Tampilkan di aplikasi

Buku Pustaka Obor Indonesia hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Merebut Kendali Kehidupan

Perjuangan Orang Wambon di Boven Digoel Menghadapi Serbuan Investasi

1 Pembaca
Rp 136.000 20%
Rp 108.800
Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Buku ini memperkaya khasanah pustaka tentang keberadaan Orang Asli Papua di daerah selatan Papua, khususnya Suku Wambon di Kampung Aiwat, yang secara administrasi pemerintahan dan politik berada di daerah ‘frontier’, daerah yang kaya dan menjadi rebutan, sasaran perluasan modal oleh korporasi transnasional maupun kelembagaan ekonomi penduduk migran semenjak zaman kolonial Belanda dan “zaman terang”, yang mengendalikan sistem sosial ekonomi dan memporak-porandakan struktur sosial masyarakat di kampung. Kajian ini menyajikan secara lengkap situasi etnografi dan relasi Suku Wambon dengan tanah dan hutan, situasi yang berubah, disharmoni dan perpecahan antara kelompok masyarakat, kebijakan dan pemaksaan yang mengeksklusi mereka, kontradiktif dengan amanat Undang Undang Otonomi Khusus Papua yang melindungi hak masyarakat adat. Terpapar kontradiksi sosial yang tidak adil membuat kesadaran kritis masyarakat adat di Kampung Aiwat untuk melawan ‘resistensi tiap hari’ dan mengembangkan prakarsa dalam berbagai bentuk aksi dan praktik. Membentuk kelompok usaha, penancapan salib berwarna merah, menolak menghadiri pertemuan negosiasi, berjejaring dengan organisasi masyarakat sipil dan gereja. Pengambil kebijakan negara, korporasi, pengelola program pembangunan, institusi keuangan, lembaga internasional, dan para pihak berkepentingan lainnya, perlu dan penting membaca buku ini, untuk berpikir cerdas dan menghasilkan kebijakan maupun tindakan yang bijaksana dalam memajukan dan memenuhi hak-hak Orang Aiwat, Suku Wambon, dan Orang Asli Papua.



Franky Samperante, Direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat

Membaca fakta riil dari hasil riset di Boven Digoel ini menyakitkan bagi saya sebagai orang Papua. Namun di satu sisi, data-data ini membantu membongkar narasi palsu pemerintah Indonesia tentang keberhasilan pembangunan yang memanusiakan Orang Papua. Penjarahan kekayaan alam, deforestasi masif, perampasan lahan masyarakat bahkan difasilitasi dan dikawal oleh negara yang berkolaborasi dengan rezim kapital global. Potret ketidakhadiran negara benar-benar tersaji secara gamblang dalam tulisan ini. Terima kasih tak terhingga bagi para penulis yang membantu kami dan seluruh masyarakat Papua dengan menyediakan bukti otentik bahwa masih terjadi penjajahan melalui pembangunan terhadap orang Papua. Penelitian dan hadirnya buku ini adalah bagian dari gerakan penyelamatan kehidupan Orang Papua yang sedang termarginalkan dan menjadi kaum minoritas di atas tanahnya sendiri.



Esther Haluk, Aktivis Gerakan Rakyat Demokratik Papua (GARDA-P)

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Elvira Rumkabu / Apriani Anastasia Amenes / Asrida Elisabeth / I Ngurah Suryawan

