Tampilkan di aplikasi

Buku Garudhawaca hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Daya Tari

Jejak, Mimpi dan Daya Hidup Koreografer Muda

1 Pembaca
Rp 75.000 73%
Rp 20.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 60.000 13%
Rp 17.333 /orang
Rp 52.000

5 Pembaca
Rp 100.000 20%
Rp 16.000 /orang
Rp 80.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Buku ini adalah kumpulan tulisan para Koreografer muda tari kontemporer Indonesia dari lingkaran Paradance Festival di Jogja. Di dalamnya, belasan koreografer muda ini bertutur tentang sejarah dan dinamika pertautan diri perjalanan hidup mereka terhadap dunia tari kontemporer dan kekaryaan mereka. Buku ini cukup pas untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan tari kontemporer saat ini dan menjadi media refleksi para koreografer muda ini, juga mereka yang tidak ada dalam buku ini. Sebagian hasil penjualan buku ini akan digunakan untuk mendukung Paradance Platform.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Ahmad Jalidu
Editor: Ahmad Jalidu

Penerbit: Garudhawaca
ISBN: 9786026581594
Terbit: Agustus 2018 , 262 Halaman

BUKU SERUPA













Ikhtisar

Buku ini adalah kumpulan tulisan para Koreografer muda tari kontemporer Indonesia dari lingkaran Paradance Festival di Jogja. Di dalamnya, belasan koreografer muda ini bertutur tentang sejarah dan dinamika pertautan diri perjalanan hidup mereka terhadap dunia tari kontemporer dan kekaryaan mereka. Buku ini cukup pas untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan tari kontemporer saat ini dan menjadi media refleksi para koreografer muda ini, juga mereka yang tidak ada dalam buku ini. Sebagian hasil penjualan buku ini akan digunakan untuk mendukung Paradance Platform.

Pendahuluan / Prolog

Salam dari Paradance
Buku yang ada di tangan Anda ini, adalah bagian dari inisiatif kecil Paradance dan Adisukma Inisiatif. Saya memulai tulisan pengantar ini dengan membahas sedikit soal Paradance. Diawali pada tahun 2014, Paradance hanya kami jalankan sebagai event festival kecil yang rutin setiap 2 bulan. Tidak ada tujuan muluk-muluk di dalamnya, hanya mencoba memberi alternatif wadah untuk presentasi karya. Yogyakarta memiliki beberapa institusi pendidikan yang membuka jurusan Seni Tari baik pendidikan maupun murni, termasuk juga jurusan Sendra-tasik. Belum lagi Unit Kegiatan Mahasiswa dan sanggar-sanggar. Di atas kertas, potensi karya, regenerasi koreografer, maupun penari seharusnya bisa bergulir cepat di Yogyakarta. Perguliran karya ini yang masih butuh ruang lebih banyak untuk melengkapi festival-festival besar yang biasanya memiliki kuratorial yang ketat.

Ruang presentasi semacam Paradance memang tidak sepenuhnya ideal, seakan tidak ada wacana secara langsung yang bergerak di dalam festival tersebut. Namun, jika merujuk pada pertanyaan “Bagaimana kita membicarakan kualitas jika sama sekali belum pernah melihat karya tersebut?” maka Paradance adalah prolog untuk membuka dialog soal kualitas ini. Ruang dialognya tidak harus di Paradance, bisa di tempat lain, di cafe, di rumah, di kampus, di warung burjo, atau di angkringan sekalipun. Sesederhana itu cita-cita kami.

Setelah 2-3 tahun Paradance berjalan, ternyata memang tidak mungkin misi tersebut terwujud hanya dengan festival kecil 2 bulan sekali. Ada hal-hal yang tidak dapat dijangkau hanya dari panggung presentasi. Terutama terkait perguliran pengetahuan, baik dalam hal ketubuhan maupun wacana. Maka sejak Mei 2017, mulailah kami menambah kegiatan-kegiatan kecil lainnya seperti klub baca bagi koreografer dan penari, workshop dan diskusi wacana inklusivitas dan keberagaman, klub belajar bahasa inggris dan workshop ketubuhan. Semuanya dijalankan de-ngan format yang sederhana, dan aktivitas tersebut juga muncul sebagai respon atas kebutuhan pada saat itu. Semua aktivitas ini, kami rangkum dalam label Paradance Klub Belajar yang sampai hari ini masih kami otak atik format dan kemasan programnya.

Dari interaksi bersama penari dan koreografer utamanya di Paradance, memberikan kesadaran juga tentang pentingnya pencatatan dan pernyataan. Ini semacam presentasi di luar panggung. Tentu koreografer memiliki catatan sejarahnya sendiri yang mungkin saja itu meru-pakan pengetahuan bagi orang lain. Kalaupun tidak ada hal baru di dalamnya, setidaknya sejarah itu perlu diingatkan kembali untuk sekedar menjadi bagian refleksi perjalanan menuju langkah-langkah berikutnya. Refleksi menjadi tempat menimbang ulang sejauh mana perjalanan kita, apakah sudah sesuai rencana? Kalau belum sesuai, apakah perjalanana ini lebih efektif dari rencana, dan lain sebagainya. Jika refleksi ini berhasil, tentu ada pengetahuan juga di dalamnya.

