Ikhtisar
Asia Tenggara abad ke-13 sampai abad ke-18, yang cenderung digambarkan statis oleh sebagian sejarawan, kontras dengan pembangunan monumen pada Negara klasik dan dinamika perdagangan dari kolonialis modern, dalam pandangan Anthony Reid harus diubah. Justru pada abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-17 inilah, Asia tenggara mengalami kotanisasi atau orientasi kota. Di kota-lah serangkaian ide dan teknologi yang menjanjikan peningkatan kebutuhan material dan spiritual saling dipertukarkan, arus urbanisasi kian meningkat, berbarengan dengan makin gencar dan terkristalnya revolusi keagamaan-Budha, Islam, dan Kristen - dan kebangkitan monarki absolut.
Kosmopolitanisme ini memungkinkan, lewat jaringan perdagangan, Banten di Jawa Barat mampu bertalian dengan kota Bangkok di Thailand yang terus bersambung ke Kalkuta India, hingga Duke of York dan Raja Charles II di London. Mengapa pula Asia Tenggara runtuh? Buku ini akan memberikan jawaban secara komprehensif.
Pendahuluan / Prolog
Pendahuluan
Dasar pikiran untuk studi ini telah disampaikan lima tahun yang lalu bersamaan dengan terbitnya jilid pertama. Di sini saya hanya merasa perlu minta maaf bahwa bagian yang kedua ini terpaksa tertunda demikian lama. Jilid ini dapat dibaca tersendiri sebagai penjelasan tentang apa makna abad perdagangan itu sebagai suatu periode bagi Asia Tenggara. Tetapi bersamaan dengan jilid pertama, The Lands below the Winds (1988), tujuannya adalah untuk menyampaikan sebuah “sejarah utuh” yang di dalamnya peperangan, dinasti kerajaan, dan pedagang asing tidak lagi menjadi prioritas melebihi masalah makanan, kesehatan, dan hiburan bagi orang awam.
Jilid I menguraikan struktur kehidupan material dan sosial di wilayah tersebut; jilid II memilah-milahkan periode perubahan besar yang mentransformasikannya. Tetapi kelanjutan dan perubahan tidaklah dapat dipisahkan dengan tegas. Struktur kehidupan selalu berubah, walau secara lambat dan sering tidak tampak dalam waktu yang singkat. Sebaliknya, sifat khusus saling terkaitnya Asia Tenggara dan hubungannya dengan lingkungannya tetap ada dan terus berkembang meskipun terjadi peristiwa-peristiwa dramatis yang berakibat hancurnya kota-kota dan tergusurnya bangsa-bangsa.
Para pembaca akan segera mengetahui bahwa “zaman perdagangan” didefinisikan secara berbeda di tempat yang berbeda pula di dalam buku ini. Di dalam Bab I saya membicarakan data ekonomi, yang menunjuk permulaannya sekitar tahun 1400 dan puncaknya pada tahun 1570-1630. Krisis-krisis yang mengakhiri periode tersebut dibicarakan di dalam bab 5, dengan kesimpulan bahwa tahun 1629 dianggap, sebagai titik balik simbolis, meskipun ciri-ciri khusus periode itu tetap ada hingga pertengahan abad tersebut, dan baru pada tahun 1680-an dapat dianggap sebagai masa sekaratul-mautnya.
Meskipun demikian, masa tahun 1450-1680 adalah hal yang tertulis pada sampul buku ini dan merefleksikan isinya. Sekalipun tahun 1400 merupakan titik yang paling dapat diterima untuk menempatkan awal dari periode ekspansi perdagangan yang berkelanjutan, data untuk abad ke-15 kurang mencukupi untuk tipe sejarah yang saya usahakan untuk saya tulis ini. Jika tidak ada hal-hal lain, saya harapkan bahwa sifat yang tidak konsisten ini akan menggarisbawahi sesuatu yang jelas—yaitu bahwa periode hanyalah cara untuk membicarakan masalah yang spesifik dan harus berubah menurut pennasalahannya.
