Tampilkan di aplikasi

Buku Kanaka hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Air Jernih Dalam Lumpur

Kisah Sejati Bu Ronggo Teladan Bagi Putri Indonesia

1 Pembaca
Rp 225.000 13%
Rp 195.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 585.000 13%
Rp 169.000 /orang
Rp 507.000

5 Pembaca
Rp 975.000 20%
Rp 156.000 /orang
Rp 780.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Kisah ini bukan biografi. Bukan sejarah. Tetapi serpihan peristiwa dari tokoh inspratif yang pantas diambil inti sarinya dan penulis membumbuinya dengan menu novel yang fiktif. Ronggo adalah suatu jabatan di hierarki kerajaan Mangkunegaran yang posisinya di atas kepala desa tetapi di bawah Demang waktu itu. Beliau adalah pejuang kesabaran yang telah buktikan menjadi seorang istri yang tabah dan setia mendampingi Bapak Ronggo Bangsawan dari Karaton Surakarta Hadiningrat suami pertama yang wafat karena kekejaman PKI 1965. Dan Bapak Syamsudin Kepala Sekolah SDN Jeruk, asli Tegalombo-Pacitan yang pernah Menjadi pemuda kesayangan ayahanda Ibu Ronggo ketika mondok di rumahnya. Bu Ronggo selalu konsisten dan sabar mendampingi keduanya dalam waktu yang terpisah. Beliau adalah seorang tokoh yang selalu konsisten menjaga nama baik diri, suami, keluarganya, serta ketokohannya.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Ki Setyo Handono

Penerbit: Kanaka
ISBN: 9786237029007
Terbit: November 2018 , 447 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Kisah ini bukan biografi. Bukan sejarah. Tetapi serpihan peristiwa dari tokoh inspratif yang pantas diambil inti sarinya dan penulis membumbuinya dengan menu novel yang fiktif. Ronggo adalah suatu jabatan di hierarki kerajaan Mangkunegaran yang posisinya di atas kepala desa tetapi di bawah Demang waktu itu. Beliau adalah pejuang kesabaran yang telah buktikan menjadi seorang istri yang tabah dan setia mendampingi Bapak Ronggo Bangsawan dari Karaton Surakarta Hadiningrat suami pertama yang wafat karena kekejaman PKI 1965. Dan Bapak Syamsudin Kepala Sekolah SDN Jeruk, asli Tegalombo-Pacitan yang pernah Menjadi pemuda kesayangan ayahanda Ibu Ronggo ketika mondok di rumahnya. Bu Ronggo selalu konsisten dan sabar mendampingi keduanya dalam waktu yang terpisah. Beliau adalah seorang tokoh yang selalu konsisten menjaga nama baik diri, suami, keluarganya, serta ketokohannya.

Pendahuluan / Prolog

Merangkai Harapan
ua tahun sebelum meninggal, Budhe Ronggo sempat bercerita kisah hidupnya kepada penulis. Mungkin hanya kepada aku kisah ini diungkapkan. Sementara dengan kedua anaknya tidak sama sekali. “Ngger, itulah kisah Budhe, abadikan agar kelak berguna bagi siapa saja, agar kalau jadi seorang istri tetap teguh, mengabdikan diri kepada suami, dan keluarganya,” pungkasnya, setelah panjang lebar bercerita kepada penulis.

Sepeninggal Mbah Ronggo, aku merasa terpukul. Dua anak yang ditinggalkan Mbah Ronggo, masih kecil-kecil. Mau diapakan dan mau dikemanakan. Dulu nikahku memang masih kecil, masih delapan tahun waktu itu. Bahkan tetanggatetanggaku menyebutnya lebih pantas, kalau kedua anakku itu jadi ‘adik-adikku’. Sangking belianya umurku saat itu.

Sebelum Mbah Ronggo (75) meninggal (30 September 1965), umurku 27 tahun. Si Pur sudah kelas tiga di SMP 5 Madiun. Endang kelas satu di SMP 1 Ponorogo. Ibarat bunga, maka sejak diperistri Mbah Ronggo aku adalah sekuntum melati yang tengah mekar dan semerbak harum mewangi.

Banyak kumbang yang menari-nari di sekelilingku. Ada yang biasa-biasa. Ada yang menggebu, ada yang terus terang. Juga ada yang malu-malu kucing terhadapku. Aku menjadi serba salah menanggapi ulah mereka. Aku harus menyambutnya dengan santun, tidak boleh membeda-bedakan, seperti ajaran Mbah Ronggo.

Para kumbang datang saat Mbah Ronggo sedang dinas di kantor Kelurahan Gesing, atau sedang menjenguk anaknya di Ponorogo, atau di Madiun. Saat itulah mereka menggodaku, merayuku. Aku risih sekali apabila mereka datang ke rumahku. Banyaklah modusnya, ada yang ingin ketemu Mbah Ronggo. Ada yang kepingin mengajak main anakku yang masih kecilkecil, atau apalah, pokoknya aku risih. Mereka tahu kalau aku istri sah Mbah Ronggo. Walau beliau sepuh dan aku masih remaja, dia tetap suamiku. Maka, orang lain tidak boleh mengganggunya. Begitulah usahaku untuk mengusir mereka, di kala mereka datang.


