Tampilkan di aplikasi

Menjual emosi dan perasaan

Majalah Warta Ekonomi - Edisi 07/XXIX/2019
6 Agustus 2019

Majalah Warta Ekonomi - Edisi 07/XXIX/2019

Pemain Persebaya melakukan selebrasi usai mencetak gol ke gawang lawan.

Warta Ekonomi
Carut-marut permasalahan persepakbolaan nasional memunculkan kisah tragis yang beragam. Salah satunya soal dualisme manajerial yang menimpa beberapa klub di Indonesia, seperti Persija Jakarta, Arema Malang dan PSMS Medan.

Hal serupa tak terkecuali juga terjadi pada Persebaya Surabaya, yang membuat klub legendaris sejak era perserikatan itu dilarang bermain sejak menolak terdegradasi dan memilih tampil di Liga Primer Indonesia (LPI), pada tahun 2009 lalu.

Sampai pada tahun 2015 manajemen Persebaya di bawah naungan PT Persebaya Indonesia memenangkan gugatan hak paten atas nama dan logo klub, hingga kembali disahkan sebagai Anggota PSSI dan dibolehkan kembali merumput pada Liga 2 musim 2017/2018 lalu.

Sebagai ‘pendatang baru muka lama’, Persebaya seolah ‘terlahir kembali’ dengan manajemen baru di bawah pimpinan Presiden Klub, Azrul Ananda. “Sebagai arek Suroboyo Saya ikut prihatin dan terpanggil untuk ikut membenahi Persebaya.

Ini klub besar, sehingga bila benar-benar dikelola secara professional, saya yakin potensinya akan sangat besar,” ujar putra mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus taipan media, Dahlan Iskan, itu, dalam forum Rapat kerja Daerah (Rakerda) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jawa Timur, bulan lalu.

Tak hanya dikenal sebagai anak pengusaha tajir, Azrul sendiri memang diakui sebagai pebisnis andal di bidang olahraga. Tangan dinginnya terbukti sukses melahirkan Development Basketball League (DBL), kompetisi bola basket amatir terbesar di Indonesia, yang khusus membidik segmen pelajar SMA sebagai target pasarnya.

Mengawalinya pada 2004 dengan nama Deteksi Basketball League yang diselenggarakan di Surabaya, Azrul menggagas sebuah kompetisi sederhana untuk pelajar SMP dan SMA dengan peserta awal sebanyak 96 tim dan capaian penonton di laga final sebanyak 1.000 penonton. Hanya berselang tiga tahun, penyelenggaraan DBL diklaim setara dengan pertandinganpertandingan profesional dan bahkan internasional.
Majalah Warta Ekonomi di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI