Tampilkan di aplikasi

Buku Pustaka Obor Indonesia hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

DPR dan Defisit Demokrasi

1 Pembaca
Rp 350.000 30%
Rp 245.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 735.000 13%
Rp 212.333 /orang
Rp 637.000

5 Pembaca
Rp 1.225.000 20%
Rp 196.000 /orang
Rp 980.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Begitu banyak sudah sumber daya dikeluarkan untuk memajukan parlemen negeri ini, yang bernama DPR, baik yang dikeluarkan negara maupun dalam kerja sama dengan negara lain. Semua ini tujuannya demi masyarakat dunia bisa melihat kemajuan Indonesia Indonesia dalam berpolitik dan bernegara, termasuk yang dilakukan dengan pengembangan pembangunan sebuah pusat riset (penelitian) dan Sumber Daya Manusia (SDM) di akhir dasawarsa 1980 dan akhir dasawarsa 1990. Di masa itu beberap peneliti senior dikirimkan ke parlemen mancanegara yang sudah jauh lebih maju untuk belajar langsung dari proses internship (pemagangan) dan studi lanjutan ke tingkat yang lebih tinggi, seperti master atau magister hingga doktor, ataupun sekadar mengikuti seminar dan lokakarya (workshop) yang intens, termasuk dengan Uni Parlemen Dunia (Inter-Parliamentary atau IPU) dan NGOs (Non Government Organizations –NGOs).

Studi komparatif (comparative study) unttk menyiapkan dan memajukan SDM antara lain dilakukan dengan mengirimkan peneliti ke negara contoh yang relatif baik penerap sistem politik yang berlainan, yang terlihat dalam praktik di dunia sampai dewasa ini. Dalam hal ini, praktik sistem presidensialisme a la Filipina (The Philippines) dan sistem parlementer model Westmister a la Selandia Baru (New Zealand) menjadi contoh. Segala plus-minusnya, baik dan buruknya ditelaah secara mendalam, dan menjadikannya sebagai alat pembanding untuk perbaikan sistem keparlemenan di Indonesia. Berbagai masukan juga dipelajari termasuk mengenai eksistensi dan pentingnya sistem pendukung parlemen, institusi sekretariat dan ketersediaan institusi risetnya, yang pada waktu itu masih ada dalam pikiran dan mimpi para petinggi dan pengambil keputusan yang berwenang di Gedung DPR, dalam kerja politik merepresentasikan kepentingan rakyat.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Poltak Partogi Nainggolan / Riris Katharina

Penerbit: Pustaka Obor Indonesia
ISBN: 9786233211413
Terbit: April 2022 , 691 Halaman










Ikhtisar

Begitu banyak sudah sumber daya dikeluarkan untuk memajukan parlemen negeri ini, yang bernama DPR, baik yang dikeluarkan negara maupun dalam kerja sama dengan negara lain. Semua ini tujuannya demi masyarakat dunia bisa melihat kemajuan Indonesia Indonesia dalam berpolitik dan bernegara, termasuk yang dilakukan dengan pengembangan pembangunan sebuah pusat riset (penelitian) dan Sumber Daya Manusia (SDM) di akhir dasawarsa 1980 dan akhir dasawarsa 1990. Di masa itu beberap peneliti senior dikirimkan ke parlemen mancanegara yang sudah jauh lebih maju untuk belajar langsung dari proses internship (pemagangan) dan studi lanjutan ke tingkat yang lebih tinggi, seperti master atau magister hingga doktor, ataupun sekadar mengikuti seminar dan lokakarya (workshop) yang intens, termasuk dengan Uni Parlemen Dunia (Inter-Parliamentary atau IPU) dan NGOs (Non Government Organizations –NGOs).

Studi komparatif (comparative study) unttk menyiapkan dan memajukan SDM antara lain dilakukan dengan mengirimkan peneliti ke negara contoh yang relatif baik penerap sistem politik yang berlainan, yang terlihat dalam praktik di dunia sampai dewasa ini. Dalam hal ini, praktik sistem presidensialisme a la Filipina (The Philippines) dan sistem parlementer model Westmister a la Selandia Baru (New Zealand) menjadi contoh. Segala plus-minusnya, baik dan buruknya ditelaah secara mendalam, dan menjadikannya sebagai alat pembanding untuk perbaikan sistem keparlemenan di Indonesia. Berbagai masukan juga dipelajari termasuk mengenai eksistensi dan pentingnya sistem pendukung parlemen, institusi sekretariat dan ketersediaan institusi risetnya, yang pada waktu itu masih ada dalam pikiran dan mimpi para petinggi dan pengambil keputusan yang berwenang di Gedung DPR, dalam kerja politik merepresentasikan kepentingan rakyat.

