Selamat Hari Perkebunan
Indonesia masa lalu melekat dengan kejayaan perkebunan. Produk perkebunan Indonesia khususnya tebu, tembakau, karet, kopi, kelapa, kelapa sawit, dan rempah-rempah terkenal di dunia. Lembaga Riset Perkebunan terkenal dibangun oleh pemerintah kolonial menunjang prestasi usaha perkebunan menghasilkan produk berkualitas dengan produktivitas tinggi.
Lembaga riset perkebunan dan pertanian adalah yang terbaik pada saatnya, dan kini telah diambilalih dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia. Perkebunan masa kolonial menyandang nama besar dan untung besar berdampingan dengan kepiluan para petani kecil dan buruh perkebunan kita, karena mereka tetap miskin dan hidup dalam tekanan.
Dalam catatan Begawan Perkebunan, Soedjai Kartasasmita, berbagai paksaan yang dilakukan oleh VOC untuk mendorong pengembangan industri gula dan rempah-rempah telah menimbulkan banyak konflik di daerah-daerah operasinya. Sistem kerja paksa yang diberi nama Cultuurstelsel telah sangat merugikan secara moral, ekonomi dan sosial.
Hari Perkebunan, yang menjadi topik Tabloid Sinar Tani kali ini mengingatkan kembali peran perkebunan dalam pembangunan pertanian dan ekonomi Indonesia. Kondisinya sekarang sudah berbeda, tetapi masih banyak yang harus dilakukan, terutama menghadapi tantangan ekonomi ke depan dan climate change yang mengancam. Bagaimana menjadikan kegiatan ekonomi yang renewable ini berperan maksimal dalam memberikan manfaat terbesar bagi pelaku maupun ekonomi nasional.
Isu lain yang diangkat pada edisi Tabloid Sinar Tani kali ini adalah rempah-rempah. Pusat perhatian dunia tentang rempah sekarang tidak hanya Indonesia karena Vietnam, India, Cina dan negara-negara lain juga telah menjadi pemain penting. Sementara Indonesia mulai melangkah ke pengolahan walaupun masih berperan besar sebagai pemasok bahan baku, dibayangi ancaman kondisi tanaman yang semakin tua yang produktivitasnya semakin menurun.
Yang tidak disadari adalah sesungguhnya industri pengolahan rempah seperti jamu terus berkembang. Buktinya, orang paling kaya antara lain adalah pengusaha pabrik jamu, dan embak-embak penjual jamu gendong masih tetap menggendong, bahkan para penggendong ini semakin sejahtera dan berhasil membuat rumah baru di kampungnya.
Demikian juga upaya pemerintah untuk mendukungnya tidak kurang. Kementerian Pertanian mempunyai Pusat Penelitian Tanaman Obat yang besar, didukung para peneliti berkaliber pendidikan S1, S2 dan S3. Kementerian Kesehatan membawahi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional yang singkatannya tidak singkat: B2P2TOOT, sebagai lembaga IPTEK untuk upaya pelestarian, pembudidayaan dan pengembangan tanaman obat dan obat tradisional.
Sekarang, seperti dikatakan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) Dwi Rani Pertiwi bahan baku jamu masih mengandalkan impor dari China. Nasib tanaman obat, bahan baku jamu tak berbeda dengan saudaranya, kedelai atau cengkeh, pada pabrik tahu dan pabrik rokok, yang tergantung pada pasokan impor.
BPS mencatat, pada tahun 2019 lahan tanaman obat di Indonesia adalah 27.539 hektare dengan total produksi 640.727 ton didominasi oleh jahe. Pada tahun tersebut produksi tanaman jahe adalah sebesar 216.587 ton, dengan volume ekspor sebesar 23.551,9 ton senilai 13,53 juta dollar. Tetapi dengan nilai ekspor yang tinggi tersebut, luas panennya malahan mengalami penurunan sebesar 18,37% dan produksinya turun 36,36%.
Selamat Hari Perkebunan, semoga perkebunan semakin berjaya.