Tampilkan di aplikasi

Buku Fatiha Media hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Antologi Bawang Mengkreng

1 Pembaca
Rp 42.000 17%
Rp 35.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 105.000 13%
Rp 30.333 /orang
Rp 91.000

5 Pembaca
Rp 175.000 20%
Rp 28.000 /orang
Rp 140.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Antologi yang berjudul "Bawang Mengkreng", meskipun publik membaca bisa bertanya-tanya mengapa tidak menulis Bawang dan Lombok, ini barangkali hak jagad sastra yang diperkenankan oleh ruang perayaan risen di mana menggunakan ideom-ideom lokal agar ada kedekatan emosional geografis karena dalam wawancara Shorikhi dan Manan itu mengatakan puisi untuk mendaur nostalgia dalam silaturrahim paseduluran teruntuk mahasiswa dan pelajar Brebes yang ada di negara "Penghasil Kuliner Megono dan Garang Asem" serta kota batik di mana ada nostalgia pada saat saya bersilaturrahim tahun lalu mendapatkan buah tangan sarung batik dengan motif gunungan wayang.
(Atmo Tan Sidik)

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: KPMDB Wilayah Pekalongan
Editor: Fatiha el-Kayyis

Penerbit: Fatiha Media
ISBN: 9786236383735
Terbit: September 2021 , 123 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Antologi yang berjudul "Bawang Mengkreng", meskipun publik membaca bisa bertanya-tanya mengapa tidak menulis Bawang dan Lombok, ini barangkali hak jagad sastra yang diperkenankan oleh ruang perayaan risen di mana menggunakan ideom-ideom lokal agar ada kedekatan emosional geografis karena dalam wawancara Shorikhi dan Manan itu mengatakan puisi untuk mendaur nostalgia dalam silaturrahim paseduluran teruntuk mahasiswa dan pelajar Brebes yang ada di negara "Penghasil Kuliner Megono dan Garang Asem" serta kota batik di mana ada nostalgia pada saat saya bersilaturrahim tahun lalu mendapatkan buah tangan sarung batik dengan motif gunungan wayang.
(Atmo Tan Sidik)

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr.Wb, Banyak cara bagi seseorang dalam mengekspresikan rasa cintanya pada satu daerah, lingkungan dan alam sekitarnya. Ketika puisi merupakan sarana untuk mengekspresikan kondisi kerohanian seseorang, maka upaya kreatif dari Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Brebes (KPMDB) yang berada di Pekalongan menyelenggarakan lomba Karya Puisi Tingkat Provinsi Jawa Tengah di tengah tatanan masyarakat yang bersifat materialistik dimana mengukur sukses dari satuan-satuan materi yang dimiliki, kecerdasan upaya kreatif KPMDB Wilayah Pekalongan untuk menyelenggarakan ini tentu kita apresiasi terlebih dalam suasana keprihatinan masal di Era Pandemi Covid-19.

Puisi pada satu segi merupakan satu kesaksian atas kerohanian zaman. Warga Negara Indonesia tentunya harus berendah hati dan mengucapkan terimakasih kepada penyair Indonesia, karena nama Indonesia sendiri diciptakan dari sebuah puisi Moh. Yamin berjudul Indonesia yang sekarang ini menjadi nama sebuah Negara. Setidaknya dalam silaturrahim penjurian bertempat di Aula Meeting Gedung Nahdhatul Ulama Kab. Brebes di Jln. Yos Sudarso No…. Kami dewan Juri yang terdiri dari tiga dewan juri yaitu Bapak Atmo Tan Sidik, Ibu Endang Sriwitanti, dan Bapak Agus Tarjono, telah melihat ada 50 judul. Bahkan satu hal yang menggelitik, satu di antara karya itu berjudul “Bahasa Brebesan” ini pun harus kita apresiasi di tengah sinyal Unesco pada 21 Februari tahun 2000 di Paris dinyatakan setidaknya 726 bahasa daerah punah di dalam satu abad, artinya hampir setiap tahun lima bahasa daerah punah yang kurang memiliki penutur sekitar di bawah 500 orang.

Tentunya dalam jangka kini dan mendatang, bahasa Brebes-pun di dalam ancaman. Maka dapat disiasati dengan pelestarian dan pengembangan. Kemudian satu hal yang menarik lagi betapa para penyair telah mencoba dan memotret keluan-keluan realitas alam kegagapan masyarakat kini di dalam merespon New-Normal. Ternyata puisi bukan hanya untuk estetika tetapi di dalamnya ada logika dan persoalan etika. Puisi bukan sekedar kesaksian ternyata juga memainkan peran sebagai terapi untuk menggugurkan kesegaran jiwa. Puisi juga dapat berperan sebagai atarsis, gendu-gendu rasa, ekspresi syukur, cinta, emosi, dan rasio. Dalam kaidah komunikasi sikap pijak ketua KPMDB Wilayah Pekalongan serta ketua lomba karya puisi sangat perlu di Stabilobos dan ditepuktangani karena memiliki suatu sikap kedaerahan utamanya mengambil judul antologi ini. Antalogi yang berjudul “Bawang Mengkreng”, meskipun publik membaca bisa bertanya-tanya mengapa tidak menulis bawang dan Lombok, ini barangkali hak jagad sastra yang diperkenankan oleh ruang perayaan risen dimana menggunakan ideom-ideom lokal agar ada kedekatan emosional geografis karena dalam wawancara Shorikhi dan Manan itu mengatakan puisi ini untuk mendaur nostalgia dalam silaturrahim paseduluran teruntuk mahasiswa dan pelajar Brebes yang ada di Negara “Penghasil Kuliner Megono dan Garang Asem” serta kota batik dimana ada nostalgia pada saat saya bersilaturrahim tahun lalu mendapatkan buah tangan sarung batik dengan motif gunungan wayang.

