Tampilkan di aplikasi

Buku Pustaka Obor Indonesia hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Transisi dan Kandasnya Konsolidasi Demokratis Pasca-Soeharto

1 Pembaca
Rp 230.000 30%
Rp 161.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 483.000 13%
Rp 139.533 /orang
Rp 418.600

5 Pembaca
Rp 805.000 20%
Rp 128.800 /orang
Rp 644.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Demokrasi telah menjadi pilihan dan diadopsi banyak negara berkembang yang telah lepas dari kolonialisme dan imperialisme. Sebagai alternatif, di luar sistem pemerintahan otoriter dipimpin rezim sipil dan militer, demokrasi telah dipilih sebagai solusi terbaik untuk membawa negara ke masa depan yang lebih baik. Secara rasional, demokrasi diadopsi untuk mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan yang dihadapi negara yang bar merdeka, di tengah- tengah perbedaan latar belakang agama, ras, etnik, bahasa, dan ting kat pendidikan.

Demokrasi kemudian menjadi persoalan baru, karena munculnya instabilitas domestik yang dipicu konflik antarkelompok akibat hasil pembangunan yang tidak memuaskan di dalam sistem baru. Demokrasi lalu menjadi ancaman keamanan negara-negara baru karena kesejahteraan yang menjanjikan tidak kunjung tiba. Negara-negara baru menghabiskan biaya yang tinggi untuk pemilu, sementara pertumbuhan ekonomi tetap rendah dan kondisi ekonomi tidak kunjung membaik akibat pengangguran meningkat dan korupsi marak terjadi.

Demokrasi yang mensyaratkan keterbukaan telah memunculkan imbas berlipat dalam bentuk krisis ekonomi yang lebih parah. Keterbukaan dan kebebasan yang menghig,upkan demokrasi telah menciptakan radikalisme pemeluk agama dan anarkisme yang berujung pada instabilitas politik domestik. Kondisi buruk yang berkepanjangan membawa beberapa negara bar ke wilayah abu-abu dengan ke- tidakjelasan prospek demokratisasi mereka (Wolfgang Merkel, 2003).

Hampir lima dasawarsa sesudahnya, Amartya Sen (1998) mendukung tesis Huntington melalui tesis empiriknya bahwa kemiskinan terus berlangsung akibat alokasi kewenangan politik (kekuasaan) yang tidak adil. Kondisi itu telah menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi dan kemiskinan. Karenanya, demokrasi harus menjadi solusi, agar bisa berlangsung pembagian kewenangan politik, hukum, dan kekuasaan yang memungkinkan dilakukannya alokasi sumber-sumber daya ekonomi melalui pembuatan kebijakan pro-rakyat banyak yang tingkat kesejahteraannya mash rendah.

Di Milenium baru, para pernimpin negara dihadapkan pada pertanyaan, apakah mereka akan kembali ke titik awal, kembali mengaplikasikan sistem otoriter di bawah rezim sipil atau militer, ataukah tetap mempertahankan demokrasi sebagai pilihan terbaik yang relatif? Telah dipertanyakan, bisakah demokrasi melahirkan kembali kepercayaan masyarakat di banyak negara yang telah menjatuhkan pilihan padanya untuk menciptakan kesejahteraan ketika sinisme terhadapnya meningkat? Buku in mengungkap perjalanan Indonesia yang rawan di masa transisi demokratis dan pergulatannya dalam mewujudkan konsolidasi demokratis yang tidak kunjung diraihnya.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Poltak Partogi Nainggolan

Penerbit: Pustaka Obor Indonesia
ISBN: 9786233211192
Terbit: Desember 2021 , 451 Halaman










Ikhtisar

Demokrasi telah menjadi pilihan dan diadopsi banyak negara berkembang yang telah lepas dari kolonialisme dan imperialisme. Sebagai alternatif, di luar sistem pemerintahan otoriter dipimpin rezim sipil dan militer, demokrasi telah dipilih sebagai solusi terbaik untuk membawa negara ke masa depan yang lebih baik. Secara rasional, demokrasi diadopsi untuk mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan yang dihadapi negara yang bar merdeka, di tengah- tengah perbedaan latar belakang agama, ras, etnik, bahasa, dan ting kat pendidikan.

