Tampilkan di aplikasi

Buku Bitread hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Aneukada

Perempuan, Kopi, dan Syair

1 Pembaca
Rp 58.000 50%
Rp 29.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 87.000 13%
Rp 25.133 /orang
Rp 75.400

5 Pembaca
Rp 145.000 20%
Rp 23.200 /orang
Rp 116.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

63 puisi tentang kegelisahan seorang hamba akan kedisiplinan yang dimiliki negaranya, kesedihan yang dirasakan negeri, kemirisan yang selalu membawa berlayar bangsanya, juga kemunduran adab orang Timur, kemalangan nasib generasi muda di tangan Fir'aun pendidikan, dan kecintaan kepada kopi, serta kehinaan diri di hadapan Tuhan. Membaca kumpulan puisi ini, seolah pembacanya diposisikan berada di kedai kopi sederhana, dan disuguhi konflik VS kenyamanan.[
















































Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Mahabb Adib-Abdillah

Penerbit: Bitread
ISBN: 9786026416780
Terbit: Oktober 2017 , 162 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

63 puisi tentang kegelisahan seorang hamba akan kedisiplinan yang dimiliki negaranya, kesedihan yang dirasakan negeri, kemirisan yang selalu membawa berlayar bangsanya, juga kemunduran adab orang Timur, kemalangan nasib generasi muda di tangan Fir'aun pendidikan, dan kecintaan kepada kopi, serta kehinaan diri di hadapan Tuhan. Membaca kumpulan puisi ini, seolah pembacanya diposisikan berada di kedai kopi sederhana, dan disuguhi konflik VS kenyamanan.[
















































Pendahuluan / Prolog

Puisi-Puisi “Mahabb Adib-Abdillah”
Aku berpuisi karena butuh nutrisi. Ingin menjadi orang bijaksana aku harus menghaluskan bahasaku. Mau rasa di hatiku selalu berbunga warna-warni maka aku musti mencicipi semua jenis sakit, sial, sedih, pedih, perih, dan kecewa. Pun jika aku harapkan dunia kembali mencintai nasibku, tahulah aku harus apa? Ya, diriku musti jadi pria penuh cinta. Nutrisi untukku adalah matahari hidupku.

Aku berpuisi karena aku masih hidup. Bertempat tinggal di bumi. Sebidang tanah air yang dunia sebutkan ini cuplikan secuil saja tidak: syurga. Aku nikmati jutaan keindahan, tapi harus dengan syair baru bisa kurasakan.

Lantas, aku terus berpuisi. Semoga kehidupan nan istimewa bersama bangsaku ini, bukan sekadar dongeng atau cerita fiksi novelis-novelis kesayanganku. Dunia ini hanya sebatas puisi, sebagai tempat untuk menangis air hati, bermalangria, akrabi penderitaan, dan nelangsai kelahiran di mayapada tiada tersaji indah. Bahwasanya hidup dan bahagia sesungguhnya adalah di syurga-Nya.

Lalu, aku akan tetap berpuisi. Dengan merangkai kalimatkalimat hidup, aku tidak ingin disebut pujangga, aku cukuplah diriku dalam penerangan matahariku. Pula kulukiskan manis kata-kata syurgawi, tidak mau lelaki ini digelari penyair.

Disanjung berkelas sastrawan. Disalam hormat layaknya seorang sufi, filsuf, atau apalah, jelas itu berat bagi seorang pecinta sepertiku. Kucuma butuh nutrisi. Pengindah jalanku. Percuma kau beri aku dasi.

Daftar Isi

Cover
Puisi-Puisi “Mahabb Adib-Abdillah”
Daftar Isi
Satu
Dua
Tiga: Syair Pengantar
Empat: Menghajikan Koruptor
Lima
nam: Dan,  Sekali Lagi,  Itu Bukan Indonesia
Tujuh: Tulisan Buruk Ini Berarti
Delapan: Menyambut Karunia Fajar
Sembilan: Hidup Berkah
Sepuluh: Doa Penyair
Sebelas
Dua Belas: Kontemplasia
Tiga Belas: Renungan Anak Manusia
Empat Belas: Nasibku Tercemar Aibku
Lima Belas: Balada Hati Mutiara Hati
Enam Belas: Sehari Saja
Tujuh Belas Taranggana1
Delapan Belas: Perasaan
Sembilan Belas: Atas Nama Bingung
Dua Puluh: Sang Pendoa Tuan Raja
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua: Penyair Tua dan Penyair Muda
Dua Puluh Tiga: Indonesianya Orang Indonesia
Dua Puluh Empat: Kupu-kupu
Dua Puluh Lima: Pemupuk Bahagia
Dua Puluh Enam: Amanat Pujangga
Dua Puluh Tujuh: Insan Kamil
Dua Puluh Delapan Di Lesehan Angkringan
Dua Puluh Sembilan: Rindu Kota Cahaya
Tiga Puluh: Tuhan,  Aku,  dan Persib
Tiga Puluh Satu: Selamat Datang!
Tiga Puluh Dua: Sang Pengindah
Tiga Puluh Tiga: Padamu Perempuan
Tiga Puluh Empat: Yang Kubanggakan Negeri Ini
Tiga Puluh Lima: Memori Manglayang
Tiga Puluh Enam: Sujud Para Pendosa
Tiga Puluh Tujuh: Untuk Kedamaian
Tiga Puluh Delapan: Generasi Rabbani
Tiga Puluh Sembilan: Rasul di Hati Kita
Empat Puluh: Aku Taubat
Empat Puluh Satu: Perempuan,  Kopi,  dan Syair
Empat Puluh Dua: Dalam Doa Ibunda
Empat Puluh Tiga: Birrul Walidain
Empat Puluh Empat: Akhlakul Karimah
Empat Puluh Lima: Help People To Help Themselves
Empat Puluh Enam: Ashita Wa Ashita No Kaze Ga Fuku
Empat PuluhTujuh: Gongzuo He Chengjiu
Empat Puluh Delapan: In Pelle Propria Se Tenera
Empat Puluh Sembilan: Aneukada
Lima Puluh: Fitrah (Doa Sebelum Bekerja)
Lima Puluh Satu: Hijrah
Lima Puluh Dua: Ikhlas
Lima Puluh Tiga: Hakikat Adam
Lima Puluh Empat: Mati Dikuliti Penyakit Hati
Lima Puluh Lima: Gelut
Lima Puluh Enam: Compassion 1
Lima Puluh Tujuh: Compassion 2
Lima Puluh Delapan: Jangan Takut Tidak Bahagia
Lima Puluh Sembilan: Puisi Laki-laki Kepada Perempuan di Sisinya
Enam Puluh: Setiap Hidup adalah Karya
Enam Puluh Satu: Rich Masterpice
Enam Puluh Dua: Ke Mana atau Masih di Mana?
Enam Puluh Tiga: Membumi dan Merdeka
Enam Puluh Empat: Istikomah
Mahabb Adib-Abdillah