Sekali lagi sebuah apresiasi mudah-mudahan para Mahasiswa Keluarga Pelajar Daerah Brebes yang berada di Pekalongan beserta penyair-penyair yang berada di lingkungan kedaerahan semakin mengemas partisipasi dengan spiritualnya. Kita diingatkan betapa orang-orang sukses dari Sumatra Utara yang merantau betapapun secara fisik tidak kembali dan berada di luar tetapi memiliki komitmen dalam konteks ide, inovasi, maupun finansial. Institusi ini yang disebut Marsipatul Hutanabe adalah kepedulian warga Sumatra Utara untuk berkontribusi terhadap daerahnya. Hal yang sama kita temukan konsep gebuminang yang diperuntukkan warga Sumatra Barat (Minang) tetap mengotribusi sebagai rezekinya, idenya terhadap daerahnya. Pada level Jawa Tengah kita lihat juga ada Seruling Emas (Seruan Eling Banyumas) adalah himpunan paguyuban warga-warga Banyumas yang berada di luar kota tetap secara fisik berkontribusi pada daerahnya. Kita juga mempunyai Masigab (Majelis Silaturrahim Warga Brebes), KPMDB (Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Brebes) adalah suatu ekspresi yang natural bahkan intelektual judul antologi ini yaitu Antologi Bawang Mengkreng karena kedua komoditas itu merupakan produk unggulan Brebes yang berkontribusi dalam tenaga kerja utamanya di sektor pertanian dan pedesaan.

Dengan narasi Bawang Mengkreng barangkali sehebat intelektual muda, pengusaha muda, ulama muda warga Brebes tetap memiliki satu nostalgia ketiga Bledeg ngampar-ngampar udan barat ngancau petani di tengah sawah berusaha untuk anaknya. Saya yakin orang Brebes kalau disentuh dengan kalimat Bawang Mengkreng akan merekontruksi nostalgia ketika dia berada di lingkungannya, dengan keprihatinan etos kerja petani, yang ikut serta dalam hasil produk yang layak menjadi energi masyarakat Brebes. Kembali pada puisi antologi Bawang Mengkreng ini, saya kira para dewan juri dan para pembaca akan lebih mencermati dan memahami agar pada penerbitan-penerbitan mendatang akan menghasilkan karya yang lebih baik utamanya di dalam menyongsong Kab. Brebes yang memiliki takeline mangesti wicara ibaing praja. Semoga warga Brebes pada wareg berkah, semangat lan santun tingkah polane. Teruntuk KPMDB Wilayah Pekalongan memiliki ilmu yang alamiah, amal yang ilmiah dengan kemasan bermanfaat serta akhlakul karimah. Sehingga tatanan masyarakat dapat menjelma kenyataan yang dirasakan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb, Drs. Atmo Tan Sidik

Daftar Isi

Cover
Antologi Bawang Mengkreng
Daftar Isi
Kidung Urat Tapak Jalak
Mung Salah Ketik
Bawang Mengkreng
Nandangi Corona
Zaman Kye
Pemali
Sampai Akhir Nanti
Ma’rifat Penyair
Aku Cuma Punya Puisi
Kini
Ayat-Ayat Puisi
Susah Berpuisi
Rinduku
Dengan Puisi
Bara Pandemi
Sajak untuk Bangkit
Secercah Harapan
Bisik Balada di Bilik Buana
Ilusi Rindu
Ikhtiar
Menghirup Harapku Sendiri
KORONA (Kopi Rokok Ana)
Di Sebalik Wabah
Bulan yang Mencipta Kata
Ungkapan Jenuh Saat Pandemi
Malam
Puisi
Doa Shubuh
Puisi sebagai Terapi di Masa Pandemi
Tahun Baru dengan Rasa yang Lama
Puisi Terapi Kala Pandemi
Ketika Laba-Laba Secara Masal Membangun Rumah
Tanda Gelap
Corona Oh Corona
Terjangkit Sajak
Sajak Pembebasan
Corona Jahat, Manusia Kejam
Lekaslah Sembuh
Di Rumah Aja
Ya Ilahi Ighfirli
Alamku
Lekas Sembuh Dunia, Lekas Sembuh Indonesiaku
Dunyane Uwis Surup
Kebudayaan Negeriku
Kebudayaan di Negeriku
Budaya Terkesan Cinta
Kultur Budaya Negeri
Budaya Luhur Tak Akan Luntur
Budaya dan Indonesia
Budaya Pancasila
Ternyata Sintren Namanya
Suluk dalam Bayang Dunia
Ragam Kebanggaan
Tanah Moyang Kami
Lestari Empat Persegi
Kasih Sayang Adalah Adat yang Abadi
Jeritan Ibu Kota
Cinta Budaya
Habituasi Zaman, Tewaskan Seni
Mara Budaya Indonesia
Wis Wayahe
Epilog
Cover