigasi atau tadah-hujan. Konsepsi ini secara khusus mengacu pada produksi tanaman selama musim kemarau, memanfaatkan sisa kelembaban tanah dari musim hujan sebelumnya.

Pertanian kering juga mencerminkan seperangkat strategi pertanian yang sangat mengurangi kebutuhan untuk menggunakan air irigasi. Petani lahan kering menangkap sisa kelembaban di tanah setelah musim hujan dengan menempatkan "mulsaā€¯ pelindung di pemukaan tanah untuk menutup kelembaban dan mencegah penguapan.

Pertanian lahan kering mencakup beragam teknik pertanian khusus untuk budidaya tanaman non-irigasi. Pertanian kering dikaitkan dengan lahan kering, daerah yang ditandai dengan musim hujan (yang mengisi tanah, dan hampir semua kelembaban diterima tanaman sebelum panen) diikuti oleh musim kemarau. Mereka juga terkait dengan kondisi kering, daerah rawan kekeringan dan daerah yang memiliki sumberdaya air yang langka.

Pertanian lahan kering juga sering dimaknai sebagai produksi tanaman di daerah dengan curah hujan tahunan kurang dari 500 mm, tetapi pemaknaan ini menghilangkan komponen penting dari neraca air, yaitu potensi penguapan (Squires & Tow, 1991). Secara operasional, pertanian lahan kering dipraktikkan dimana potensi penguapan air tahunan melebihi curah hujan tahunan.

Biasanya defisit antara curah hujan dan potensi penguapan cukup besar dan berada pada puncaknya di tengah musim tanam selama musim kemarau. Dengan meningkatnya defisit air (yaitu, perbedaan antara curah hujan tahunan dan potensi penguapan menjadi lebih negatif), kesulitan menghasilkan tanaman meningkat secara proporsional.

Area pertanian lahan kering di seluruh dunia ditandai oleh defisit antara curah hujan dan potensial penguapan, tetapi berbeda dalam ukuran defisit dan waktu terjadinya dalam setahun. Misalnya kalau defisitnya sangat besar di musim kemarau maka tidak ada produksi tanaman lahan kering.

Produktivitas pertanian lahan kering secara keseluruhan berbanding terbalik dengan besarnya defisit antara curah hujan tahunan dan potensial penguapan tahunan. Defisit yang besar menunjukkan lebih banyak cekaman air pada tanaman dan h asil panen yang lebih rendah.

Penulis

Soemarno - Prof. Dr. Ir. Soemarno, MS. Soemarno lahir di Madiun, 17 Agustus 1955. Memperoleh gelar Sarjana (S1) bidang Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, pada tahun 1980. Pada tahun 1986 mengikuti pendidikan Magister Science (S2) di Institut Pertanian Bogor bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan mendapatkan gelar MS. Memperoleh gelar Doktor (S3) di perguruan tinggi yang sama bidang ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam pada tahun 1991.

Daftar Isi

Cover Depan
Pengantar Pakar
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel
Bab 1: Pendahuluan
Bab 2: Sistem Pertanian Lahan Kering
     2.1. Pertanian Lahan Kering
     2.2. Kekeringan dan Efisiensi Air
     2.3. Pengelolaan Pertanian Lahan Kering
     2.4. Pengelolaan Pertanaman
     2.5. Pengelolaan Tanah dan Lahan
     2.6. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
     2.7. Arus Utama dalam Gerakan
          2.7.1. Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
          2.7.2. Pertanian Input Rendah.
          2.7.3. Agroekologi.
          2.7.4. Pertanian Organik (PO)
Bab 3: Pengelolaah Tanah Untuk Lahan Kering
     3.1. Pertanian Lahan Kering
     3.2. Karakteristik Tanah di Lahan Kering
     3.3. Pengelolaan Tanah untuk Pertanian Lahan Kering
          3.3.1. Pengelolaan Kesehatan Tanah dan Produktivitas Tanaman
          3.3.2. Meminimalkan Gangguan pada Tanah (TOT) dan Hasil Tanaman
          3.3.3. Tanaman Penutup Tanah (TPT) dan Produksi Tanaman.
          3.3.4. Ketahanan, Stabilitas Hasil, dan Pengurangan Input Produksi.
Bab 4: Pengelolaan Bahan Organik Tanah (BOT)
     4.1. Bahan Organik Tanah
     4.2. Proses Dekomposisi Bahan Organik.
     4.3. Substansi non-humik: Signifikansi dan Fungsinya.
     4.4. Substansi Humik dan Fungsinya.
     4.5. Humus Terdiri dari Berbagai Substansi Humat.
     4.6. Faktor Alami Yang Mempengaruhi Kandungan BOT.
          4.6.1. Suhu Udara dan Suhu Tanah.
          4.6.2. Kelembaban (Kelengasan) Tanah dan Kejenuhan Air.
          4.6.3. Tekstur tanah
          4.6.4. Topografi.
          4.6.5. Salinitas dan Kemasaman Tanah
          4.6.6. Vegetasi dan Produksi Biomassa.
     4.7. Praktek Pertanian Yang Mempengaruhi Jumlah Bahan Organik.
     4.8. Praktek Pertanian Yang Mengurangi Bahan Organik Tanah.
     4.9. Praktek Pertanian Yang Meningkatkan BOT.
     4.10. Pengelolaan Seresah Residu tanaman.
     4.11. Aplikasi Kotoran Hewan atau Limbah Organik.
     4.12. Aplikasi Kompos.
     4.13. Mulsa atau Penutup Tanah Permanen.
Bab 5: Pertanian Konservasi
     5.1. Pendahuluan
     5.2. Melestarikan Sumberdaya di atas dan di bawah Tanah
     5.3. Prinsip-prinsip Pertanian Konservasi
     5.4. Keuntungan dari Pertanian Konservasi
     5.5. Memperbaiki Kualitas Tanah
          5.5.1. Tanpa Olah-Tanah (TOT) Berbasis Seresah Residu Tanaman
     5.6. Melaksanakan Pertanian Konservasi
     5.7. Beberapa Pengaruh Pertanian Konservasi
          5.7.1. Efek Olah Tanah pada Karakteristik Tanah
          5.7.2. Efek Olah Tanah pada Pertumbuhan Tanaman
          5.7.3. Efek TOT pada Beberapa Indikator Kesehatan Tanah Lainnya.
          5.7.4. Efek TOT pada Erosi dan Limpasan Permukaan
          5.7.5. Efek TOT pada Hidrologi Daerah Tangkapan Air
          5.7.6. Efek Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) pada Ekonomi Pertanian.
     5.8. Manfaat Aplikasi Sistem TOT Berbasis Seresah di Wilayah Pertanian di Brasil.
          5.8.1. Hasil-hasil Penelitian Sistem TOT Berbasis Seresah
          5.8.2. Kendala Konservasi Pertanian dan Beberapa Pendekatan untuk Mengatasinya
          5.8.3. Efisiensi Penggunaan Air Oleh Tanaman Jagung.
          5.8.4. Peningkatan Efisiendsi Penggunaan Air (WUE)Perbaikan Genotipe melalui Pemuliaan Tanaman:Penggunaan ciri sekunder adaptif kekeringan dalam pemuliaan jagung.
Bab 6: Teknologi Mulsa Untuk Menghemat Air Tanah
     6.1. Kapasitas Air Tersedia (KAT)
          6.1.1. Kapasitas Lapang (KL)
          6.1.2. Titik Layu Permanen (TLP)
     6.2. Karakteristik Tanah yang Mempengaruhi KAT
          6.2.1. Tekstur Tanah
          6.2.2. Struktur Tanah
          6.2.3. Kandungan Fraksi Liat
          6.2.4. Kandungan Bahan Organik
          6.2.5. Bobot Isi Tanah
          6.2.6. Fragmen Batu
          6.2.7. Keberadaan Lapisan Kedap Air Dalam Profil Tanah
          6.2.8 Evapotranspirasi
          6.2.9. KAT Efektif
     6.3. Pengelolaan Tanah untuk KAT
     6.4. Mulsa untuk Air tanah Tersedia
Daftar Pustaka
Glosarium
Indeks
Biodata Penulis
Cover Belakang