Ikhtisar
Anwar Sadat (1918-1981) pernah berujar, “Keyakinan berarti seorang manusia harus memandang petaka sebagai takdir yang wajib dimilikinya, entah itu harta, tenaga, pikiran, hingga nyawa, demi keyakinan yang dianutnya. Perjuangan sebagian kaum Muslimin di Nusantara untuk dapat menunaikan ibadah haji ke Makkah termasuk salah satunya. Tempo doeloe, kakek nenek kita berani menempuh perjalanan sangat jauh, menantang ganasnya topan dan badai di lautan, gersangnya padang pasir, dan kejamnya para perampok di perjalanan, demi menuntaskan cita-cita memenuhi panggilan Ilahi. Sebuah panggilan yang seringkali harus dibayar dengan linangan air mata, darah, bahkan nyawa.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ibadah haji telah membawa pengaruh yang besar terhadap kehidupan kaum Muslimin di Nusantara, khususnya pada masa-masa sebelum kemerdekaan. Dalam pandangan sejarawan senior Indonesia, (alm) Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo, perjalanan haji telah melahirkan satu benteng solidaritas yang ampuh di dunia Islam. Betapa tidak, orang-orang yang telah menunaikan ibadah itu pulang ke negeri mereka dengan membawa semangat kebesaran dan keagungan Islam. Inilah yang kemudian menggerakkan sebagian kaum Muslimin untuk melakukan perlawanan terhadap kaum kolonialis yang dianggap kafir, dalam hal ini Pemerintah Kolonial Belanda. Salah satu peristiwa fenomenal dan paling menarik dalam konteks ini adalah pemberontakan petani Banten tahun 1888 yang dipelopori oleh para haji. Dengan demikian, menurut Guru Besar Sejarah UGM ini, makna terpenting dari perjalanan haji itu harus dicari pada tingkat ideologis sebagai sesuatu yang menggerakkan lahirnya berbagai gerakan perlawanan.
Pendahuluan / Prolog
Kata Pengantar
Bagi kaum Muslimin di Indonesia, menunaikan ibadah haji ke tanah suci Makkah merupakan sebuah fenomena yang “biasa” sekaligus “luar biasa”. Ibadah haji dikatakan biasa lebih dilihat dari sebuah fenomena sosial, yaitu bahwa setiap tahun ribuan bahkan ratusan ribu orang menyengajakan diri untuk melaksanakannya. Bahkan, walaupun quota sudah ditambah, daftar tunggu pun masih saja penuh. Adapun fenomena luar biasa dilihat dari aspek emosi yang dirasakan oleh orang-orang yang “beruntung” bisa menunaikannya atau orang-orang yang dekat dengan calon haji, atau orang-orang yang sudah sangat ingin menunaikannya, akan tetapi belum kesampaian. Kedua hal ini sejatinya sudah berlangsung berabad-abad lamanya, tepatnya sejak Islam masuk ke Nusantara, walaupun intensitasnya bisa berbeda pada setiap zaman.
Melihat begitu menariknya fenomena haji di Indonesia, penulis pun tergerak untuk coba menuangkan sebagian kecil fakta tentang sejarah haji di Indonesia, khususnya pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, yang terentang dari awal abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-20, ke dalam tulisan. Penggambaran sejarah perhajian dalam buku ini dilakukan secara deskriptif naratif, dengan penekanan pada urut-urutan dari prosesi ibadah haji itu sendiri, khususnya sejak tahap persiapan di tanah air sampai kembali lagi ke tanah air.
Tentu saja, ada banyak kesulitan dalam proses penulisan buku ini, khususnya dalam hal sumber rujukan. Sebab, bukubuku yang membahas tentang sejarah perhajian di Indonesia relatif sedikit. Apalagi kalau berbicara tentang data-data primer sejarah haji, semisal buku tentang haji yang ditulis pada masa kolonial ataupun catatan perjalanan haji yang dilakukan oleh seorang tokoh atau pelaku sejarah, jumlahnya bertambah sedikit alias bisa dihitung dengan jari.
Namun alhamdulillâh, penulis mendapatkan sebuah buku rujukan antik terbitan tahun 1925 yang ditulis oleh RAA Wiranatakusuma. Boleh jadi, inilah satu-satunya catatan perjalanan haji yang ditulis oleh orang Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan. Penggambaran di dalamnya cukup menarik, unik, sekaligus menggelitik, khususnya jika dilihat dari sudut pandang orang yang hidup pada abad ke-21 ini. Selain dari buku-buku yang terbit setelah era kemerdekaan, penulis pun mendapatkan sekian banyak data dari kumpulan laporan dan tulisan Dr. Snouck Hurgronje tentang haji, di mana ia sendiri terlibat di dalamnya sebagai peneliti.
Akhir kata, semoga penggambaran sejarah haji, khususnya tentang bagaimana orang-orang Indonesia tempo doeloe berhaji, bisa memberikan secercah pengetahuan bagi generasi muda tentang sejarah perjalanan bangsanya. Besar harapan, pengetahuan ini bisa melahirkan inspirasi untuk bisa berbuat lebih bagi bangsa, negara, dan agama sesuai dengan kapasitas diri dan peranan yang diembannya masing-masing.
Penulis pun mengucapkan terima kasih kepada siapapun yang telah berkontribusi bagi selesainya naskah ini. Semoga Yang Mahakuasa membalas segala kebaikannya dengan sesuatu yang lebih baik dan lebih agung. Âmîn.
Salam,
Penulis
Penulis
Emsoe Abdurrahman - Emsoe Abdurrahman. Pria berkacamata ini lahir di Lembang pada 13 Juli 1979. Aktivitas sehari-harinya banyak diisi dengan membaca, menulis, merenung, jalan-jalan, browsing, dan menjalankan kewajiban sebagai hamba Ar-Rahman, plus mengelola dua newsletter online, yaitu Newsletter TasQ dan Rumahku Surgaku.
Daftar Isi
Sampul
Kata Pengantar
Pendahuluan
Daftar Isi
Bagian 1. Haji di Mata Kaum Muslim di Nusantara
Bagian 2. Berhaji Pada Era Kapal Layar
Bagian 3. Berhaji pada Era Kapal Uap
Kisah Sebelum Keberangkatan
Pemberangkatan Jamaah Haji
Kondisi Jamaah Haji di Dalam Kapal
Karantina Pulau Kameran
Kondisi Jamaah Haji di Jeddah
Kondisi Jamaah Haji di Makkah
Kondisi Makkah Awal Abad Ke-20
Masjidil Haram
Kiswah dan Tradisi Mahma
Penipuan Terhadap Jamaah Haji
Pelayanan Kesehatan
Mewahnya Air
Kegiatan Jamaah Haji di Tanah Suci
Perjalanan Pulang
Karantina Terakhir di Pulau Onrust
Sambutan Nan Meriah di Kampung Halaman
Bagian 4. Penutup
Daftar Pustaka
Daftar dan Sumber Gambar
Glosarium
Profil Penulis