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar
Penulis tidak mengantisipasi sebelumnya, bahwa tempo untuk membuat buku ini, yang merupakan refleksi dari pemikiran dan perjalanan pelayanan penulis selama beberapa dasawarsa bekerja di institusi riset parlemen, harus diselesaikan lebih cepat. Saat menulis buku ini, kedua penulis berkejaran dengan deadline untuk segera memutuskan pindah bekerja ke institusi riset di bawah pemerintah (Badan Riset dan Inovasi Nasional– BRIN) atau tetap di DPR yang sudah tidak boleh lagi memiliki institusi riset sendiri yang mandiri, terbebas dari pengaruh, apalagi tekanan kepentingan pemerintah. Kesiapan data dan kebiasaan kami menyimpan data, memory, dan files pribadi sangat membantu kami yang memungkinkan untuk segera menyelesaikannya.

Isi buku ini sendiri merupakan memori kolektif institusional bangsa dan negeri ini yang harus disikapi secara positif, tidak perlu dengan sinis, demi perbaikan masa depan bangsa ke arah yang lebih baik. Penulisnya sendiri bukan orang yang punya kuasa dan hidup dengan bergelimang kekuasaan dan materi, melainkan hanya ‘the grey imminent,’ yang masih selalu berusaha mempertahankan idealisme, tradisi, dan kesenangan menulis sejak kecil.

Meninggalkan berbagai narasi pemikiran dan pengalaman dalam buku ini adalah kesempatan berharga bagi penulis untuk menyampaikan kabar ini bagi negeri dan penghuninya, yang mungkin tidak menilainya penting dan berharga, karena menganggapnya tidak ada hubungan langsung dengan kepentingan mereka masing-masing.

Jika mau dinilai lebih serius, narasi dan penilaian dalam buku ini adalah cerminan untuk evaluasi perjalanan dan capaian demokrasi di Indonesia di era baru reformasi politik, masa transisi yang penuh kegamangan dan sekaligus kegalauan bagi anak bangsa yang menyadarinya. Melaporkan keadaan negeri dan penghuninya di luar gedung mengenai apa yang penulis lihat dan alami sehari-hari, tidak bermaksud untuk memburuk-burukkan keadaan, karena memang itu realitas yang terjadi. Kedua penulis sendiri selalu berusaha berpikir positif dalam menuangkannya sebagai warisan berharga di buku ini. Harapannya adalah, agar tidak sia-sia karena segera dilupakan dan dicampakkan. Buku ini menjadi modal bagi generasi baru milenial dan juga generasi panjang selanjutnya negeri ini untuk terus terpanggil untuk membongkar dan memperbaiki praktik politik yang buruk, agar defisit demokrasi tidak terus berlangsung, sehingga konsolidasi demokratis pun hanya tinggal impian.

Bagi kedua penulis sendiri, karya ini bukanlah ‘unfinished symphony,’ dan juga bukan juga ‘the last symphony.’ Ia juga bukan merupakan ‘final impressions’ atau ‘farewell statements,’ refleksi dari kegiatan terakhir kedua penulis di salah satu institusi politik demokratis yang penting, yakni parlemen. Namun, justru adalah bagian dari pemikiran yang hidup dan terus bergolak, sebagai bagian dari refleksi pemikiran dan analisis yang berlanjut, tanpa henti, dari kedua penulis sebagai periset/peneliti yang mendalami isu strategis mengenai parlemen dan tata kelola negara dalam perspektif rezim demokratis.

