Tampilkan di aplikasi

Buku Peneleh hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

(Dari) Laron Hingga Kupu-Kupu

1 Pembaca
Rp 44.500 15%
Rp 37.825

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 113.475 13%
Rp 32.782 /orang
Rp 98.345

5 Pembaca
Rp 189.125 20%
Rp 30.260 /orang
Rp 151.300

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Satu demi satu engkau muncul dari ruang-ruang remang dari lorong-lorong yang gelap bahkan dalam lubang tanah yang gelap nan lembab engkau bergantung di antara ranting-ranting dalam kepompong yang tergantung nyaris terputus lalu engkau merangkak, berjalan dan terbang

ketika usiamu baru saja merangkak (beranjak) ketika sayapmu baru saja mengepak hasrat dan rindumu telah kau tebarkan di sudut-sudut pustaka pena telah kau coba tuliskan di atas daun-daun lontar jiwa-jiwa pun telah kau usik untuk bangkit

laron-laron itu kini bangkit dan merangkak dari lubang-lubang tanah nan gelap laron-laron itu kini menata asa dalam kepakan sayap yang lemah... namun pasti pelan tapi pasti... sayap-sayap itu mulai mengepak dan terbang laron-laran itu kini terbong menembus kegelapan mencapai cahaya meski tak terbilang yang harus jatuh dan terkapar... mati

aku berbisik dalam hening mengapa engkau terus memburu kematian dalam cahaya itu mengapa engkau menukar cahaya dengan kematianmu tidakah itu sia-sia bagimu dan generasimu lalu engkau berbisik dan mengajariku dengan keyakinan.. kami sesungguhnya tidaklah mati, karena sesungguhnya kematian itu adalah kehidupan

lalu kulihat kepompong-kepompong itu kini mulai meretas menatap dunia kepakan sayap telah mengayun pelan pesona warna keindahan telah kau ukir di atas sayap-sayap mungilmu saripati bunga telah kau sebar di setiap pucuk-pucuk mekar sari pati bunga telah kau ubah jadi madu

kini... kupu-kupu itu telah terbang menebar pesona keindahan betapa takjub aku melihat keindahanmu sementara... laran-laron itu menjadi simbol pencarian kebenaran dalam perjumpaan.... mereka berkata.... ternyata semua kan indah pada waktunya

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Darwis Said
Editor: Fadjar Setiyo Anggraeni

Penerbit: Peneleh
ISBN: 978626366172
Terbit: Desember 2021 , 75 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Satu demi satu engkau muncul dari ruang-ruang remang dari lorong-lorong yang gelap bahkan dalam lubang tanah yang gelap nan lembab engkau bergantung di antara ranting-ranting dalam kepompong yang tergantung nyaris terputus lalu engkau merangkak, berjalan dan terbang

ketika usiamu baru saja merangkak (beranjak) ketika sayapmu baru saja mengepak hasrat dan rindumu telah kau tebarkan di sudut-sudut pustaka pena telah kau coba tuliskan di atas daun-daun lontar jiwa-jiwa pun telah kau usik untuk bangkit

laron-laron itu kini bangkit dan merangkak dari lubang-lubang tanah nan gelap laron-laron itu kini menata asa dalam kepakan sayap yang lemah... namun pasti pelan tapi pasti... sayap-sayap itu mulai mengepak dan terbang laron-laran itu kini terbong menembus kegelapan mencapai cahaya meski tak terbilang yang harus jatuh dan terkapar... mati

aku berbisik dalam hening mengapa engkau terus memburu kematian dalam cahaya itu mengapa engkau menukar cahaya dengan kematianmu tidakah itu sia-sia bagimu dan generasimu lalu engkau berbisik dan mengajariku dengan keyakinan.. kami sesungguhnya tidaklah mati, karena sesungguhnya kematian itu adalah kehidupan

lalu kulihat kepompong-kepompong itu kini mulai meretas menatap dunia kepakan sayap telah mengayun pelan pesona warna keindahan telah kau ukir di atas sayap-sayap mungilmu saripati bunga telah kau sebar di setiap pucuk-pucuk mekar sari pati bunga telah kau ubah jadi madu

kini... kupu-kupu itu telah terbang menebar pesona keindahan betapa takjub aku melihat keindahanmu sementara... laran-laron itu menjadi simbol pencarian kebenaran dalam perjumpaan.... mereka berkata.... ternyata semua kan indah pada waktunya

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar
Mengapa Saya Menulis Puisi?
-Darwis Said

Sejak SMP senang mendengar ketika orang membaca puisi, biasanya di acara 17 Agustusan, ada sesuatu yang menyentuh, indah didengar dan enak dirasa. Mungkin karena dibacakan dengan penuh penghayatan. Jadi, saya menulis puisi, awalnya adalah karena senang mendengar dan menghayati.

