Tampilkan di aplikasi

Buku Irfani hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

School Based Family Counseling Bagi Peserta Didik Usia Dini

Konsep dan Implementasi

1 Pembaca
Rp 40.000 15%
Rp 34.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 102.000 13%
Rp 29.467 /orang
Rp 88.400

5 Pembaca
Rp 170.000 20%
Rp 27.200 /orang
Rp 136.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Perilaku bermasalah pada anak usia dini dapat berupa perilaku dengan kegelisahan, perilaku dikarenakan ketidakmatangan atau terisolir, serta perilaku dikarenakan kondisi emosi dan kenelangsaan. Perilaku dengan kegelisahan dapat berupa tantrum, kurang konsentrasi, sulit fokus, agresif, hiperaktif, destruktif, membantah, dan sulit diatur. Perilaku dikarenakan ketidakmatangan atau terisolir dapat mewujud menjadi ketergantungan berlebihan pada orang dewasa, menarik diri, dan hipersensitif. Perilaku dikarenakan kondisi emosi dan kenelangsaan dapat termanifestasi dalam bentuk, temper tantrum dengan frekuensi dan durasi yang berlebihan, buang air besar/kecil di celana, sering menunjukkan reaksi ketakutan, mudah panik, menuntut perhatian, mudah menangis atau menangis dalam waktu yang lama.

Konseling keluarga tersaji sebagai bentuk intervensi sistemik yang memungkinkan pemba-hasan dan penanganan secara tuntas terhadap perilaku bermasalah yang ditunjukkan oleh anak usia dini (Carr, 2014). Konseling keluarga didefinisikan sebagai usaha membantu individu yang merupakan anggota keluarga untuk mengaktualisasikan potensinya atau mengan-tisipasi masalah yang dialaminya, melalui sistem kehidupan keluarga, dan mengusahakan agar terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri individu yang akan memberi dampak positif pula terhadap anggota keluarga lainnya (Willis, 1994:78).

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Pepi Nuroniah, M.Pd. / Esya Anesty Mashudi, M.Pd. / Fatihaturosyidah, M.Pd.
Editor: Pepi Nuroniah, M.Pd.

Penerbit: Irfani
QRSBN: 624381709746
Terbit: April 2023 , 82 Halaman










Ikhtisar

Perilaku bermasalah pada anak usia dini dapat berupa perilaku dengan kegelisahan, perilaku dikarenakan ketidakmatangan atau terisolir, serta perilaku dikarenakan kondisi emosi dan kenelangsaan. Perilaku dengan kegelisahan dapat berupa tantrum, kurang konsentrasi, sulit fokus, agresif, hiperaktif, destruktif, membantah, dan sulit diatur. Perilaku dikarenakan ketidakmatangan atau terisolir dapat mewujud menjadi ketergantungan berlebihan pada orang dewasa, menarik diri, dan hipersensitif. Perilaku dikarenakan kondisi emosi dan kenelangsaan dapat termanifestasi dalam bentuk, temper tantrum dengan frekuensi dan durasi yang berlebihan, buang air besar/kecil di celana, sering menunjukkan reaksi ketakutan, mudah panik, menuntut perhatian, mudah menangis atau menangis dalam waktu yang lama.

Konseling keluarga tersaji sebagai bentuk intervensi sistemik yang memungkinkan pemba-hasan dan penanganan secara tuntas terhadap perilaku bermasalah yang ditunjukkan oleh anak usia dini (Carr, 2014). Konseling keluarga didefinisikan sebagai usaha membantu individu yang merupakan anggota keluarga untuk mengaktualisasikan potensinya atau mengan-tisipasi masalah yang dialaminya, melalui sistem kehidupan keluarga, dan mengusahakan agar terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri individu yang akan memberi dampak positif pula terhadap anggota keluarga lainnya (Willis, 1994:78).

Pendahuluan / Prolog

Latar Belakang Pentingnya Bimbingan dan Konseling dalam Lingkup PAUD
Selain keahlian dan pengalaman pendidik, faktor lain yang perlu dipehatikan adalah kecintaan yang tulus pada anak, berminat pada perkembangan mereka, bersedia mengembangkan potensi yang dimiliki pada anak, hangat dalam bersikap dan bersedia bermain dengan anak.

