Tampilkan di aplikasi

Buku Peneleh hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Anomali Kedaulatan Rakyat dalam UUD 1945 Pasca Amandemen

1 Pembaca
Rp 84.500 15%
Rp 71.825

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 215.475 13%
Rp 62.248 /orang
Rp 186.745

5 Pembaca
Rp 359.125 20%
Rp 57.460 /orang
Rp 287.300

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Buku yang hadir ke hadapan pembaca dengan judul “ANOMALI KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD 1945 PASCA AMANDEMEN” ditulis oleh saudara Muhamad Saleh, SH, MH, sudah lama disiapkan oleh penulisnya sejak menempuh studi magister di Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Fokus buku ini juga sudah berkalikali bahkan rutin dikaji oleh teman-teman di ‘Markas Pukapaku” yang diinisiasi oleh penulis. Dalam pandangan saya, buku ini hadir di saat yang tepat karena di tahun 2018 MPR kembali mengagendakan melakukan amandemen ulang (kelima), antara lain akan ‘menghidupkan kembali’ haluan negara dan ketetapan MPR, serta menempatkan kembali MPR sebagai rumah kedaulatan rakyat. Sehingga buku ini bisa ikut berkontribusi menyumbangkan pemikiran tertulis kepada MPR dan sekaligus menambah dan melengkapi sejumlah referensi yang membincangkan perihal kedaulatan rakyat dan MPR.

Isu perihal perlu tidaknya dilakukan amandemen (kelima) UUD 1945 selalu saja menghiasi pemberitaan media massa pasca amandemen. Sikap pro dan kontra terhadap wacana amandemen UUD 1945 yang diusung oleh sejumlah anggota DPD dan beberapa anggota DPR sudah sering kita dengar. Kalau hari ini kita mendengar sejumlah anggota DPD dan DPR mendukung usulan amandemen, tiba-tiba esok hari beritanya sudah lain, ramai-ramai menarik dukungan untuk amandemen. Ada apa dengan UUD 1945? Mengapa harus diamandemen (ulang)? Tepatkah amandemen ‘sangat terbatas’ ini (Pasal 22D) dilakukan MPR? Apa kemanfaatan dari amandemen ‘sangat terbatas’ ini bagi rakyat? Kapan amandemen kelima UUD 1945 akan dilakukan? Siapa yang melakukan amandemen? Bagaimana amandemen UUD 1945 harus dilakukan? Mengapa MPR ingin membuat haluan negara di era pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat? Mengapa ingin menghidupkan kembali Ketetapan MPR? Kompleksitas persoalan tersebut tidaklah mudah untuk dicarikan jawabannya, selain perlu kajian komprehensif dan matang, juga diperlukan grand desain yang mantap sebelum melakukan perubahan UUD 1945.

Sejumlah kalangan masyarakat menilai hasil perubahan UUD 1945 oleh MPR cukup positif. Hasil perubahan yang dilakukan oleh MPR tahun 1999-2002 merupakan kontribusi positif terhadap upaya perbaikan sistem ketatanegaraan Indonesia ke depan. Dengan perubahan pasal-pasal tersebut, hasil perubahan MPR telah berhasil meletakkan sendi-sendi checks and balances, termasuk membatasi kekuasaan eksekutif, MPR telah berhasil mengubah dengan tegas tentang darimana kedaulatan diperoleh (locus of souvereignty). MPR yang terdiri anggota-anggota DPR dan anggota-anggota DPD merupakan realisasi demokrasi perwakilan. Sebagai lembaga negara, MPR hanya eksis ketika DPR dan DPD berada dalam sidang gabungan (joint session). Inovasi politik dan hukum melalui perubahan UUD 1945 oleh MPR era reformasi juga berkaitan dengan pemilihan langsung anggota, Presiden dan Wakil Presiden. Perjuangan politik dan hukum yang dilakukan MPR merupakan awal dari desakralisasi terhadap keberadaan UUD 1945. Keberhasilan MPR dalam Perubahan UUD 1945 merupakan pemutusan mata rantai kemandegan konstitusional menuju sistem ketatanegaraan yang lebih baik dan bersih. Komitmen MPR terhadap perubahan begitu besar tanpa mengabaikan nilai-nilai khusus bangsa Indonesia. Tercapainya kesepakatan nasional tentang Pembukaan UUD 1945, bentuk Negara Kesatuan dan Republik, serta sistem Pemerintahan Presidensiil merupakan bukti komitmen historis Perjanjian Luhur suatu bangsa.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Muhamad Saleh, SH, MH
Editor: Aji Dedi Mulawarman