Selain itu, juga sebagai ungkapan kekaguman dan penghargaan terhadap suatu subjek atau objek, selalu ada rasa dan keinginan untuk membuat puisi atau kalimat-kalimat yang menyerupai puisi. Misalnya diawal-awal saya mencoba membuat puisi itu bertema tentang pahlawan dan ibu.

Saya ingat ketika SMA, ada puisi saya tulis berjudul (Korban 40.000 jiwa) yang berceritakan tentang keganasan tentara westerling dalam membantai masyarakat sipil di Sulawesi Selatan, khususnya di daerah saya, Kabupaten Majene. Menurut saya, peristiwa seperti ini perlu diabadikan dalam berbagai media, termasuk media puisi. Tentu saja bukan untuk diratapi, tetapi untuk dikenang dan dihayati agar memberi pemahaman kepada kita semua dan kepada generasi yang akan datang bahwa betapa negeri yang indah dan kita cintai ini amatlah berharga untuk tetap kita rawat bersama, tidak hanya batas wilayahnya, tetapi yang lebih penting adalah merawat kebhinekaannya dalam berbagai dimensi.

Meskipun kemudian lama tidak menulis puisi, apalagi ketika mengambil jurusan akuntansi di Universitas Hasanuddin, kemudian bekerja sebagai auditor dan dosen akuntansi. Dalam masa itu, ada euphoria dan kegembiraan bekerja di berbagai tempat yang nyaris tanpa mengenal waktu. Dalam kurung waktu yang cukup lama ini, saya seperti terperangkap dalam lubang mekanistik dan semua yang berbau materi.

Namun dalam perjalanan waktu ada (rasa kering) yang menggelayut dalam jiwa saya yang sehari-hari hanya bergelut dengan angka-angka, prosedur dan berbagai dokumen laporan. Dalam situasi demikian, saya berusaha mengatasinya dengan membaca buku-buku lain di luar akuntansi dan ekonomi.

Situasi ini lebih terkondisikan ketika kuliah di Universitas Brawijaya Malang, dimana pada matakuliah metodologi penelitian, dosen saya, Iwan Triyuwono menggunakan metode olah akal dan olah rasa, dimana olah rasa ini dapat diungkapkan melalui puisi. Situasi ini membuat rasa dan keinginan saya untuk membuat puisi muncul lagi meskipun puisi-puisi yang saya buat tidak tersimpan dengan baik. Atas pengalaman ini pulalah sehingga muncul keinginan untuk membukukan puisi yang tersaji ini sebagai antologi puisi, paling tidak saya bisa jadikan media untuk mengolah rasa dan mengenang pengalaman-pegalaman batiniah di masa lalu.

Saya menggunkan kata rasa dan keinginan untuk menulis puisi, karena ketika menulis puisi, saya merasakan hati nurani sedang bicara dan sekaligus terjadi proses olah rasa atau menghaluskan rasa. Hal ini sangat bermanfaat ketika kita melakukan dzikir, bertafakkur dan juga meditasi atau semacamnya. Dzikir, tafakkuran, dan meditasi sejatinya juga adalah olah rasa untuk dapat terhubung dengan Tuhan.

Bahkan melalui dzikir dan semacamnya dapat memberi inspirai bagi seseorang untuk menculis puisi atau hal-hal lainnya yang kemudian dapat diformulasikan menjadi ilmu pengetahuan. Selain itu, juga sangat bermanfaat dalam mengasah rasa empati terhadap orang lain dan lingkungan kita.

Daftar Isi

Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
Salam Semesta Alam
Sabda Alam
Jiwa Alam
Ternyata Kami Belum Siap
Kesetiaan Alam di Tanah Pasundan
Menanti Damai dalam Hegemoni Kuasa
Dari Laron Hingga Kupu-Kupu
Senandung Nada Sungai Musi
Munajat Cinta
Menakar Ulang Keuntungan Akuntansi
Menembus Batas
Ketika Hati Harus Diuji
Syukur (Mencapai Diri yang tercerahkan)
Refleksi Menembus Waktu
Asa Diujung Waktu (Pengharapan yang Tak Pernah Lelah)
Akuntansi: Diantara Jasa dan Dosa
Menelisik Religiotas Akuntansi
Memori Hasrat Suci
Mei Shin
Guru
Refleksi Masa SMP
Sepenggal Cerita Dalam Gelombang Cita dan Asa
Renungan Suci
Rindu Kian Dalam
Mengenangmu Ayah
Pantun