Oleh karena itu, tidak berlebihan jika PAUD dan jenjang pendidikan di atasnya adalah setara. Kesetaraan tersebut dapat dilihat dari segi yuridis landasan UU maupun tenaga kependidikan yang menanganinya. Dalam UU RI No. 20/2003 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal (RA) atau bentuk lain yang sejenis; jalur nonformal berbentuk kelompok bermain (KB) dan bentuk lain yang sejenis; sementara di jalur informal berbentuk Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat.

Jadi, pendidikan anak usia dini (PAUD), mencakup tiga lembaga pendidikan anak, yaitu TK/RA, KB dan TPA serta bentuk pelayanan sejenis. Biasanya, pendidikan TK/RA (pendidikan formal) hanya menerima peserta didik berusia 4-6 tahun. Sedangkan KB dan bentuk sejenis (pendidikan nonformal), hanya menerima peserta didik antara usia 2-4 tahun, adapun TPA (pendidikan informal) bisa menerima penitipan anak mulai dari usia 2 bulan sampai 2 tahun.

Pendidikan anak usia dini, dalam hal ini, hanya sebatas membantu dan mengarahkan proses tumbuh kembang anak agar lebih terarah dan terpadu. Orientasi pokok pendidikan anak usia dini adalah: a) melatih kemampuan adaptasi belajar anak sejak awal; b) meningkatkan kemampuan komunikasi verbal; c) mengenalkan anak pada lingkungan dunia sekitar, seperti orang, benda, tumbuhan, dan hewan; serta d) memberikan dasar-dasar pembelajaran berikutnya, seperti mengingat, membaca, menulis dan berhitung sederhana.

Prakata
Lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan lembaga di mana anak usia dini memperoleh stimulasi edukatif dan developmental melalui berbagai bentuk kegiatan yang bertujuan untuk membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkem-bangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya.

Salah satu upaya pembinaan yang diperoleh anak di lembaga pendidikan anak usia dini adalah layanan bimbingan. Layanan bimbingan di jenjang PAUD dilaksanakan terutama untuk memberikan pelayanan konsultasi kepada guru dan orang tua dalam mengatasi perilaku-perilaku maladaptif dalam diri siswa. Biasanya layanan bimbingan yang diberikan terintegrasi dengan program PAUD secara keseluruhan. Asumsi dasar yang melandasi bahwa peserta didik di jenjang PAUD memerlukan bimbingan dan konseling adalah kesetaraan PAUD sekarang ini dengan pendidikan dasar dan menengah. Jika di lingkungan pendidikan dasar dan menengah bimbingan konseling sangat dibutuhkan, maka secara otomatis PAUD juga membutuhkannya (Mashudi, 2016).

Kesetaraan tersebut dapat dilihat dari segi yuridis landasan UU maupun tenaga kependidikan yang menanganinya. Dalam UU RI No. 20/2003 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal (RA) atau bentuk lain yang sejenis; jalur nonformal berbentuk kelompok bermain (KB) dan bentuk lain yang sejenis; sementara di jalur informal berbentuk Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat.

Dalam kegiatan bimbingan, dikenal layanan bernama konseling. Konseling merupakan inti dari layanan bimbingan. Adapun tujuan utama diselenggarakannya layanan konseling di lembaga PAUD adalah untuk mengambil tindakan preventif dan kuratif terhadap munculnya perilaku bermasalah tersebut.

Dengan demikian, sesungguhnya layanan konseling tidak hanya diberikan kepada anak didik yang telah bermasalah perilakunya saja, melainkan juga kepada mereka yang tidak menunjukkan perilaku bermasalah, namun terdeteksi mengalami hambatan dalam perkembangannya.

Layanan konseling tidak serta merta diberikan oleh guru pendidik anak usia dini, tapi oleh tenaga ahli yang disebut konselor. Karena di Indonesia belum ada posisi struktural bagi konselor di lembaga PAUD formal.