Untuk memberi stimulus bagi proses refleksi ini akhirnya kami memutuskan mengundang beberapa koreografer muda di lingkaran Paradance untuk menulis tentang diri dan proses pentingnya selama ini. Terima kasih untuk kita semua. Kriteria koreografer yang kami pilih adalah dia masih konsisten berkarya hingga buku ini ditulis. Hal lain, kami membaca bahwa koreografer-koreografer yang kami undang ini tidak hanya sebatas koreografer saja, namun beberapa diantaranya adalah inisiator dalam berbagai kegiatan seputar dunia tari di lingkaran masing-masing. Kami juga mengundang dua kawan yang tidak menyebut dirinya koreografer, tetapi cukup dekat dengan kerja-kerja Paradance, yaitu Dina Triastuti dan M Dinu Imansyah. Jika para koreografer menulis dari sisi dalam, dua kawan tersebut menulis dari luar.

Kami membebaskan soal apa yang ingin ditulis. Beberapa menulis tentang apa arti tari bagi dirinya, ada juga yang menulis sejarah singkat pertaliannya dengan tari. Ada pula yang “mela-porkan” salah satu proses penciptaan karyanya. Intinya adalah soal titik-titik dimana mereka merasakan bahwa jalan mereka adalah tari, dan lebih jauh lagi tari kontemporer. Mungkin ada perdebatan soal tari kontemporer itu sendiri, tapi sudahlah, kita bicarakan di forum yang lain. Dalam buku ini teman-teman dengan sukacita mau menuliskan prosesnya, itu hal terpenting bagi kami, Paradance.

Seperti yang telah saya tuliskan di atas, bahwa Paradance dibangun untuk memberi stimulus, menjadi prolog dari diskusi yang terjadi kemudian. Nah, buku ini adalah salah satu cara yang kami coba kerjakan.

Setelah membaca buku ini, Anda punya kesempatan seluas-luasnya untuk membuka dialog baik dengan kami, Paradance, maupun dengan para kontributor dari buku ini. Buku ini bukan disuguhkan semata-mata sebagai contoh fix sebuah proses. Metode dan proses teman-teman koreografer muda yang mereka tuliskan dalam buku ini memang luar biasa, itulah kenapa kami memilih mereka. Namun, seperti yang saya tulis sebelumnya, buku ini hanyalah prolog untuk dialog lebih jauh lagi demi perkembangan dunia tari yang lebih baik ke depannya.

Terima kasih untuk seluruh kontributor, Terima kasih untuk ibu Maria Darmaningsih− Direktur Program Indonesia Dance Festival yang bersedia menulis pengantar untuk buku kecil ini. Dan tentu saja, puji syukur untuk keberadaan Ahmad Jalidu, suami dan partner kerja luar biasa, pengelola Penerbit Garudhawaca yang turun langsung menyunting dan membukakan pintu kedatangan buku ini.

Salam hormat.

Nia Agustina, Manajer Paradance

Penulis

Ahmad Jalidu - Ahmad Jalidu, lahir di Magelang 18 April 1979. Aktif terlibat dalam beberapa kegiatan seni pertunjukan di Yogyakarta sejak tahun 2000. Bersama Nia Agustina merintis Paradance Festival (Paradance Platform) sejak 2014.

Editor

Ahmad Jalidu - Ahmad Jalidu, lahir di Magelang 18 April 1979. Aktif terlibat dalam beberapa kegiatan seni pertunjukan di Yogyakarta sejak tahun 2000. Bersama Nia Agustina merintis Paradance Festival (Paradance Platform) sejak 2014.

Daftar Isi

Sampul
Daftar Isi
Salam dari Paradance
Pengantar : Maria Darmaningsih
Catatan "Lelaki Penyiram Bunga" | Ahmad Susantri
Tubuh Tari yang Berjalan | Ari Ersandi
Ayu Permata dan Kami Bu-Ta | Ayu Permata Sari
Menyelami Diri Melalui Tari | Bagus Bang Sada
Mari, Menari Bersamaku; Perjalanan Ketubuhan Citra Pratiwi | Citra Pratiwi
Menghargai Proses | Eka Wahyuni
Belajar dalam Karya dan Manajemen | Ferry C. Nugroho
Dalam Setiap Karya, Saya Sedang Berdoa | Galih Puspita K
Menciptakan Jembatan antara Gagasan dan Praktik | Kiki Rahmatika
Kisah Kupu-Kupu dan Upacara Mitoni | Kinanti Sekar Rahina
Dulu, Kini, Tari dan Kengeriannya | Megatruh Banyu Mili
Perjalanan dan Cita-Cita Tari | Mila Rosinta
Statement Karya dan Statement Hidup | Otniel Tasman
Nalitari: Keindahan Tarian Inklusi | Putri Raharjo
A Fanciful Thinker, Trying To Be: Simulation Design of Theory and Technology in to the Art | M Raka Reynaldi S.Pd., M.Sn.
Menari untuk Menghidupi | Scholastica W. Pribadi
Saya dan Cakil Squad | Wisnu Aji
Catatan Khusus
     Kontemporer?, Ah, Masa Sich..?! | Dina Triastuti
     Para Pasca Paradance | M. Dinu Imansyah