Penerbit: Pustaka Obor Indonesia
ISBN: 9786233211888
Terbit: Oktober 2023 , 258 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Buku ini memperkaya khasanah pustaka tentang keberadaan Orang Asli Papua di daerah selatan Papua, khususnya Suku Wambon di Kampung Aiwat, yang secara administrasi pemerintahan dan politik berada di daerah ‘frontier’, daerah yang kaya dan menjadi rebutan, sasaran perluasan modal oleh korporasi transnasional maupun kelembagaan ekonomi penduduk migran semenjak zaman kolonial Belanda dan “zaman terang”, yang mengendalikan sistem sosial ekonomi dan memporak-porandakan struktur sosial masyarakat di kampung. Kajian ini menyajikan secara lengkap situasi etnografi dan relasi Suku Wambon dengan tanah dan hutan, situasi yang berubah, disharmoni dan perpecahan antara kelompok masyarakat, kebijakan dan pemaksaan yang mengeksklusi mereka, kontradiktif dengan amanat Undang Undang Otonomi Khusus Papua yang melindungi hak masyarakat adat. Terpapar kontradiksi sosial yang tidak adil membuat kesadaran kritis masyarakat adat di Kampung Aiwat untuk melawan ‘resistensi tiap hari’ dan mengembangkan prakarsa dalam berbagai bentuk aksi dan praktik. Membentuk kelompok usaha, penancapan salib berwarna merah, menolak menghadiri pertemuan negosiasi, berjejaring dengan organisasi masyarakat sipil dan gereja. Pengambil kebijakan negara, korporasi, pengelola program pembangunan, institusi keuangan, lembaga internasional, dan para pihak berkepentingan lainnya, perlu dan penting membaca buku ini, untuk berpikir cerdas dan menghasilkan kebijakan maupun tindakan yang bijaksana dalam memajukan dan memenuhi hak-hak Orang Aiwat, Suku Wambon, dan Orang Asli Papua.



Franky Samperante, Direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat

Membaca fakta riil dari hasil riset di Boven Digoel ini menyakitkan bagi saya sebagai orang Papua. Namun di satu sisi, data-data ini membantu membongkar narasi palsu pemerintah Indonesia tentang keberhasilan pembangunan yang memanusiakan Orang Papua. Penjarahan kekayaan alam, deforestasi masif, perampasan lahan masyarakat bahkan difasilitasi dan dikawal oleh negara yang berkolaborasi dengan rezim kapital global. Potret ketidakhadiran negara benar-benar tersaji secara gamblang dalam tulisan ini. Terima kasih tak terhingga bagi para penulis yang membantu kami dan seluruh masyarakat Papua dengan menyediakan bukti otentik bahwa masih terjadi penjajahan melalui pembangunan terhadap orang Papua. Penelitian dan hadirnya buku ini adalah bagian dari gerakan penyelamatan kehidupan Orang Papua yang sedang termarginalkan dan menjadi kaum minoritas di atas tanahnya sendiri.



Esther Haluk, Aktivis Gerakan Rakyat Demokratik Papua (GARDA-P)

Pendahuluan / Prolog

Prolog
Buku “Perjuangan Orang Wambon di Boven Digoel Menghadapi Serbuan Investasi” yang baru saja kita baca, merupakan hasil kerja tim peneliti dari Koalisi Kampus untuk Demokrasi Papua. Ia menjadi satu karya para peneliti asal Papua yang memiliki kepedulian terhadap persoalan masyarakat adat Papua yang semakin terempas dari wilayah adatnya, sejarahnya, budayanya, dan dari kehidupannya sendiri. Karena itu, sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Adat Papua, patutlah saya akui bahwa buku ini merupakan salah satu buku sejarah masyarakat adat Papua, khususnya orang Wambon di Boven Digoel.

Buku ini telah memberi kontribusi pada perjuangan masyarakat adat Papua untuk merefleksikan sejarah bangsanya dan menemukan kembali kekayaan yang mulai hilang darinya. Tidak hanya dimengerti sebagai pendokumentasian realitas masyarakat adat Papua terkini, hasil kajian di dalamnya dapat membantu kita memprediksi hari esok dan mengupayakan solusi demi perancangan kehidupan masa depan yang lebih baik bagi orang Papua.

