Tampilkan di aplikasi

Buku UGM Press hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Membaca Tamansiswa dari Dekat

Budaya Organisasi di Tamansiswa

1 Pembaca
Rp 66.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 198.000 13%
Rp 57.200 /orang
Rp 171.600

5 Pembaca
Rp 330.000 20%
Rp 52.800 /orang
Rp 264.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Menjadi sebuah tekad MLPTS (Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa), organisasi pelopor pendidikan nasional, untuk menciptakan pengikutnya tertib dan damai. Tertib untuk bisa mendidik diri sendiri dan damai dicapai saat keselamatan dan kebahagiaan hadir dalam jiwa. Keyakinan untuk menjaga dan merawat kebudayaannya dengan terus membuka diri terhadap pengetahuan-pengetahuan baru membawa MLPTS ke masa kejayaan, modern, dan sangat melampaui zamannya. Keyakinan tersebut kemudian dikenal sebagai konsep Trikon (Konsentris, Kontinu, dan Konvergen). Sejak 1922, organisasi ini hadir dengan ideologi, membawa banyak inspirasi, kebijaksanaan, dan energi positif untuk Indonesia. Namun, bagaimana dengan sekarang? Bagaimana dengan bentuk karakter organisasinya? Buku Membaca Tamansiswa dari Dekat (Budaya Organisasi di Tamansiswa) dengan segala kesederhanaan dan keterbatasannya akan menceritakan perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Ria Putri Palupijati

Penerbit: UGM Press
ISBN: 9786233590891
Terbit: April 2023 , 162 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Menjadi sebuah tekad MLPTS (Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa), organisasi pelopor pendidikan nasional, untuk menciptakan pengikutnya tertib dan damai. Tertib untuk bisa mendidik diri sendiri dan damai dicapai saat keselamatan dan kebahagiaan hadir dalam jiwa. Keyakinan untuk menjaga dan merawat kebudayaannya dengan terus membuka diri terhadap pengetahuan-pengetahuan baru membawa MLPTS ke masa kejayaan, modern, dan sangat melampaui zamannya. Keyakinan tersebut kemudian dikenal sebagai konsep Trikon (Konsentris, Kontinu, dan Konvergen). Sejak 1922, organisasi ini hadir dengan ideologi, membawa banyak inspirasi, kebijaksanaan, dan energi positif untuk Indonesia. Namun, bagaimana dengan sekarang? Bagaimana dengan bentuk karakter organisasinya? Buku Membaca Tamansiswa dari Dekat (Budaya Organisasi di Tamansiswa) dengan segala kesederhanaan dan keterbatasannya akan menceritakan perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya.

Pendahuluan / Prolog

Prakata
Salam dan bahagia….

Ada apa dengan 2 Mei sehingga pada hari tersebut rakyat Indonesia merayakannya dengan sebutan Hari Pendidikan Nasional? Jawaban sederhana yang muncul di ingatan setiap orang pasti tak lepas dari kelahiran sosok Ki Hadjar Dewantara yang kemudian kita kenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional.

Catatan perjuangannya di bidang pendidikan tidak hanya dijalankan secara individual, melainkan kolektif yang kemudian dinamakan Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa (MLPTS). MLPTS mampu memberikan inspirasi mengenai landasan dasar pendidikan nasional. Sebut saja pada lambang Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, yaitu tut wuri handayani-salah satu semboyan di Tamansiswa yang kemudian diakui menjadi semboyan nasional.

Lantas, apakah hanya karena semboyannya diakui secara nasional kemudian kelahiran tokoh utamanya dijadikan sebagai momentum Hari Pendidikan Nasional? Tamansiswa bukanlah sekadar semboyan tut wuri handayani-terdapat gerakan modernisasi pendidikan yang diperjuangkan secara kolektif oleh para anggotanya. Gerakan modernisasi pendidikan di Tamansiswa yang mencakup feminisme, kesetaraan, antikolonialisme, dan nasionalisme diaktualisasikan oleh MLPTS.

MLPTS ini kemudian menjadi roda penggerak internalisasi nilai dan keyakinan di Tamansiswa. Nilai dan keyakinan tersebut begitu dijiwai oleh para anggotanya. Tidak sedikit dari anggota Tamansiswa memegang peran penting di berbagai bidang. Tokoh-tokoh pendidikan, budaya, dan politik dalam kurun waktu 1922 hingga Orde Baru banyak dilahirkan dan diisi oleh anggota Tamansiswa. Lalu, bagaimana dengan Tamansiswa pascareformasi? Apakah posisi MLPTS sebagai konseptor besar pendidikan nasional masih diperhitungkan? Keresahan batin penulis bermula ketika diberi tugas oleh Dinas Kebudayaan Provinsi DIY sebagai Duta Museum Dewantara Kirti Griya Tamansiswa (MDKG) 2017–2019. MDKG adalah bekas rumah tinggal Ki Hadjar Dewantara yang di dalamnya terdapat barang peninggalan yang menyertai proses perjuangannya, baik di bidang pendidikan, kebudayaan, sosial, pers, maupun politik. Museum kecil tersebut dilengkapi dengan perpustakaan yang mempunyai sumber inspirasi untuk mencari akar dan arah tujuan pendidikan yang telah dipikirkan oleh para pendiri bangsa.

Sudut menarik yang berhasil ditangkap penulis ialah pendirian Tamansiswa dengan pemikiran inklusif dan praktik pendidikan di sudut ruang kelasnya dapat menjadi inspirasi mengenai pendidikan kebangsaan. Keterbukaan ide-ide dari luar, seperti pemikiran Montessori, Froebel, dan Rabindranath Tagore yang datang sebagai reformis pendidikan saat itu, berhasil dikolaborasikan oleh Ki Hadjar Dewantara dan anggotanya di MLPTS dengan tetap berpegang teguh pada akar budaya bangsanya. Pada saat yang sama, sembari menikmati sudut romantika yang dipamerkan di museum, ada sudut keprihatinan yang penulis rasakan.

Jika di berbagai narasi Tamansiswa selalu diagungkan dengan konsep besarnya, lalu saat ini ke mana kita dapat melihat praktik baik pendidikan di lingkungan MLPTS? Apa peran MLPTS dalam menjawab dinamika zaman yang cepat sekali berubah? Kebaruan apa yang dilakukan MLPTS selama ini untuk menjawab tantangan zaman? Konsep besar apa yang ditawarkan MLPTS untuk menyelesaikan masalah pendidikan yang semakin kompleks? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak bisa saya temukan jawabannya pada sebuah organisasi besar yang awal pendiriannya menjadi pelopor pendidikan nasional. Di usianya yang akan mencapai 100 tahun pada 2022, impian kita bersama ialah organisasi pelopor pendidikan nasional ini sukses mempertahankan nilai-nilai intinya dalam setiap perubahan zaman. Oleh karena itu, saya berusaha memberikan titik kesadaran bagi Indonesia secara umum dan MLPTS secara khusus untuk merawat dan terus suburkanlah “keluhuran” nilai-nilai Tamansiswa dengan cara menjalankan roda organisasi sesuai irama zamannya. Usaha tersebut saya lakukan dengan menulis buku berjudul Membaca Tamansiswa dari Dekat (Budaya Organisasi di Tamansiswa). Ada alasan mengapa saya memberikan judul tersebut. Pertama, tulisan ini merupakan wujud pembacaan sederhana penulis selama berdinamika di MDKG. Kedua, tulisan ini sebagai bahan bacaan yang dapat digunakan untuk mengingatkan kembali peran besar Tamansiswa. Ketiga, pembacaan terkait peran Tamansiswa tersebut diharapkan akan merefleksikan peran yang semestinya dijalankan oleh MLPTS saat ini.

Proses yang menantang bagi penulis untuk memaparkan salah satu sudut penting sejarah pendidikan di Indonesia: MLPTS. Dengan latar belakang keilmuan Manajemen dan Kebijakan Publik (MKP), tuntutan untuk melengkapi kajian dari sudut pandang sejarah, sosial budaya, dan politik menjadi tantangan tersendiri bagi penulis—tentu akan terdapat keterbatasan dalam pembacaan sederhana ini.

Tulisan ini akhirnya selesai berkat orang-orang di sekeliling penulis yang terus menyemangati. Kedua orang tua penulis, Priyanto dan Lilis Palupi, yang tidak lelah untuk terus mendoakan kesuksesan, kebahagiaan lahir batin, dan meyakinkan anaknya mampu mengatasi berbagai tantangan kehidupan. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Republik Indonesia (LPDP RI) yang telah memberikan fasilitas dan kepercayaan kepada penulis untuk menyelesaikan studi master sehingga dapat memanfaatkan keberkahan ilmunya untuk masyarakat. Petra, Purnomo, Franz, Irene, Harald, Ursula, dan orang tua yang ada di Jerman. Dukungan dan ketulusan yang diberikan tidak hanya membuat semangat untuk belajar, tetapi juga semangat untuk meneruskan perjuangan agar bisa bermanfaat dan berdampak bagi orang lain, khususnya di bidang pendidikan.

Dr. Subando Agus Margono, M.Si. selaku dosen pembimbing penulis yang sangat berjasa dengan memberikan gagasan-gagasan solutif dan inovatif untuk kualitas penulisan buku ini. Pada beberapa kesempatan, penulis sempat merasa tidak percaya diri untuk melanjutkan tulisan ini, tetapi pembimbing selalu memberikan dukungan, arahan, dan bimbingannya. Ely Susanto S.I.P., MBA., Ph.D. dan Dr. Bambang Hudayana, M.A. selaku dosen penguji proposal dan ujian tesis. Apresiasi yang diberikan oleh para penguji dari awal proposal hingga ujian menambah semangat penulis untuk memberikan hasil yang terbaik. Dosen dan staf di Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, FISIPOL, UGM, yang selalu memberikan pelayanan terbaiknya untuk para mahasiswa.