Penerbit: Peneleh
ISBN: 9786025321412
Terbit: Maret 2019 , 167 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Buku yang hadir ke hadapan pembaca dengan judul “ANOMALI KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD 1945 PASCA AMANDEMEN” ditulis oleh saudara Muhamad Saleh, SH, MH, sudah lama disiapkan oleh penulisnya sejak menempuh studi magister di Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Fokus buku ini juga sudah berkalikali bahkan rutin dikaji oleh teman-teman di ‘Markas Pukapaku” yang diinisiasi oleh penulis. Dalam pandangan saya, buku ini hadir di saat yang tepat karena di tahun 2018 MPR kembali mengagendakan melakukan amandemen ulang (kelima), antara lain akan ‘menghidupkan kembali’ haluan negara dan ketetapan MPR, serta menempatkan kembali MPR sebagai rumah kedaulatan rakyat. Sehingga buku ini bisa ikut berkontribusi menyumbangkan pemikiran tertulis kepada MPR dan sekaligus menambah dan melengkapi sejumlah referensi yang membincangkan perihal kedaulatan rakyat dan MPR.

Isu perihal perlu tidaknya dilakukan amandemen (kelima) UUD 1945 selalu saja menghiasi pemberitaan media massa pasca amandemen. Sikap pro dan kontra terhadap wacana amandemen UUD 1945 yang diusung oleh sejumlah anggota DPD dan beberapa anggota DPR sudah sering kita dengar. Kalau hari ini kita mendengar sejumlah anggota DPD dan DPR mendukung usulan amandemen, tiba-tiba esok hari beritanya sudah lain, ramai-ramai menarik dukungan untuk amandemen. Ada apa dengan UUD 1945? Mengapa harus diamandemen (ulang)? Tepatkah amandemen ‘sangat terbatas’ ini (Pasal 22D) dilakukan MPR? Apa kemanfaatan dari amandemen ‘sangat terbatas’ ini bagi rakyat? Kapan amandemen kelima UUD 1945 akan dilakukan? Siapa yang melakukan amandemen? Bagaimana amandemen UUD 1945 harus dilakukan? Mengapa MPR ingin membuat haluan negara di era pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat? Mengapa ingin menghidupkan kembali Ketetapan MPR? Kompleksitas persoalan tersebut tidaklah mudah untuk dicarikan jawabannya, selain perlu kajian komprehensif dan matang, juga diperlukan grand desain yang mantap sebelum melakukan perubahan UUD 1945.

Sejumlah kalangan masyarakat menilai hasil perubahan UUD 1945 oleh MPR cukup positif. Hasil perubahan yang dilakukan oleh MPR tahun 1999-2002 merupakan kontribusi positif terhadap upaya perbaikan sistem ketatanegaraan Indonesia ke depan. Dengan perubahan pasal-pasal tersebut, hasil perubahan MPR telah berhasil meletakkan sendi-sendi checks and balances, termasuk membatasi kekuasaan eksekutif, MPR telah berhasil mengubah dengan tegas tentang darimana kedaulatan diperoleh (locus of souvereignty). MPR yang terdiri anggota-anggota DPR dan anggota-anggota DPD merupakan realisasi demokrasi perwakilan. Sebagai lembaga negara, MPR hanya eksis ketika DPR dan DPD berada dalam sidang gabungan (joint session). Inovasi politik dan hukum melalui perubahan UUD 1945 oleh MPR era reformasi juga berkaitan dengan pemilihan langsung anggota, Presiden dan Wakil Presiden. Perjuangan politik dan hukum yang dilakukan MPR merupakan awal dari desakralisasi terhadap keberadaan UUD 1945. Keberhasilan MPR dalam Perubahan UUD 1945 merupakan pemutusan mata rantai kemandegan konstitusional menuju sistem ketatanegaraan yang lebih baik dan bersih. Komitmen MPR terhadap perubahan begitu besar tanpa mengabaikan nilai-nilai khusus bangsa Indonesia. Tercapainya kesepakatan nasional tentang Pembukaan UUD 1945, bentuk Negara Kesatuan dan Republik, serta sistem Pemerintahan Presidensiil merupakan bukti komitmen historis Perjanjian Luhur suatu bangsa.

