Tampilkan di aplikasi

Buku Garudhawaca hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Dunia Abdi

Kumpulan Polilog

1 Pembaca
Rp 52.000 44%
Rp 29.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 87.000 13%
Rp 25.133 /orang
Rp 75.400

5 Pembaca
Rp 145.000 20%
Rp 23.200 /orang
Rp 116.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Polilog. Mungkin asing di telinga kita. Ya, istilah ini dimunculkan oleh Ibed S. Yuga, sang pengulas/pemberi pengantar untuk buku ini. Sejatinya kita bisa menyebut buku ini adalah kumpulan naskah Monolog karya Whani Darmawan. Monolog, sebuah genre pertunjukan teater yang mana menampilkan hanya satu aktor. 12 naskah teater dalam buku ini diniatkan sebagai naskah pertunjukan monolog. Namun demikian, di dalamnya mengandung konteks yang tidak tunggal dalam hal “topik” yang diangkat dalam masing2 naskah. Oleh karenanya Ibed S. Yuga menyebutnya “Polilog”. Dengan point tembakan yang “poly” ini, dibutuhkan seorang aktor yang berwawasan luas untuk dapat mementaskannya dengan baik.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Whani Darmawan

Penerbit: Garudhawaca
ISBN: 9786236521885
Terbit: September 2021 , 125 Halaman

BUKU SERUPA













Ikhtisar

Polilog. Mungkin asing di telinga kita. Ya, istilah ini dimunculkan oleh Ibed S. Yuga, sang pengulas/pemberi pengantar untuk buku ini. Sejatinya kita bisa menyebut buku ini adalah kumpulan naskah Monolog karya Whani Darmawan. Monolog, sebuah genre pertunjukan teater yang mana menampilkan hanya satu aktor. 12 naskah teater dalam buku ini diniatkan sebagai naskah pertunjukan monolog. Namun demikian, di dalamnya mengandung konteks yang tidak tunggal dalam hal “topik” yang diangkat dalam masing2 naskah. Oleh karenanya Ibed S. Yuga menyebutnya “Polilog”. Dengan point tembakan yang “poly” ini, dibutuhkan seorang aktor yang berwawasan luas untuk dapat mementaskannya dengan baik.

Pendahuluan / Prolog

Monolog-Monolog yang Polilog
Sejak awal saya harus mengatakan bahwa lakon-lakon dalam buku ini “gagal” menjadi monolog. Kedua belas teks yang diniatkan Whani Darmawan sebagai monolog ini sesegera mungkin menjegal niat penulisnya—bahkan jika Anda baru membaca satu saja—karena mereka terlalu polilog untuk disebut monolog.

Anda tidak usah membuka kamus mana pun untuk mencari arti polilog—karena mungkin Anda tidak akan menemukannya. Istilah ini saya adopsi dan konstruksi untuk suatu pemahaman tentang logos yang jamak, poli-, multi-, plural. Di sini, polilog saya konfrontasikan dengan monolog sebagai logos yang tunggal, mono-, solo, singular. Dengan demikian, polilog dan monolog di sini bukanlah perkara bentuk, melainkan lebih pada respons terhadap bentuk, yang di dalamnya mengandung potensi-potensi untuk memaksimalkan pendaya-gunaan dan mendobrak bentuk itu sendiri. Dengan semua potensi itu, bentuk kemudian tidak dibiarkan semata menjadi kubangan bagi logos yang tunggal, melainkan segala pintu, jendela, bahkan atapnya dibuka selebar mungkin untuk menampung semesta logos yang majemuk.

Demikianlah, lakon-lakon dalam buku ini, alih-alih bergerak dengan wacana yang tunggal, mereka mengalurkan multiwacana yang coba diringkus dan dikelindankan penulis dalam satu tubuh, satu watak. Ketika satu term wacana dilempar, dengan segera term itu tidak muncul dari atau menembak ke arah tema, topik, atau ruang wacana yang tunggal. Selintas, term itu tunggal, tetapi keniscayaannya jamak. Memang, jika sekilas kita baca, beberapa lakon seakan berjalan dengan satu topik yang ajek, kadang merupakan topik yang sedang in di masa penulisan lakon, namun penulis seakan tidak nyaman dan jenak hanya berkubang dalam satu ruang topik itu. Seiring perjalanan alur, kita menemukan satu topik itu seperti kepala gurita dengan tentakel yang panjang, lentur, namun kokoh merogoh, meranggah, dan memeluk ruang-ruang topik lainnya, kadang tanpa basa-basi. Tubuh gurita itu pun mewujud sebagai bangunan multiteks, polilog, yang cukup kejam dan tak jarang sarkas.

Karena mengandung wacana yang polilog, watak-watak tunggal yang disemai oleh penulis pun sebagian besar tumbuh sebagai multiwatak. Walaupun hadir sebagai sosok tunggal dalam suatu narasi, sebagian besar dari mereka mengandung identitas yang hibrid sehingga tidak bisa disikapi dan digarap dengan cara pandang yang tunggal. Untuk menciptakan keutuhan watak yang demikian di atas panggung, seorang sutradara/aktor memerlukan seperangkat metode yang mampu menguak multiwatak dalam teks dan mentransmisikannya secara utuh ke kedirian aktor. Saya membayangkan akan cukup menyesatkan jika sosok yang tercipta di atas panggung menjadi an sich tunggal.


Penulis

Whani Darmawan - Whani Darmawan adalah aktor dan sutradara asal Yogyakarta. Ia dikenal sebagai aktor dan sutradara teater yang sangat kuat. Selain bermain teater, ia juga terlibat dalam beberapa film seperti “Drupadi” sutradara Riri Reza (2008), “Sultan Agung” sutradara Hanung Bramantyo (2018), “Kucumbu Tubuh Indahku” sutradara Garin Nugroho (2018/2019), “Bumi Manusia” sutradara Hanung Bramantyo (2019), “Hotel Sakura” sutradara Kristo Darma (2019), “Taufiq : Laki-laki Menantang Badai” sutradara Ismail Basbeth (2019).

Ia juga menulis beberapa buku : kumpulan cerpen Aku Merindukan Anakku Menjadi Pembunuh (Galang Press, 2002), novel memoar My Princess Olga (Gagas Media, 2005), novel Nun (Omahkebon Publishing 2010), esai spiritualitas silat Andai Aku Seorang Pesilat (Omahkebon Publishing, 2011), Jurus Hidup Memenangi Pertarungan (Mizan 2016), kumpulan lakon monolog Sampai Depan Pintu (Omahkebon Publishing, Penerbit Nyala, Whanidproject (2017), kumpulan Lakon monolog “Suwarna-Suwarni” (BasaBasi 2018) dan tahun 2019 adalah buku lakon yang sedang Anda baca ini : “Luka-luka Yang Terluka: Sejarah Perjalanan Lakon” (Dinas Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta).

Whani juga menulis beberapa naskah drama dan monolog, selain novel dan cerpen bahkan kumpulan puisi. Kini bersama komunitasnya yang diberinama WhaniDproject, ia getol melakukan eksplorasi seni keaktoran dan merangkul banyak aktor muda di Jogjakarta untuk menggeluti dan meneliti akting.

Daftar Isi

Sampul
Monolog-Monolog yang “Polilog”
Tokoh
Angka
Hujan  Badai
Suatu Kearifan
Lioni
Pelukis Mental
Makan Bersama
Kerasukan Masal
Sang Macan
Jenderal Tawa
Dunia Abdi
Teka-Teki Silang
Biodata