Kedua penulis kini berusaha melanjutkan tradisi intelektual masyarakat beradab ini, sebelum memulai aktivitasnya dengan status yang baru sebagai peneliti di institusi pemerintah, BRIN, karena melanjutkan aktivitas yang sama atas nama institusi parlemen, kini dilarang! Tidak ada di negeri lain di dunia ini yang boleh melakukan aktivitas riset (penelitian), selain pihak yang namanya pemerintah! Dengan kata lain, tidak boleh ada institusi lain yang menamakan dirinya institusi penelitian, di luar institusi pemerintah baru yang bernama BRIN. Memang aneh keputusan orang-orang yang mengklaim diri mereka lebih paham sebagai peneliti ini. Tetapi, hal ini sungguh nyata dan terjadi di negeri ini dewasa ini. Kedua penulis menyadari upaya koreksi selalu bisa dilakukan dari dalam dan luar institusi, di mana dan dari mana saja. Menuliskan dan menyampaikan semua ini adalah bagian dari upaya tugas melengkapi collective memory bangsa agar tidak ada yang terputus, tercecer dan hilang, sementara, rakyat telah banyak membayar kerja kami di institusi sistem pendukung parlemen melalui uang pajak mereka yang terkumpul lewat APBN. Bagi anak bangsa lain, pertanyaan yang menjadi syarat agar harapan tersebut dapat terpenuhi adalah, apakah masih ada keinginan dan kemampuan untuk melakukan dan menuliskan itu di masa depan?

Hanya dengan menuliskan semua ini, kedua penulis berharap, segala impian dan harapan yang belum tercapai tidak melahirkan kekecewaan dan membawa penyakit yang tidak perlu. Sebagai bagian dari mereka yang masih menikmati belajar di bangku sekolah yang tetap terasa mahal, biarlah segala kekecewaan dan sekaligus harapan yang belum tercapai dapat tertutupi dengan kesenangan menulis ini. Seperti Milan Kundera katakan, “the joy of writing, the revenge of mortal hand”, seperti itulah tujuan kedua penulis dengan hadirnya buku ini. Semoga ada yang masih mau membaca dan memperoleh perhatian yang serius dari mereka, anak bangsa, yang masih peduli dengan masa depan demokrasi di Indonesia, khususnya peran dan kinerja parlemen (DPR) yang aktif dan produktif dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya untuk turut membantu warga negara lainnya dalam mewujudkan tujuan nasional dalam bernegara.

Jakarta, Agustus 2021
Poltak Partogi Nainggolan dan Riris Katharina

Penulis

Poltak Partogi Nainggolan - Adalah research professor untuk masalah-masalah politik, keamanan dan hubungan internasional di Pusat Penelitian Badan Keahlian DPRRI. Menyelesaikan program Master Politik dan Hubungan Internasional (Studi Keamanan) di University of Birmingham, Inggris, dengan beasiswa dari Foreign Commonwealth Office (Chevening Scholarship), pada tahun 1999. Menyelesaikan program doktoral ilmu politik dan studi kawasan (Asia Tenggara) di Albert-Ludwigs-Universitaet Freiburg, Jerman, dengan beasiswa dari Hanns Seidel Stiftung (HSS) pada tahun 2011.

Publikasi buku terkini antara lain Ancaman ISIS di Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2017; Indonesia dan Rivalitas China, Jepang dan India, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018; Kekhalifahan ISIS di Asia Tenggara, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018; Diplomasi Parlemen, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020; Masalah Keamanan Abad ke-21, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020; Konflik Internal dan Kompleksitas Proxy War di Timur Tengah, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020; Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020, dan ASEAN: Quo Vadis, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia: 2021. Transisi dan Gagalnya Transisi Demokratis PascaSoeharto, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2021; DPR dan Defisit Demokratis, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2021.