Museum dan Perpustakaan Dewantara Kirti Griya Tamansiswa beserta para staf dan relawan museum yang menjadi pusat inspirasi, diskusi, dan refleksi penulis dalam menyusun tulisan ini. Ide penulisan itu berawal dari lingkungan ini. MLPTS yang telah memberikan izin penelitian, seluruh jajaran pimpinan dan anggota MPLTS yang telah bersedia menjadi informan sekaligus menyediakan bahan-bahan kajian yang dapat memperkuat tulisan ini.

Salam, Ria Putri Palupijati

Penulis

Ria Putri Palupijati - Ria Putri Palupijati ialah alumnus SMA N 8 Yogyakarta yang melanjutkan studi di jurusan Kebijakan Pendidikan FIP UNY. Selanjutnya, ia mengambil studi Magister Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL UGM dengan beasiswa LPDP Kementerian Keuangan RI. Pada tahun 2017–2019, ia mendapat tugas dari Dinas Kebudayaan Provinsi DIY menjadi Duta Museum DIY untuk Museum Dewantara Kirti Griya untuk menyebarkan informasi dan pengetahuan tentang museum ke masyarakat. Tanggung jawab untuk mem-branding museum pada era modern ini banyak dibantu oleh beberapa pihak yang telah melakukan kerja sama, antara lain: Wikimedia, DPAD, SEAMS, dan pihak universitas maupun komunitas.

Sebuah kesempatan yang disyukuri oleh penulis karena bisa menyelesaikan tesis dan tetap menjalankan tugasnya sebagai Duta Museum DIY untuk Museum Dewantara Kirti Griya, bekas rumah Ki Hadjar Dewantara. Pada awal tahun 2019, penulis bekerja di bagian Staf Publikasi CSIE (Center for Studies on Inclusive Education) Sekolah Tumbuh. Penulis tetap menekuni bidang pendidikan, khususnya pendidikan inklusi, multikultural, dan pendidikan kekhasan Yogyakarta.

Daftar Isi

Sampul
Prakata
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Bagan
Bab I Tamansiswa Sebagai  Gerakan Modernisasi  Pendidikan Nasional
Bab II Budaya Organisasi Membentuk Karakter Organisasi
     2.1 Konsep Budaya Organisasi
     2.2 Faktor Yang Memengaruhi
          2.2.1 Kepemimpinan
          2.2.2 Kelembagaan
     2.3 Karakter Organisasi
          2.3.1  Karakter Organisasi Lama (Kuno)
          2.3.2  Karakter Organisasi Baru (Modern)
Bab III Memahami Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa  (MLPTS)
     3.1 Desain Dan Struktur MLPTS
     3.2 Program Kerja MLPTS
     3.3. Ritual MLPTS
          3.3.1  Kongres Persatuan Tamansiswa
          3.3.2  Perayaan Hari Besar
          3.3.3  Penyebutan Ki, Nyi, dan Ni
          3.3.4  Salam Pembuka “Salam dan Bahagia”
     3.4 Pendapa Tamansiswa Sebagai Pusat Aktivitas Dan Bangunan Utama Di MLPTS
     3.5 Asas 1922 Sebagai Keyakinan Dan Nilai Yang Dianut
     3.6 Asumsi Dasar Sebagai “Anggota Tamansiswa”
Bab IV Pergulatan Nilai MLPTS di Tengah Perubahan
     4.1 Upaya Menghadapi Adaptasi Eksternal
          4.1.1 Misi dan Strategi MLPTS
          4.1.2 Menuju Masyarakat Tertib Damai Salam Bahagia
          4.1.3 Membaca Indikator Kesuksesan MLPTS
          4.1.4 Koreksi terhadap MLPTS dari Awal Kemerdekaan
               4.1.4.1 Pada Masa Awal Kemerdekaan
               4.1.4.2 Setelah Peristiwa 1965
     4.2 Pengelolaan Integrasi Internal
          4.2.1  Bahasa dan Konsep yang Digunakan di Tamansiswa
          4.2.2  Tamansiswa Hari Ini: Eksklusif atau Inklusif?
          4.2.3  Kuasa dan Status
          4.2.4  Pengelolaan Kekeluargaan (Kedekatan, Persahabatan,
          4.2.5  Imbalan dan Hukuman
          4.2.6  Pancadarma sebagai Ideologi Tamansiswa
Bab V Kepemimpinan Dan Kelembagaan Budaya Organisasi Di Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa (MLPTS)
     5.1 Kepemimpinan Dalam Budaya Organisasi Di Mlpts
          5.1.1  Proses Pemimpin dalam Membentuk Budaya
          5.1.2  Kontribusi Pemimpin dalam Menciptakan dan
          5.1.3  Internalisasi Tut Wuri Handayani di MLPTS
     5.2 Kelembagaan Dalam Budaya Organisasi Di MLPTS
          5.2.1  MLPTS sebagai Lembaga Pelaksana Sistem Nilai
          5.2.2  MLPTS Mencari Identitas: Kemiripan dengan
     5.3 Analisis Trikon Untuk Mempertahankan Budaya Organisasi
     5.4 Analisis Karakter Organisasi MLPTS
Bab VI Penutup
Daftar Pustaka
Indeks
Tentang Penullis