Pendahuluan / Prolog

Pendahuluan
Paska reformasi 1998, Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilu 1999 melakukan amandemen UUD 1945 sebanyak 4 kali, dan berlangsung dari tahun 1999-2002. Amandemen yang dilakukan ketika itu didorong oleh keinginan untuk memperbaiki iklim demokrasi, tata kelola pemerintahan, penghormatan terhadap hak asasi manusia, meminimalisir peluang korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan penguatan otonomi daerah.

Alasan melakukan amandemen tersebut didasari oleh pandangan bahwa pemerintah Orde Baru merupakan rezim otoriter, dan otoritarian Orde Baru itu memperoleh pembenaran dari UUD 1945. UUD 1945 dianggap sangat executive heavy, dan memberi peluang pada presiden untuk memegang kekuasaan tertinggi tanpa bisa dikontrol oleh kekuasaan Negara yang lain.

Karena UUD 1945 dianggap sebagai sumber penyalahgunaan kekuasaan, maka dengan semangat reformasi, kehendak mayoritas rakyat yang tercermin dari anggota MPR ingin memangkas peluang kembalinya pemerintah yang otoriter dari sumbernya.

Pemerintahan otoriter, yang meletakkan kekuasaan pada presiden, dan ingin selalu melanggengkan kekuasaan—bila dengan menggunakan tangan besi, memiliki kecenderungan berperilaku koruptif, kolutif, dan nepotis. Dan kecenderungan perilaku otoritarian itu mewujud dalam pemerintahan Orde Baru, dalam kurun 32 tahun. Dalam masa itu kemudian terpupuk semangat perlawanan yang memuncak pada gerakan reformasi 1998. Semangat anti Orde Baru itulah menjadi dasar utama kehendak untuk mengamandemen UUD 1945, setelah gerakan reformasi berhasil menumbangkan kekuasaan Orde Baru.

Semangat ‘emosional’ anti Orde Baru yang dijadikan dasar pijak untuk membedah konstitusi, dan dorongan untuk sesegera mungkin melakukan perubahan UUD, membuat pembahasan amandemen UUD dilakukan secara terburu-buru, dan bersifat parsial. Pembahasan yang memfokuskan pada pasal demi pasal dalam melakukan amandemen, merupakan bukti bahwa amandemen dilakukan secara parsial, disesuaikan dengan suasana kebatinan ketika MPR hasil Pemilu 1999 bersidang.

Editor

Aji Dedi Mulawarman - Forum Dosen Ekonomi dan Bisnis Islam atau FORDEBI adalah wadah bagi dosen dan perguruan tinggi di Indonesia untuk bekerja sama mengembangkan kurikulum, SDM, dan riset di bidang ekonomi, manajemen, dan akuntansi syariah.

Daftar Isi

Cover
Prawacana Penerbit: Dari Anomali menuju Daulat Rakyat
Pengantar: Amandemen Ulang UUD 1945 untuk Desain MPR
Pengantar Penulis
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Bab II Negara, Kedaulatan Rakyat, Dan Staatsidee
Bab III MPR Sebagai Pelaksana Kedaulatan Rakyat
Bab IV MPR Paska UUD Perubahan
Bab V Penutup
Daftar Pustaka