Daftar Isi

Sampul
Kata Pengantar Penulis
Daftar Isi
Epilog
Bab 1. Analisis Komparatif Sistem Parlementer dan Presidensial: Selandia Baru, Jerman, Filipina, dan Indonesia
Bab 2. Recall Aggota Parlemen di Berbagai Negara
Bab 3. Mencari Akar Konflik DPD-DPR
Bab 4. Mangatur Hubungan Kerja DPR-DPD
Bab 5. Peran DPD Dalam Pembahasan RUU Pemekaran Daerah di Komisi II DPR
Bab 6. Pentingnya Penguatan Kelembagaan DPRD
Bab 7. Tata Tertib DPR yang Masih Bermasalah
Bab 8. Perbandingan Tata Cara Pemilihan Pimpinan Komisi (Alat Kelengkapan di Beberapa Parlemen)
Bab 9. Tentang Fraksi DPR dan Penyesuaian Dalam Peraturan Tata Tertib DPR
Bab 10. Rekomendasi Untuk Perbaikan Tata Tertib dan Kinerja DPR
Bab 11. Mekanisme Kerja DPR dan Implementasinya
Bab 12. Kode Etik dan Dewan Kehormatan DPR
Bab 13. Fungsi Representasi, Hubungan Konstituen, dan Keterwakilan
Bab 14. Fraksi Dalam Perubahan Pertauran Tata tertib DPR
Bab 15. Indkator Baseline Fraksi yang Representatif
Bab 16. Eksistensi Sistem Pendukung Parlemen dan Staf
Bab 17. Parlemen dan Perkembangan Sekretariat dan Peran Staf Pendukung
Bab 18. Persoalan Tenaga Ahli di DPR
Bab 19. Peta Permasalahan DPR dan Sistem Pendukung dan Perlunya Reformasi Kelembagaan
Bab 20. Posisi Sekretariat Parlemen Dearah di Era Baru Reformasi Politik
Bab 21. Panitia Musyawarah, Pelaksanaan Fungsi Parlemen dan Strategi Penyusunan Program Kerja DPRD
Bab 22. Peran Sekretariat DPRD Dalam Mendukung Badan Kehormatan DPRD
Bab 23. DPR dan Perjuangan Jender
Bab 24. DPR dan UU Kebebasan Informasi
Bab 25. Perlunya Reformasi Pencatatan Kelahiran di indonesia
Bab 26. DPR dan Lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara
Bab 27. Kebijakan Politik DPR Terhadap Pendidikan yang Bervisi Kelautan
Bab 28. Peran DPR Dalam Menjalankan
Bab 29. DPR dan Pengawasan Peradilan Oleh State Auxiliary Institutions
Bab 30. Parlemen, Paradigma Kepemimpinan, dan Penyelenggaraan Manajemen Organisasi Nasional
Bab 31. Kontroversi Recall Wakil Ketua DPR
Bab 32. Kajian Terhadap Munculnya Permintaan Agar Ketua DPR Mundur Dari Jabatannya
Bab 33. Parlemen dan Perilaku Bangsa yang Penuh Absurditas
Bab 34. Rasionalkah Keinginan DPR Meminta Kenaikan Gaji?
Bab 35. DPR dan Take Home Pay
Bab 36. Anggota Parlemen dan Praktik Percalonan
Bab 37. Maladministrasi Ataukah Korupsi?
Bab 38. Studi Banding DPR, Masih Perlukah?
Bab 39. Negara SPJ
Bab 40. Patologi Birokrasi DPR
Bab 41. Posisi Strategi Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR
Bab 42. Politik Anggaran DPR dan Defisit Demokrasi
Bab 43. Parlemen dan Perang Melawan Korupsi
Bab 44. Reformasi Kelembagaan DPR, Bagaimana Seharusnya?
Bab 45. Mengefektifkan Ruang Partisipasi Publik di DPR
Bab 46. Pentingnya Keterlibatan Masyarakat Dalam Mengaudit DPR
Bab 47. Mempertanyakan Urgensi Penyelenggaraan Konferensi IPU Ke-116 di Bali
Bab 48. Pidato Presiden Republik Rakyat China, Xi Jinping di DPR
Bab 49. Mimpi Parlemen Modern
Bab 50. Menciptakan DPR dan Sistem Pendukung Parlemen yang Mendukung Pro-Poor Budget
Bab 51. Strategi Menciptakan Anggaran Pro-Rakyat Miskin: Catatan Subversif
Bab 52. Pimpinan Parlemen dan Kinerja Parlemen
Bab 53. DPR, Isu Kesejahteraan dan Akuntabilitas Kerja
Bab 54. Parlemen, Demokrasi, dan Akuntabilitas
Bab 55. Matinya Hati Nurani (Wakil) Rakyat
Bab 56. Anggota DPR: Wakil Rakyat atau Wakil Partai?
Bab 57. Kelemahan DPR Dalam Menyelesaiklan (R) UU Sisnas Iptek
Bab 58. Keputusan Memindahkan Ibu Kota Dalam 42 Hari Dengan Legitimasi Parlemen
Bab 59. DPR dan Pentingnya Kebijakan Berbasis Bukti Dalam Penentuan Ibu Kota Baru Indonesia
Epilog
Bibliografi
Indeks
Tentang Penulis