Demokrasi kemudian menjadi persoalan baru, karena munculnya instabilitas domestik yang dipicu konflik antarkelompok akibat hasil pembangunan yang tidak memuaskan di dalam sistem baru. Demokrasi lalu menjadi ancaman keamanan negara-negara baru karena kesejahteraan yang menjanjikan tidak kunjung tiba. Negara-negara baru menghabiskan biaya yang tinggi untuk pemilu, sementara pertumbuhan ekonomi tetap rendah dan kondisi ekonomi tidak kunjung membaik akibat pengangguran meningkat dan korupsi marak terjadi.

Demokrasi yang mensyaratkan keterbukaan telah memunculkan imbas berlipat dalam bentuk krisis ekonomi yang lebih parah. Keterbukaan dan kebebasan yang menghig,upkan demokrasi telah menciptakan radikalisme pemeluk agama dan anarkisme yang berujung pada instabilitas politik domestik. Kondisi buruk yang berkepanjangan membawa beberapa negara bar ke wilayah abu-abu dengan ke- tidakjelasan prospek demokratisasi mereka (Wolfgang Merkel, 2003).

Hampir lima dasawarsa sesudahnya, Amartya Sen (1998) mendukung tesis Huntington melalui tesis empiriknya bahwa kemiskinan terus berlangsung akibat alokasi kewenangan politik (kekuasaan) yang tidak adil. Kondisi itu telah menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi dan kemiskinan. Karenanya, demokrasi harus menjadi solusi, agar bisa berlangsung pembagian kewenangan politik, hukum, dan kekuasaan yang memungkinkan dilakukannya alokasi sumber-sumber daya ekonomi melalui pembuatan kebijakan pro-rakyat banyak yang tingkat kesejahteraannya mash rendah.

Di Milenium baru, para pernimpin negara dihadapkan pada pertanyaan, apakah mereka akan kembali ke titik awal, kembali mengaplikasikan sistem otoriter di bawah rezim sipil atau militer, ataukah tetap mempertahankan demokrasi sebagai pilihan terbaik yang relatif? Telah dipertanyakan, bisakah demokrasi melahirkan kembali kepercayaan masyarakat di banyak negara yang telah menjatuhkan pilihan padanya untuk menciptakan kesejahteraan ketika sinisme terhadapnya meningkat? Buku in mengungkap perjalanan Indonesia yang rawan di masa transisi demokratis dan pergulatannya dalam mewujudkan konsolidasi demokratis yang tidak kunjung diraihnya.

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar
Transisi demokratis menjadi momentum penting untuk diamati, sekaligus merupakan perkembangan yang rawan bagi Indonesia dalam perjalanan politiknya di akhir Orde Baru, dasawarsa 1990. Transisi demokratis yang dipimpin sipil kali ini, yang membedakannya dengan periode transisi politik sebelumnya yang dipimpin militer di akhir dasawarsa 1960, telah menemui nasib yang serupa: kandas tanpa arah dan masa depan, karena ketidakcakapan kaum sipil dalam merancang, mengelola, dan memimpin perjalanan demokrasi.

Sekalipun tidak membahasnya secara khusus sebagai referensi, buku ini mengingatkan kita opada karya-karya Giovanni Sartori (1994), Wolfgang Merkel (2003), dan Amartya Sen (1998), dalam upaya penulis mengungkap dan membahas dari dekat perjalanan dan proses transisi demokrati Indonesia dari dekat, yakni dari gedung parlemen, tempat berbagai kebijakan dibuat di negeri ini dan penulis bekerja selama tiga dasawarsa lebih.

Buku ini mengungkap apa yang penulis lihat dari dekat, dari ruang kerja penulis, berbagai peristiwa historis yang berlangsung dan kesepakatan-kesepakatan politik dan ekonomi maupun penentangan yang berlangsung, di meja sidang parlemen maupun halamannya, tempat berbagai resistensi diperlihatkan. Juga dibahas oleh penulis berbagai peristiwa di luar gedung, di jalan-jalan dalam berbagai aksi demonstrasi secara damai maupun yang diwarnai kekerasan warga dan tindakan represif aparat, dalam mekanimse politik sering disebut sebagai ‘parlemen jalanan.’

