Ikhtisar
Apakah Tuhan bergerak, berusia, bertujuan, berdiri, duduk, menangis, tertawa, tersenyum, marah. Apakah Tuhan bertangan, berkaki, dan bermata. Apakah Tuhan berada di Arsy, di langit, di bumi, dan di hati orang yang beriman. Jawaban dari semua pertanyaan ini adalah bisa ya dan tidak, bergantung bagaimana kita memahaminya. Tuhan sebagaimana adanya Dia tidak patut bagi kita menyandangkan pada-Nya atribut apapun tentang-Nya. Ini adalah rahasia-Nya yang tersembunyi dari selain-Nya. Sementara, Tuhan semesta yakni Tuhan yang dapat dipahami jiwa semesta, kita dapat menyandangkan ragam atribut keagungan dan kesucian kepada-Nya. Kita bisa mengadukan ragam suka duka kita dalam menapaki kehidupan dan mempercayai bahwa Dia Maha Mende ngarkan keluh kesah kita. Kita menyandangkan kepada realitas-Nya kedekatan dan keakraban dengan keseharian kita.
Tulisan ini mencoba memberikan wacana pemikiran tentang bagaimana mengenal Tuhan dalam perspektif eksistennya kedekatan antara Tuhan dan hamba. Bahwa, hubungan Tuhan dan hamba tidaklah harus senantiasa dipandang secara diametral, namun juga dapat dilihat eksistennya kemanunggalan antara Tuhan dan hamba. Memahami Tuhan sebagai Realitas yang dekat dengan hamba-Nya adalah sama pentingnya dengan pemahaman bahwa Tuhan adalah Realitas tak terjangkau.
Pendahuluan / Prolog
Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang memiliki kecerdasan paripurna dalam menangkap ragam fenomena yang terjadi dalam semesta. Dan dalam perjalanan kehidupannya, manusia akan senantiasa mempertanyakan eksistensi dirinya dan di luar dirinya. Pertanyaan yang mungkin adalah mengapa dia hidup, bagaimana harus menjalani kehidupan, untuk apa hidup, kearah mana kehidupan akan berakhir dan adakah realitas yang mengatur kehidupan ini. Pertanyaan terakhir adalah pertanyaan yang akan diajukan setiap jiwa mengingat kesadaran jiwa manusia sebagai makhluk yang lemah dan kesadaran akan eksistennya akhir kehidupan yakni kematian.
Kesadaran tentang kelemahan diri akan menuntun manusia mencari realitas yang mampu menjamin dan melindungi diri dari ragam kelemahan ini sebagai sandaran. Dan realitas yang menjadi sandaran jiwa manusia ini dinamakan Tuhan. Tuhan sebagai realitas yang menjadi sandaran jiwa manusia tentu saja harus memiliki ragam kriteria yang serba maha mencakup aspek kedigjayaan. Tuhan dalam persepsi manusia adalah harus yang Maha Hidup, Maha Mulia, Maha Perkasa, Maha Kasih dan aneka kemuliaan lain yang mampu membawa rasa keamanan dan ketentraman jiwa manusia saat bersandar kepada-Nya.
Kitab Suci Al Qur’an adalah perkataan Tuhan yang diturunkan ke dalam jiwa dengan bahasa tasybih yakni suatu bahasa penyerupaan yang mudah dipahami oleh segenap jiwa. Kitab Suci berasal dari langit. Lalu, Tuhan menurunkannya menjadi kualitas bumi, agar mudah dipahami. Maka teks-teks Kitab Suci terbatasi oleh kerangka ini dalam menjelaskan realitas Tuhan. Kitab Suci memaparkan tentang karakteristik Tuhan seperti termaktub dalam daftar Asmaul Husna.
Kitab Suci tidak bisa menjelaskan esensi Tuhan yang sebenarnya. Kitab Suci hanya menjelaskan tentang Tuhan yang dapat dipahami jiwa semesta. Bagaimana mungkin memahami suatu realitas yang tidak memiliki kesamaan frekuensi. Memahami sesuatu berarti mengimplikasikan adanya kesamaan frekuensi. Tanpa ini mustahil terjadi adanya kesepahaman. Tuhan dan hamba tidak terdapat kesamaan frekuensi, baik dalam skala kecil ataupun besar.
Apakah Tuhan bertujuan, apakah Tuhan berusia, apakah Tuhan bergerak, apakah Tuhan berkehendak, apakah Tuhan berkata-kata, apakah Tuhan hidup, apakah Tuhan dapat kita sembah. Semua pertanyaan ini adalah pertanyaan dalam kerangka ke-Tuhan-an yakni suatu pembicaraan tentang karakteristik Tuhan, dan bukan Tuhan sebagaimana adanya Dia.
Daftar Isi
Sampul
Dia, Anda dan Aku
Kata Pengantar
Daftar Isi
Pendahuluan
Bab I: Realitas Manifestasi Tuhan
Bab II: Esensi Ragam Nama-Nya
Bab III: Cahaya Tuhan Dalam Jiwa
Bab IV: Realitas Kitab Suci
Daftar Pustaka