Oleh karena itu, saat dibutuhkan, layanan konseling dapat dilaksanakan melalui strategi bimbingan berupa referral atau alih tangan kasus dari guru pada konselor.

Layanan konseling yang diberikan pada peserta didik usia dini dapat berbentuk layanan individual (konseling anak), konseling kelompok, dan konseling keluarga.

Anak usia dini berada dalam masa peka, yakni periode di mana pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat terjadi pada seluruh aspek dalam diri individu. Periode tersebut seringkali disertai oleh berbagai permasalahan, salah satunya masalah dalam perilaku anak. Perilaku bermasalah yang ditunjukkan oleh anak usia dini seringkali dipicu oleh disfungsi dalam keluarga seperti adanya konflik internal keluarga, perlakuan salah dalam keluarga, pola asuh yang cenderung kaku, dan sebagainya. Untuk mengatasi perilaku bermasalah yang dipicu oleh disfungsi keluarga, maka proses konseling individual ataupun kelompok sebaya dianggap kurang memberikan hasil karena sumber dari perilaku bermasalah itu sendiri masih belum terjamah.

Perilaku bermasalah pada anak usia dini dapat berupa perilaku dengan kegelisahan, perilaku dikarenakan ketidakmatangan atau terisolir, serta perilaku dikarenakan kondisi emosi dan kenelangsaan. Perilaku dengan kegelisahan dapat berupa tantrum, kurang konsentrasi, sulit fokus, agresif, hiperaktif, destruktif, membantah, dan sulit diatur. Perilaku dikarenakan ketidakmatangan atau terisolir dapat mewujud menjadi ketergantungan berlebihan pada orang dewasa, menarik diri, dan hipersensitif. Perilaku dikarenakan kondisi emosi dan kenelangsaan dapat termanifestasi dalam bentuk, temper tantrum dengan frekuensi dan durasi yang berlebihan, buang air besar/kecil di celana, sering menunjukkan reaksi ketakutan, mudah panik, menuntut perhatian, mudah menangis atau menangis dalam waktu yang lama.

Konseling keluarga tersaji sebagai bentuk intervensi sistemik yang memungkinkan pemba-hasan dan penanganan secara tuntas terhadap perilaku bermasalah yang ditunjukkan oleh anak usia dini (Carr, 2014). Konseling keluarga didefinisikan sebagai usaha membantu individu yang merupakan anggota keluarga untuk mengaktualisasikan potensinya atau mengantisipasi masalah yang dialaminya, melalui sistem kehidupan keluarga, dan mengusahakan agar terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri individu yang akan memberi dampak positif pula terhadap anggota keluarga lainnya (Willis, 1994:78).

Anak dan orang tua dapat dirujuk pada terapis atau konselor keluarga untuk memperoleh layanan konseling keluarga, atau dapat menggunakan layanan konseling keluarga dalam latar sekolah, di mana sekolah menjadi host atau event organizer untuk kegiatan konseling. Layanan semacam itu disebut sebagai konseling keluarga berbasis sekolah atau school based family counseling (SBFC). SBFC merupakan pendekatan untuk membantu anak meraih keberhasilan akademik di sekolah serta membantu mengatasi masalah pribadi dan interpersonal yang dialami oleh anak. SBFC mengintegrasikan model konseling sekolah dan konseling keluarga dalam meta model sistem berbasis luas yang digunakan untuk mengonseptualisasikan masalah anak dalam konteks jaringan interpersonalnya yang mencakup keluarga, kelompok sebaya, kelas, sekolah (guru, kepala sekolah, siswa lain), dan komunitas (Gerard, 2008).

Ketika seorang anak dirujuk ke profesional SBFC, masalah anak tersebut mungkin melibatkan satu atau semua jaringan interpersonal ini. Namun, terlepas dari tingkat jaringan interpersonal yang terpengaruh, profesional SBFC akan berhubungan positif dengan keluarga anak untuk memperkuat perubahan positif dengan anak. SBFC bukan sekedar konferensi kasus biasa yang dilakukan untuk membahas permasalahan perilaku anak, namun merupakan pendekatan yang lebih terstruktur dan sistemik dalam mengatasi permasalahan dalam diri anak dengan melibatkan seluruh jaringan pada konteks sosial anak.

