Tampilkan di aplikasi

Buku Pustaka Rumah C1nta hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Spiritual Skill, Best Practice, Generasi Digital, dan Perpustakaan Ramah Anak

1 Pembaca
Rp 45.000 15%
Rp 38.250

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 114.750 13%
Rp 33.150 /orang
Rp 99.450

5 Pembaca
Rp 191.250 20%
Rp 30.600 /orang
Rp 153.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Membaca buku ini mengingatkan dengan hukum kelima Ranganathan untuk ilmu perpustakaan, ‘library is a growing organism’. Kata “growing” ini menarik. Mengapa Ranganathan mengatakan growing? Growing bisa diartikan sebagai tumbuh, berkembang, maka bisa diartikan pula sebagai dinamis. Perpustakaan bersifat dasar tumbuh, berkembang dan dinamis. Setelah mengamati fakta-fakta di atas, plus membaca halaman demi-demi halaman dibuku ini, semakin yakin bahwa library is a growing organism.

Dicki menunjukkan kepada kita bahwa perpustakaan masih relevan buat semua generasi, termasuk generasi digital natives, generasi yang lahir di tengah goncangan aplikasi digital. Pemustaka kini makin beragam, mulai generasi X, generasi Y sampai generasi Z dan bahkan generasi dengan huruf-huruf kapital lain. Melalui tulisan tentang Prototype Perpustakaan Anak, dan Kreator Generasi Digital di Perpustakaan buku ini menjawab perpustakaan mampu menjawab tantangan tersebut. Tidak cukup sampai di situ, Dicki melanjutkan bahasannya tentang pustakawan inovatif melalui tulisan Sepuluh Praktik Pustakawan Merancang UPT Perpustakaan Universitas Tidar di Era Digital.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Dicki Agus Nugroho
Editor: Nisa Adelia

Penerbit: Pustaka Rumah C1nta
ISBN: 9786239323172
Terbit: Agustus 2019 , 174 Halaman










Ikhtisar

Membaca buku ini mengingatkan dengan hukum kelima Ranganathan untuk ilmu perpustakaan, ‘library is a growing organism’. Kata “growing” ini menarik. Mengapa Ranganathan mengatakan growing? Growing bisa diartikan sebagai tumbuh, berkembang, maka bisa diartikan pula sebagai dinamis. Perpustakaan bersifat dasar tumbuh, berkembang dan dinamis. Setelah mengamati fakta-fakta di atas, plus membaca halaman demi-demi halaman dibuku ini, semakin yakin bahwa library is a growing organism.

Dicki menunjukkan kepada kita bahwa perpustakaan masih relevan buat semua generasi, termasuk generasi digital natives, generasi yang lahir di tengah goncangan aplikasi digital. Pemustaka kini makin beragam, mulai generasi X, generasi Y sampai generasi Z dan bahkan generasi dengan huruf-huruf kapital lain. Melalui tulisan tentang Prototype Perpustakaan Anak, dan Kreator Generasi Digital di Perpustakaan buku ini menjawab perpustakaan mampu menjawab tantangan tersebut. Tidak cukup sampai di situ, Dicki melanjutkan bahasannya tentang pustakawan inovatif melalui tulisan Sepuluh Praktik Pustakawan Merancang UPT Perpustakaan Universitas Tidar di Era Digital.

Ulasan Editorial

Mas Dicki adalah sosok seorang pustakawan yang memiliki karakter kuat dalam menjalani profesinya sebagai pustakawan. Terbukti dengan hadirnya buku ini sebagai wujud bahwa dia terus berkarya sesuai dengan kapasitasnya. Sebagai pustakawan muda, yang memiliki tugas yang cukup berat di perpustakaan, dia masih menyempatkan diri untuk mengembangkan keilmuannya melalui membaca dan menuliskan apa yang dipahaminya ke dalam sebuah karya. Isi dari buku ini sangat menginspirasi bagi para pustakawan, maupun mahasiswa yang sedang menekuni dunia perpustakaan dan sangat saya sarankan untuk dibaca oleh para pustakawan yang masih mencari jati diri dalam mengarungi dunia kepustakawanan. Mau apa dan bagaimana seharusnya menjadi “pustakawan”, telah tersaji dengan baik di sini. Semoga buku ini memberi manfaat bagi pengembangan dunia kepustakawanan Indonesia

Pustakawan IAIN Salatiga dan Ketua IPI Jawa Tengah / Itmamudin, SS, M.IP.

Pendahuluan / Prolog

Pendahuluan
Hasil survey Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks / HDI) menempatkan Indonesia pada peringkat 5 terbawah dari 106 negara Asia dan Afrika. Lambannya pertumbuhan HDI Indonesia mengakibatkan berada di posisi nomor paling bawah di antara 12 negara Asia. Menilik upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia yang selalu dilakukan, terutama pada pustakawan.

Upaya telah dilakukan baik oleh individu itu sendiri maupun oleh lembaga perpustakaan dan juga pemerintah, seperti melalui berbagai aktivitas peningkatan kapasitas diri. Sebagaimana salah satu survey yang dilakukan pada pustakawan di perpustakaan dalam menghadapi net generation, usaha peningkatan kapasitas diri tersebut belum menunjukkan keberhasilan perpustakaan yang diharapkan kepada pemustaka secara signifikan (Nugroho, 2015).

Tahun ajaran baru 2016/2017 telah dimulai di masing-masing Perguruan Tinggi. Sadarkah pustakawan bahwa mahasiswa baru adalah manusia yang begitu lahir telah mengenal teknologi. Begitu pula dengan beberapa angkatan sebelumnya. Rata-rata mahasiswa tersebut yang menjadi pemustaka di Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah yang memiliki tahun kelahiran antara rentang tahun 1995 sampai 2000.