Penulis

Ki Setyo Handono - Terlahir normal di Brangkulon Tagalombo Pacitan Jawa Timur pada 1966. Ayah bernama Wakidjo al Hardjodarsono, Ibu bernama Nanik Sumarni. Simbah dari Ayah bernama Mbah Martawi pegawai kantor distrik Tegalombo, Mbah Putri bernama Borinem, terus Mbah Djuminah. Sedangkan Simbah dari ibu bernama Suwandi juru tulis Belanda, dan Mbah Putri (nama Jawanya Genduk Marni) beliau asli keturunan orang Belanda, nama Londonya gak tahu deh? Mbah Londo berkulit putih, berhidung mancung, berambut pirang, mata biru, persis wong londo.

Pendidikan saya; pernah sekolah di SD Tegalombo 1, kemudian pernah sekolah di SMP PGRI 13 Tegalombo, dan pernah melanjutkan di SMA 271 Negeri 1 Pacitan jurusan IPS, (dan jurusan Pacitan-Tegalombo, naik bus Aneka Jaya, kalau libur), terus pernah kuliah di Seni Rupa, terus pernah kuliah di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, terus pernah kuliah di Megister Panggah Dedel (MPd), atau apalah. Sudah ya ah… bagiku gak penting gak usah diurus pendidikan gue nggak layak ditulis pokoknya.

Pengalaman menulis, mulai kelas satu SD (1971) yakni nulis; ibu budi, bapak budi, paman budi, adik budi, dan teman-teman budi bahkan klas tiga baru lancar menulis pengalaman Budi ketika Budi hidup di sekolah dan masyarakat … ternyata menulis itu asssyyiik …

Daftar Isi

Cover
Merangkai Harapan
Rehat Sejenak
Ucapan Terima Kasih
Daftar Isi
Kisah Awal
Hari-hari Bahagia
Masa Indah Itu Pun Berakhir
Medan Perjuangan Kian Berat
Meniti Jalan Nan Terjal
Apakah Aku Bisa Menjalani?
Allah Benar-benar Bijaksana
Fitnah 1965 Jadikan Aku Tahanan Politik
Sembilan Bulan Di Cungkup Kuburan
Alhamdulillah Kesehatanku Mulai Membaik
Ngelmu Dari Mbah Ronggo
Kami Tidak Seburuk Itu
Akhir Tahun 1973 Aku Bebas
Tak Seindah Yang Kubayangkan
Terkenang Kembali
Hari-hari Bahagia Bersama Mbah Ronggo
Sang Komandan
Rona Pagi Berkabut Tipis
Sang Kapten
Udin Anak Kesayangan Bapak
Mahligai Berantakan
Dapat Amanah Dari Bapak
Ternyata Hadiahnya?
Anak Selalu Sabar Kok?
Akhirnya Aku Jadi Istri Kang Udin
Mungkin Bulan Madu Namanya?
Indahnya Pohon Trembesi
Primadona Penjara
9 Bulan Momong Anak Wakil Lapas
Terbang Ke Langit Tinggi
Tetesan Embun Pagi
Doa Orang Teraniaya
Luluhnya Hati
Airnya Jangan Keruh
Godaan Itu Datang Lagi
Terjebak Lagi
Anakku
Seperti Anakku sendiri
Pantang Menyerah
Jangan Lepaskan Kebahagiaanku
1982 Aku Pindah Ke Gesing
Semangat Baru
Berlibur
Insyaf
Masa-masa Pensiun
2001, Obi Meninggal
Kecelakaan Maut 12 Maret 2003
Hatiku Layu
Bagai Layang-layang Putus
Ternyata Sangat Berharga Bagiku
Aku Lanjutkan Perjuangannya
Semoga Jadi Amal Ibadah
Gadaikan Sertifikat
Anggota PWRI Tidak Tertib Mengangsur Hutang
Puasa Yang Sepi
Lembaran yang Hambar
Endang Melacak Sertifikatnya
Sertifikat Endang Kembali
Perjuangan Anakku Luar Biasa
Sarung Itu Sangat Bernilai
Aku Sendiri Lagi
Ada Yang Ganjil Dalam Tubuhku
Persiapan Ke Jakarta
Perjalanan Menuju Jakarta 1
Ternyata Kanker Ganas!
Kanker Serviks Sembuh
Bu Ronggo Pulang Ke Gesing
Istirahat Di Rumah
Bu Ronggo Sakit Lagi
Sakit Liver Juga Bermasalah?
Kanker Ganas Menyerang Liver Bu Ronggo
Meninggal Dalam Pelukanku
Tentang Penulis