Penulis

Pepi Nuroniah, M.Pd. - Penulis merupakan dosen program studi Pendidikan Guru PAUD Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di kampus Serang. Penulis dapat dihubungi lewat email: pepinuroniah@upi.edu
Esya Anesty Mashudi, M.Pd. - Penulis merupakan dosen program studi Pendidikan Guru PAUD Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di kampus Serang. Penulis dapat dihubungi lewat email: esyaanesty@upi.edu
Fatihaturosyidah, M.Pd. - Penulis merupakan dosen program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di kampus Serang. Penulis dapat dihubungi lewat email: fatihaturosyidah@upi.edu

Editor

Pepi Nuroniah, M.Pd. - Penulis merupakan dosen program studi Pendidikan Guru PAUD Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di kampus Serang. Penulis dapat dihubungi lewat email: pepinuroniah@upi.edu

Daftar Isi

Prelim
Prakata
Daftar Isi
Bab I - Bimbingan dan Konseling di Jenjang PAUD
     A. Latar Belakang Pentingnya Bimbingan dan Konseling dalam Lingkup PAUD
     B. Pemetaan Tugas Konselor di Jenjang TK/PAUD
     C. Fungsi Bimbingan dan Konseling di Lingkup PAUD
     D. Tujuan Bimbingan dan Konseling di Lingkup PAUD
     E. Ruang Lingkup Bimbingan dan Konseling di Lingkup PAUD
     G. Peran Pendidik PAUD dalam Mendukung Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
Bab II - Konsep School Based Family Counseling
     A. Konsep School Based Family Counseling
     B. Tujuan School Based Family Counseling
     C. Asumsi Dasar School Based Family Counseling
     D. Kompetensi Konselor
     E. Tahapan Pelaksanaan Intervensi SBFC
Bab III - Gambaran Pelaksanaan Konseling School Based Family Counseling di Jenjang PAUD
Bab IV - Peran Guru Pendidik Anak Usia Dini dalam Pelaksanaan School Based Family Counseling di Ssekolah
Bab V - Program Konseling School Based Family Counseling
     A. Program Intervensi SBFC
     B. Prosedur Pelaksanaan Sesi Intervensi Konseling
          C. Mekanisme Penilaian dan Indikator Keberhasilan
Bibliografi
Profil Penulis

Kutipan

Bab I - Bimbingan dan Konseling di Jenjang PAUD
Pendidikan anak usia dini, dalam hal ini, hanya sebatas membantu dan mengarahkan proses tumbuh kembang anak agar lebih terarah dan terpadu. Orientasi pokok pendidikan anak usia dini adalah: a) melatih kemampuan adaptasi belajar anak sejak awal; b) meningkatkan kemampuan komunikasi verbal; c) mengenalkan anak pada lingkungan dunia sekitar, seperti orang, benda, tumbuhan, dan hewan; serta d) memberikan dasar-dasar pembelajaran berikutnya, seperti mengingat, membaca, menulis dan berhitung sederhana.

Pendidikan anak usia dini, secara khusus bukan bertujuan untuk memberi anak pengetahuan kogniti (kecerdasan intelektual) sebanyak-banyaknya, tetapi mempersiapkan mental dan fisik anak untuk mengenal dunia sekitarnya secara lebih adaptif (bersahabat). Sifat pendidikannya lebih familiar (kekeluargaan), komuni-katif (menyenangkan), dan yang paling utama adalah lebih persuasif (seruan/ajakan). Selama dalam proses pembelajaran tidak dikenal istilah-istilah pemaksaan, tekanan atau ancaman yang dapat mengganggu kejiwaan anak. Situasi dan kondisi seperti ini memang sengaja direkayasa dan diciptakan dengan tujuan agar anak mendapat ketenangan dalam belajar, serta mampu mengekspresikan dirinya secara lebih bertanggung jawab.