Para peneliti kita telah berusaha memperlihatkan bagaimana masyarakat adat Papua di Wambon Boven Digoel memahami sejarahnya, merespons kegiatan investasi di wilayah adatnya, juga berusaha untuk mempertahankan tanahnya, identitasnya, dan kehidupannya. Buku ini juga telah memperlihatkan bahwa kegiatan investasi yang dilakukan di wilayah adat orang Wambon Boven Digoel telah mempersempit ruang hidup masyarakat adat Papua dan membuat mereka semakin termarginalisasi di wilayah adatnya sendiri. Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa kebijakan investasi yang dilaksanakan tidaklah untuk kepentingan bangsa Indonesia tetapi hanya untuk kepentingan pihak luar dengan mitra oligarkinya di Indonesia.

Dalam sistem sosial dan budaya masyarakat adat Papua yang patriarkat, biasanya peran laki-laki sangat dominan, tetapi buku ini memperlihatkan dengan jelas bahwa dalam situasi sulit yang dihadapi masyarakat adat Papua, khususnya orang Wambon di Boven Digoel, peran perempuan sangatlah dominan bagi kelangsungan hidup masyarakat adat Wambon. Bahkan mereka mampu menawarkan solusi baru dalam menata kehidupan dan mengambil peran seperti laki-laki sebagaimana yang ditunjukkan oleh Mama Sisilia.

Inilah gambaran tentang konteks pergeseran budaya, tetapi juga konteks kebingungan identitas. Nilai dan norma adat semakin tergantikan oleh nilai lain yang belum dapat diprediksi kebaikannya bagi masyarakat adat Papua, khususnya orang Wambon. Apakah pergeseran ini akan menjadikan orang Wambon sebagai Papua Wambon, Jawa Wambon, Amerika Wambon, Belanda Wambon, atau Wambon baru yang belum dapat kita prediksikan? Semoga buku ini dapat menjadi rujukan bagi penelitian yang lebih mendalam pada aspek-aspek yang lebih khusus lainnya. Semoga wajah dan pergumulan orang Wambon di Boven Digoel sebagai masyarakat adat Papua berbudaya Melanesia dan perjuangan orang Wambon di Boven Digoel juga dapat memperlihatkan wajah tamak para penjajah.



Kotaraja Dalam, Medio Januari 2023
Leonard Imbiri
Sekretaris Jenderal Dewan Adat Papua

Daftar Isi

Sampul Depan
Identitas Buku
Daftar Isi
Kata Sambutan - Koalisi Kampus Untuk Demokrasi Papua
Pengantar Penulis
Prolog
Pendahuluan - Masyarakat Adat di Tengah Deru Investasi
Bab 1 - Yang Melekat dan Digugat:
     I. Pendahuluan
     II. Sejarah Perjalanan dan Relasi-Relasi
     III. Yang Melekat, Yang Digugat
     IV. Tergoyahkan oleh Perusahaan?
Bab 2 - Mengelola Alam yang
     I. Pendahuluan
     II. Wilayah dan Jenis Pemanfaatan Alam
     III. Perempuan, Pengelolaan Alam, dan Peran Sosial
     IV. Perubahan Hidup dan Kehadiran Perusahaan
Bab 3 - Eksklusi dalam Kebijakan
     I. Pendahuluan
     II. Kebijakan Pengelolaan dari Masa ke Masa
     III. Cara Korindo Memperoleh Pelepasan Hak Ulayat
     IV. Proses Eksklusi dalam Kebijakan Pengelolaan
Bab 4 - Perubahan adalah Konteks, Krisis, dan Prakarsa
     I. Orang Aiwat sebelum Perusahaan Datang
     II. Setelah Perusahaan Datang…
     III. Eksklusi di Pasar Prabu
     IV. Dinamika Internal Orang Aiwat
     V. Prakarsa
     VI. Penutup
Bab 5 - “Saya Dilahirkan
     I. Siasat di Ruang Sosial dan Individual
     II. Terap Beronde: Kompleksitas dan Tantangan Hidup
     III. Air dan Kehidupan
     IV. “Perusahaan Makan Daging, Tuan Dusun Makan Tulang”
Bab 6 - Merebut Kendali
     I. Merebut Kendali Kehidupan
     II. Apa yang Harus Dilakukan?
Daftar Pustaka
Epilog
Indeks
Profil Penulis
Sampul Belakang