Seperti halnya wilayah lain yang luas di dunia ini, Asia Tenggara sifatnya sangat beragam. Meskipun buku ini menggambarkan irama sejarah seluruh wilayah tersebut, tidak semua bangsa dan tempat mendapatkan bagian yang sama. Perdagangan maritim, mata uang perak, persenjataan baru, cara hidup perkotaan, dan perubahan yang menyertainya mengenai nilai dan sistem politik sudah barang tentu lebih banyak menyentuh kota dibandingkan dengan wilayah pedesaan, kepulauan dan muara-muara sungai dibandingkan dengan wilayah pegunungan, alur arteri lalu lintas perdagangan utama dibandingkan dengan wilayah dataran-dataran persawahan.
Sejarah yang berfokus pada suatu kerajaan atau kebudayaan cenderung untuk melihat pada irama yang berbeda-beda, khususnya di wilayah perbatasan—Vietnam bagian utara dan Burma. Peliputan yang tidak merata tampak jelas di dalam Bab 3: perubahan-perubahan yang ditempa melalui Islam dan Kristen tidak memiliki persamaan pada agama Budha. Meskipun demikian, terdapat ikatan yang erat di wilayah tersebut secara keseluruhan, dan hal ini akan menjadi lebih jelas jika kita membicarakan wilayah yang lebih luas. Irama perdagangan intemasional berpengaruh terhadap penduduk Asia Tenggara secara tidak merata, tetapi sepanjang sejarah tidak ada yang tidak tersentuh olehnya. Bukti dalam periode ini tidak mendukung gambaran terdapatnya masyarakat yang paling sederhana yang bersifat autarkis (berdaulat mutlak) dan tidak berubah yang pernah dikenal di dalam kepustakaan.
Agar Asia Tenggara dapat memperoleh tempatnya di dalam studi komparatif dunia modern awal, saya kira penting untuk berusaha mengubah ukuran-ukuran yang dipakai di tempat dan periode tertentu ke dalam suatu sistem yang secara umum dapat dipahami. Karena itu saya berusaha untuk melukiskan bobot dan ukuran di dalam ekuivalensi metrik, dan mata uang dengan nilai bobot perak (lihat Glossary untuk nilai yang dipakai dalam perubahan ini).
Tetapi guna menghindari ilusi ketepatan, saya membulatkan hasil perhitungannya menjadi angka perkiraan. Perkiraan asli di dalam sumbernya sebagian besar telah merupakan perkiraan, sedangkan nilai yang tepat untuk semua ukuran yang saling berhubungan dan nilai mata uang yang berkaitan dengan perak sangat beragam di berbagai tempat dan waktu. Perkiraan ini tentu saja hanya memberikan petunjuk kasar dari urutan besarannya, dan dalam jangka waktu yang panjang, keadaannya naik turun.
Pada umumnya saya menggunakan nama tempat yang dipakai pada saat itu, meskipun di dalam ejaan modern. Siam dan Cochin-China adalah istilah yang dipakai oleh orang asing bagi dua kerajaan di Asia Daratan, dan lebih tepat dibandingkan dengan jika kita membaca mundur di dalam istilah nasional modern seperti Thailand atau Vietnam (Tengah). Sebaliknya, untuk bangsabangsa di Asia Tenggara, saya menggunakan istilah modern, termasuk bangsa Indonesia, Filipina, Thai, dan (untuk kelompok linguistik yang lebih luas) Tai.
Untuk menunjukkan salah satu pembedaan utama geografis dan budaya di Asia Tenggara, saya menggunakan istilah utama Daratan (untuk daerah yang sekarang adalah Burma, Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam) dan Kepulauan (untuk daerah yang sekarang ini adalah Malaysia, juga Indonesia dan Filipina).
Dalam mengacu sumbernya, saya hanya mengutip teks dari penulis aslinya dan dari terbitan pertamanya, atau sekiranya ada yang lebih tepat, pada saat penulisannya. Semua informasi bibliografi yang lain, termasuk lokasi dari sumber manuskrip dalam arsip bahasa Inggris dan Belanda, dapat ditemukan di dalam Acuan atau Referensi. Saya sekali lagi mengucapkan terima kasih kepada semua saja yang telah menyunting, membuat transkrip, dan menerjemahkan sumber yang telah saya gunakan tersebut. Ungkapan rasa terima kasih yang sangat dalam ini hanya dapat diwujudkan dalam bentuk daftar referensi yang disusun dengan teliti.