Perkembangan dunia internasional yang mendukung (kondusif) dan intervensi asing mewarnai begitu besar proses transisi demokratis negeri ini, seiring dengan munculnya konflik kepentingan yang memuncak antara kekuatan sipil dan militer, yang selama beberapa dasawarsa terakhir begitu dominan dan menguasai panggung politik Indonesia.

Interaksi dan konflik antara aktor negara dan non-negara muncul ke permukaan, yang menambah kompleks dan genting hubungan pusat dan daerah, yang selama ini dibiarkan terganggu akibat tidak dirawat secara harmonis. Semoga kehadiran buku dapat memberi kontribusi dalam melengkapi penulisan sejarah panjang perjalanan negeri ini dalam transisi demokratisnya, dari perspektif yang berbeda, dengan meneropong dari salah satu aktor pentingnya, parlemen.

Jakarta, September 2021
Poltak Partogi Nainggolan

Penulis

Poltak Partogi Nainggolan - Adalah research professor untuk masalah-masalah politik, keamanan dan hubungan internasional di Pusat Penelitian Badan Keahlian DPRRI. Menyelesaikan program Master Politik dan Hubungan Internasional (Studi Keamanan) di University of Birmingham, Inggris, dengan beasiswa dari Foreign Commonwealth Office (Chevening Scholarship), pada tahun 1999. Menyelesaikan program doktoral ilmu politik dan studi kawasan (Asia Tenggara) di Albert-Ludwigs-Universitaet Freiburg, Jerman, dengan beasiswa dari Hanns Seidel Stiftung (HSS) pada tahun 2011.

Publikasi buku terkini antara lain Ancaman ISIS di Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2017; Indonesia dan Rivalitas China, Jepang dan India, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018; Kekhalifahan ISIS di Asia Tenggara, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018; Diplomasi Parlemen, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020; Masalah Keamanan Abad ke-21, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020; Konflik Internal dan Kompleksitas Proxy War di Timur Tengah, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020; Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020, dan ASEAN: Quo Vadis, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia: 2021. Transisi dan Gagalnya Transisi Demokratis PascaSoeharto, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2021; DPR dan Defisit Demokratis, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2021.

Daftar Isi

Cover
Daftar Isi
Kata Pengantar
Bab 1: Respons Indonesia Menghadapi Krisis Moneter
Bab 2: Dunia Internasional dan Disintegrasi Indonesia:
Bab 3: Amerika Serikat (AS) dan Krisis Moneter Asia Timur
Bab 4: Amerika Serikat dan Transisi Demokratis Indonesia
Bab 5: Amerika Serikat dan Transisi Demokratis Indonesia
Bab 6: Dampak Globalisasi terhadap Pertahanan Keamanan Nasional
Bab 7: Bantuan Luar Negeri dan Kondisionalitas
Bab 8: LSM dan Transisi Demokratis Indonesia
Bab 9: Pengkhianatan Kaum Intelektual
Bab 10: Pendudukan Gedung DPR/MPR oleh Mahasiswa:
Bab 11: Gerakan Mahasiswa Menjelang dan Pasca-Mei 1998
Bab 12: Menguak Tabir Mei 1998
Bab 13: Antara Mengungkap Fakta Sejarah dan Pembelaan:
Bab 14: Pelanggaran HAM hingga Referendum Timor Timur (Timtim)
Bab 15: Komando Teritorial dan Budaya Politik Militer
Bab 16: Mengapa Konflik Muncul Kembali di Kota Ambon?
Bab 17: Mencermati Hasil Pemilu Legislatif
Bab 18: Perlunya Perlindungan Kebebasan Informasi
Bab 19: Menghalau Siluman RUU Intelijen
Bab 20: Sipil-Militer yang Belum Selesai
Bab 22: Perlunya Pembenahan Manajemen TNI
Bab 23: Jokowi dan Reformasi Sektor Keamanan
Bab 24: Pekerjaan Rumah Reformasi Sektor Keamanan
Bab 25: Kapitalisme Internasional: Penjarahan Lahan dan Konflik Sosial
Bab 26: Islam dan Konsolidasi Demokratis Indonesia
Bab 27: Bangkitnya Populisme Global: Berbahaya di sana,
Bab 28: Peran Kapital dan Gagalnya Konsolidasi
Bibliografi
Indeks
Tentang Penulis