Genjot Produksi Beras di Tahun Politik
Keputusan pemerintah mengimpor beras tahun ini sempat menimbulkan polemik. Kalau menghitung produksi yang diprediksi mencapai 31,5 juta ton memang masih ada surplus 1,3 juta ton, sehingga diperkirakan masih mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Namun di sisi lain, meski surplus tapi jumlah tersebut sangat tipis. Apalagi jika melihat tren produksi padi dari bulan ke bulan. Terlihat dari kecenderungan harga beras yang terus bergerak naik. Bahkan di beberapa daerah sempat terjadi konflik karena rebutan gabah antar pelaku industri penggilingan padi (gabah).
Jika melihat prediksi produksi padi tahun ini, hasil perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, luas panen padi pada periode Januari-September mencapai 8,66 juta hektar (ha) dengan produksi sebanyak 45,33 juta ton gabah kering giling (GKG) atau sekitar 26,3 juta ton beras. Sedangkan periode Oktober-Desember hanya 1,54 juta ha dengan produksi 8,30 juta ton GKG atau sekitar 5 juta ton beras.
Dari data tersebut kita bisa membaca bahwa menjelang akhir tahun, kondisi panen kian menipis, sehingga memicu gejolak harga beras. Tak ingin bermain-main dengan bahan pangan pokok tersebut, apalagi memasuki tahun politik 2024, pemerintah pun akhirnya memutuskan impor beras untuk memperkuat cadangan beras pemerintah (CBP). Sebagai operator pemerintah, Perum Bulog mendapat mandat penugasan, bahkan pada Oktober ada tambahan kuota impor beras sebanyak 1,5 juta ton.
Stok beras Bulog tahun ini juga terbilang minim, karena seretnya pengadaan dalam negeri karena harga gabah di petani jauh di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP). CBP yang ada ditangan Bulog tahun ini juga banyak keluar untuk operasi pasar atau program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di seluruh Indonesia dengan jumlah total sebanyak 818 ribu ton. Saat ini juga sedang disalurkan Beras Bantuan Pangan untuk bulan September Oktober dan November dengan total sebanyak 641 ribu ton kepada masyarakat kurang mampu di seluruh Indonesia.
Berbekal kondisi yang terjadi tahun ini, pemerintah sepertinya tak ingin kecolongan masalah pangan mencuat di tahun politik. Pasca mendapat amanah menjadi Plt. Menteri Pertanian, Arief Prasetyo Adi langsung memasang target produksi beras sebanyak 35 juta ton beras. Penetapan target produksi tersebut bukan tanpa alasan.
Arief yang saat ini masih menjabat sebagai Kepala Badan Pangan Nasional menilai, jika produksi beras nasional hanya 31,5 juta ton, maka surplus beras masih sedikit hanya 1,3 juta ton. Karena itu, ia meminta agar produksi beras harus ditingkatkan menjadi 35 juta ton agar surplusnya berlimpah. Nantinya kelebihan produksi tersebut akan diserap Perum Bulog.
Menaikkan angka produksi beras dari 31,5 juta ton menjadi 35 juta ton atau naik 3,5 juta ton beras pada tahun 2024 mendatang memang bukan persoalan mudah, seperti membalikkan telapak tangan. Apalagi tantangan perubahan iklim yang cukup berat tahun ini. Belum lagi hambatan lain, seperti banyaknya jaringan irigasi yang rusak, masifnya konversi lahan dan adanya pelandaian produktIvitas tanaman padi.
Banyak yang harus dibenahi. Pekerjaan Rumah (PR) yang harus dikerjakan Menteri Pertanian juga banyak. Karena itu, berbagai langkah kini dipersiapkan, termasuk mencanangkan Gerakan Nasional (Gernas) El Nino di 10 provinsi yakni, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Lampung.
Masalah pupuk menjelang musim tanam (MT) padi pertama tahun 2023/2024 juga bakal diselesaikan hingga tuntas. Karena itu, Arief ingin memastikan stok pupuk subsidi benar-benar ada di kios sarana produksi. Selain masalah pupuk, kelancaran irigasi pertanian dan memastikan seluruh lahan sawah mendapat pasokan air menjadi sorotan.
PR lainnya adalah penyuluh pertanian. Selama ini aparat pemerintah yang paling dekat dengan petani ibarat terlupakan. Tugas memberikan penyuluhan kepada petani nampaknya mulai terkesampingkan karena lebih banyak mengurusi tugas administrasi pemerintah daerah sebagai dampak otonomi daerah. Masih banyak PR-PR lain yang harus Kementerian Pertanian untuk bisa mendongkrak produksi beras sebanyak 35 juta ton. PR yang tak mudah tanpa adanya sinergi semua pihak.