Rasa terima kasih saya secara pribadi dan kelembagaan tumbuh makin subur sejak jilid pertama. Universitas Nasional Australia (ANU) selalu memberikan dukungan terhadap penelitian saya dengan penuh kemurahan hati—memang benar, hanya ada sedikit tempat lain yang memungkinkan penulisan buku semacam ini. Meskipun demikian, tulisan ini tentu akan selesai lebih lambat tanpa dilepaskannya saya dari tugas untuk beberapa bulan yang sangat berharga oleh lembaga-lembaga berikut: Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales, Paris, 1987; All Souls College, Oxford, 1987; Washington University dan Rockefeller Foundation, 1989; School of Oriental and African Studies, London, 1990; dan lagi, Rockefeller Foundation, di Villa Serbelloni, 1991.
Mengenai bantuan materi, gagasan, dan komentar yang kritis, saya menyampaikan terima kasih kepada Peter Boomgaard, John Bowen, Jennifer Brewster, Harold Brookfield, Henri Chambert-Loir, Chen Xi-yu, Bruce Cruikshank, Dhiravatna Pombejra, Tony Diller, Dan Doeppers, Laura Dooley (dari Yale University Press), Humphrey Fisher, Cornell Fleischer, Mary Grow, Ito Takeshi, Ishii Yoneo, Charles Keyes, Ann Kumar, Ruurdje Laarhoven, Li Tana, Denys Lombard, Pierre-Yves Manguin, David Marr, Mo Yi-mei, Maung Maung Nyo, Richard O’Connor, Noman Owen, Peuipanh Ngaosyvathin, Craig Reynolds, M. C. Ricklefs, Michael Summerfield, dan Christopher Wake.
Patricia Herbert, Annabel Gallop, dan Henry Ginsburg di British Library, dan Doris Nicholson di Bodleian, yang sangat membantu dalam menyediakan bahan-bahan manuskrip. Yang berada di dekat rumah saya, Ian Heyward dan Nigel Duffy yang menggambar peta, dan David Bulbeck, Julie Gordon, Dorothy McIntosh, Kris Rodgers, Jude Shanahan, Tan Lay-cheng, dan Evelyn Winburn yang memberikan berbagai jenis bantuan yang tidak ternilai.
Daftar Isi
Sampul
Daftar Isi
Daftar Ilustrasi
Pengantar: Merintis Sejarah Total Asia Tenggara
Perubahan dan Kesinambungan
Asal-usul Kemiskinan di Asia Tenggara
Urbanisme dan Kapitalisme
Masalah Negara-negara Absolut
Pendahuluan
Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680, Jilid Dua
1: Zaman Perdagangan, 1400-1600
Rempah-rempah dan Lada
1400 : Munculnya Perdagangan
Tahun Ledakan Pesat, 1570-1630
Impor Perak dan Emas
Impor Tekstil dari India
Tanaman Ekspor
Masa Gemilang Jung Asia Tenggara
IImu Pelayaran
Organisasi Perkapalan
Transportasi di Pedalaman—Sungai dan Jalan
2: Kota dan Kegiatan Dagangnya
Kota Pelabuhan dan Jaringan Perdagangan
Dimensi Perkotaan
Struktur Kota di Asia Tenggara
Pasar-pasar
Mata Uang dan Komersialisasi—Kemenangan Perak
Organisasi Keuangan
Orang Kaya—Elite Perdagangan
Minoritas Perdagangan dan Kesukuan
Urbanisme dan Kapitalisme
3: Revolusi Agama
Agama Asia Tenggara
Berubah atau menempel saja
1540-1600: Polarisasi dan Batas-batas Agama
Daya Tarik Alih Agama
Bisa Dibawa-bawa
Terkait dengan Kekayaan
Keberhasilan Militer
Tulisan
Penghafalan
Menyembuhkan penyakit
Moral universal yang bisa diramalkan
Hambatan-hambatan dalam Alih-Agama
Kematian dan Roh-roh Halus
Kekuasaan dan Raja
Jawa sebagai Kasus Khusus
Puncak Pengaruh Islam Kitabiah
Tantangan Islam di Asia Tenggara Daratan
Budha dan Negara
4: Masalh yang Dihadapi Negara-Negara Absolut
Krisis-krisis Negara-negara Klasik
Negara-negara Pelabuhan di Abad ke-15
Pembentukan Negara di Abad ke-16
Pajak Perdagangan
Revolusi Militer
Diplomasi
Pemerasan
Absolutisme dan Saingan-saingannya
5: Asal-Usul Kemiskinan di Asian Tenggara
Perjumpaan Melalui Perang
Runtuhnya Pelayaran Mon dan Jawa
“Krisis” Abad ke-17
Faktor Runtuhnya Perdagangan
Faktor Iklim
Menarik Diri dari Ekonomi Dunia
Jawaban atas Hilangnya Pendapatan dari Perdagangan
Perdagangan Cina dan Polarisasi Etnik
Benteng Terakhir Perdagangan Islam, 1650-1688
Kesinambungan dan Perubahan
Tambahan: Dinasti-Dinasti Terpenting Dalam Kurun Niaga
Panduan Dalam Bacaan Selanjutnya
Daftar Singkatan
Daftar Pustaka
Indeks
Tentang Penulis
Kutipan
1: Zaman Perdagangan, 1400-1600
Rempah-rempah dan Lada
Pedagang Melayu mengatakan bahwa Tuhan menciptakan Timor untuk kayu cendana dan Banda untuk bunga pala (fuli) dan Maluku untuk cengkih, dan barang dagangan ini tidak dikenal di tempat lain di dunia kecuali di tempat itu.
Pires 1515: 204
1400 : Munculnya Perdagangan
Kami tahu bahwa untuk menguasai lautan biru orang harus melibatkan diri ke dalam perdagangan, sekalipun negaranya adalah gersang ..... Semua daratan di dalam laut dipersatukan pada satu orang, dan semua makhluk hidup dipelihara dengan kasih sayang; kehidupan tidak pemah demikian berkelimpahan pada generasi yang terdahulu dibandingkan dengan generasi yang sekarang.
- Sultan Mansur dari Melaka kepada Raja Ryukyu, 1 September 1468; dalam Kobata dan Matsuda 1969: III
Tanaman Ekspor
[Kepulauan sebelah timur] merupakan kawasan subur untuk buah-buahan dan barang dagangan yang khas seperti rempah-rempah dan obat-obatan lain yang tidak dapat ditemukan di tempat lain... Maka produk ini yang banyak tumbuh haruslah dilengkapi dengan lainnya; inilah sebabnya semua makanan menjadi sangat mahal, kecuali produknya sendiri, yang murah, dan mengapa sebabnya orang-orang ini terhalang untuk meneruskan saling hubungannya, agar yang satu menyediakan apa yang dibutuhkan oleh yang lain.
- Pyrard 161911: 169
Masa Gemilang Jung Asia Tenggara
[Orang Jawa] adalah semua orang yang berpengalaman di dalam seni navigasi, sampai mereka mengatakan bahwa inilah seni yang paling kuno, meskipun banyak orang lain menunjukkan rasa hormat ini kepada orang Cina, dan menegaskan bahwa seni ini diteruskan dari mereka kepada orang Jawa. Tetapi yang pasti adalah mereka dahulu berlayar ke Tanjung Harapan, dan mengadakan hubungan dengan pantai timur Pulau S. Laurenzo [Madagaskar], di mana sekarang banyak dijumpai penduduk asli yang berkulit coklat dan seperti orang Jawa yang mengatakan bahwa mereka adalah keturunan orang Jawa.
Gouto 1645 IV, iii: 169
IImu Pelayaran
Jika hendak engkau menjeling sawang Ingat-ingat akan hujung karang Jabat kemudi jangan kaumamang Supaya betul ke bandar datang
- Hamzah Fansuri, Syair: 112
Transportasi di Pedalaman—Sungai dan Jalan
Mereka menegaskan, dan tampaknya masuk akal, bahwa mereka dapat bepergian lewat darat dari Pegu dam Siam untuk membawa lada dan kayu cendana ke Cina—di sisi pedalaman Cina—karena orang Pegu dan Siam berdagang dengan Burma (bagian atas) di atas lanchara dan perahu mengarungi sungai yang terdapat di kerajaan-kerajaan tersebut.
Pires 1515: 111
2: Kota dan Kegiatan Dagangnya
Di mana-mana, pasar ada di antara rumah-rumah, seperti lukisan dinding tak berbatas, Kampung yang sibuk tak berujung, di mana warna ungu mendesak warna merah ..... Memang demikianlah keadaannya Sebuah kota kerajaan kaya dan megah..
-Nguyen Gian Thanh 1508, tentang Thang long
Kota Pelabuhan dan Jaringan Perdagangan
Melaka merupakan kota yang dibangun untuk barang dagangan, lebih cocok dibandingkan dengan kota lain mana pun di dunia; pada akhir musim dan awal musim yang lain. Melaka dikelilingi dan berada di tengah-tengah, dan perdagangan dan kegiatan niaga antara berbagai bangsa sejauh seribu liga (league = 3 mil) dari mana saja pasti datang ke Melaka. (Pires 1515: 286.)
Struktur Kota di Asia Tenggara
Sunan Gunung Jati memerintahkan kepada anak laki-lakinya untuk membangun kota di pantai, dan menunjukkan di mana seharusnya letak kraton [dalem], pasar, dan Alun-alun (Lapangan Utama).
- Sadjarah Banten, diringkas oleh Djajadiningrat 1913: 34.
Pasar-pasar
Beta beri lagi semas sekupang lebih Tidak dapat, hamba merugi Hamba pun tidak beri lebih Baik Bismillah, pergi tempat lain, lihat jika dapat beli murah, tidak tuan dapat tempat lain harga kurang; hamba dapat beri harga sekian, bagi barang orang dalam bandar; walakin mau beta laba sedikit, beta tidak duduk sini dalam kedai kan merugi, mau beta hidup kan ini; jikalau mau beri lima mas, tidak aku dapat tumpu, tuan kikir banyak! - Sebagian dari percakapan dalam bahasa Melayu di pasar di Aceh, dalam Houtman 1603: 63-66
Organisasi Keuangan
Cara berdagang pada umumnya di bandar (Aceh) sangat berbeda dengan di tempat lain, kecuali pengalaman telah membenarkannya, yang memang tidak dapat dipercaya. Para pembeli barang-barang dalam jumlah banyak seakan-akan hanya hak pabean, kecuali hanya sekitar empat dewa Dagon (dewa pertanian dan bumi) yang tidak berani terangterangan untuk menawar barang itu, sampai yang lain menolak mereka itu. Mereka tidak membayar dengan uang untuk pembelian apa pun, dan dia yang mau meminta bayaran uang, ia harus menjualnya kepada pemilik toko, yang hanya membeli dengan kodian (dua puluh potong kain) atau setengah kodian, dengan demikian para pemilik toko dapat menjualnya di Bazar ... Para saudagar ini tidak berkeinginan untuk menyimpan barang, kecuali barang-barang yang tidak menimbulkan kerugian yang mereka pendam di dalam tanah, seperli timah putih, batu belerang, dan sebagainya ... Jika engkau menjual, engkau harus mewajibkan mereka membayarkan dalam waktu berbulan-bulan, di mana hanya sedikit, atau tidak seorang pun, mampu untuk membayar bunganya setelah waktunya habis, jika kapal itu terlambat melampaui waktu yang diharapkan, dalam hal ini, Ratu dan Orang kaya utama sangat keras dalam melaksanakan keadilan—Clark, surat dari Aceh tanggal17 Desember 1643, IOL E/3/18:f.282-283
Orang Kaya—Elite Perdagangan
Saya menyanyikan syair tentang saudagar besar ini Dan tentang kekayaannya. Barangnya dan harganya Di luar hitungan, kesenangannya tak bercampur Di kota Indrapura ia berada Tanpa tara keberuntungannya. Ia memiliki Seribu budak, tua dan muda, yang berasal Dari Jawa dan pulau lain. Pangkatnya Lebih tinggi daripada Punggawa. Isteri miliknya Cukup banyak.
Syair Bidasari: 7