Menurut Byerly (2010), bagi manusia kelahiran tahun 1995 sampai sekarang sering disebut dengan Generation Z atau Net Generation atau Digital Natives atau The Native Gadget. Ada beberapa panggilan bagi mereka. Pada kajian ini, penulis menggunakan istilah net generation. Di lingkungan Perguruan Tinggi, mudah sekali menentukan tipe atau karakter net generation. Menurut Breeding (2006), karakter net generation adalah (1) Kurang bersabar terhadap layanan online yang tidak efektif dan lamban. (2) Sering membandingkan layanan perpustakaan dengan layanan komersial dan mesin pencari. (3) Tidak suka melihat daftar yang panjang dan (4) Kecenderungan menggunakan mesin pencari dalam mencari informasi. Dan (5) pola perilaku pencarian informasi didominasi dengan menggunakan mesin pencari.

Karakter tersebut telah membuktikan perubahan kebutuhan dan model pencarian pemustaka seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan ini juga menuntut perpustakaan dan pustakawan di dalamnya untuk mengikuti karakter pemustakanya dalam memberikan pelayanan. Haryanti (2013), tokoh konsultan perpustakaan, mengungkapkan pentingnya layanan perpustakaan yang terintegrasi berbasis kebutuhan pemustaka (user oriented). Era net generation membuktikan adanya tantangan kepada pustakawan bahwa telah terjadi perubahan perkembangan pola perilaku pencarian informasi yang pesat sebagai suatu kebutuhan pemustaka. Menurut Anda, apakah pustakawan mampu memberikan solusi terhadap tantangan maupun tuntutan yang telah berada di depan mata ini.

Sehingga mau tidak mau, pustakawan tidak hanya lagi diharapkan, namun harus bisa memberi pelayanan yang berorientasi kepada pemustaka net generation ini. Bila gagal, bukan tidak mungkin bahwa pemustaka akan meninggalkan perpustakaan dan beralih kepada jasa pelayanan informasi selain perpustakaan.

Melihat fenomena yang ada, ketika pustakawan dalam melaksanakan tugasnya di perpustakaan tidak hanya diukur secara kemampuan teknis ataupun hard skill seperti mengoperasikan komputer; berbicara berbagai bahasa; melakukan katalogisasi; dan tugas lainnya yang bisa diajarkan secara formal dan mudah diamati, akan tetapi pustakawan membutuhkan keterampilan lain yang bersifat non-teknis atau soft skill. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sari (2010) bahwa keterampilan soft-skill tersebut adalah kemampuan berkomunikasi; kemampuan berwirausaha; kemampuan manajemen & kepemimpinan; kemampuan bersosial & berjejaring; dan kemampuan bertingkahlaku & menempatkan diri; serta kemampuan karakter diri lainnya yang tidak bisa diukur dengan mudah.

Soft skill atau kemampuan keterampilan pribadi memiliki manfaat untuk berinteraksi dengan orang lain secara produktif & positif serta untuk mengatur diri sendiri sehingga mampu mengembangkan kinerja bagi pustakawan secara maksimal. Pada awalnya, profesionalitas pustakawan yang dapat dilihat kasat mata adalah kemampuan pada tataran hard skill. Kemudian untuk kemampuan secara soft skill akan meningkatkan profesionalitas pustakawan dalam memberikan pelayanan kepada pemustaka net generation. Menurut survey yang dilakukan pada pustakawan di perpustakaan dalam menghadapi net generation, seorang pustakawan akan lebih mendekati sempurna apabila dibalut dengan kemampuan lain yang tidak kalah pentingnya yaitu spiritual skill atau kemampuan spiritual (Nugroho, 2015). Sehingga pada kajian kali ini, penulis memfokuskan kajian pada pentingnya spiritual skill pada pustakawan dalam pelayanan perpustakaan.

Penulis

Dicki Agus Nugroho - Laki-laki kelahiran Sukoharjo 5 Agustus 1991 ini merupakan seorang pembelajar melalui menulis yang merangkum capaian diri di blog untid.academia.edu/dickiagusnugroho/. Tercatat sebagai Alumni S1 Ilmu Perpustakaan Universitas Diponegoro di Semarang.

Editor

Nisa Adelia - Nisa Adelia, seorang Ibu Rumah Tangga, Istri dan selebihnya bekerja kantoran sebagai Pustakawan Jaringan Dokumen dan Informasi Hukum di Bagian Hukum Setda Kabupaten Magelang.

Daftar Isi

Sampul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Pentingnya Spiritual Skill bagi Pustakawan dalam Pelayanan Perpustakaan
Prototype Perpustakaan Ramah Anak di Madrasah Ibtidaiyah Al-Islam Balesari Kabupaten Magelang Jawa Tengah: Best Practice
Menciptakan Desain Interior Perpustakaan Ramah Anak di Sekolah Dasar Negeri Potrobangsan 1 Kota Magelang: Best Practice
Best Practice Klasifikasi Penjenjangan Buku oleh Room To Read di SD N Sukorame Gresik
Kreator Generasi Digital di Perpustakaan
Perpustakaan Menyelamatkan Generasi Langgas dari Hoax
Menjadi Pustakawan Produktif di Era Disrupsi
Sepuluh Praktik Pustakawan Merancang UPT Perpustakaan Universitas Tidar di Era Digital
Lima Alasan Koleksi Fiksi Menjadi Primadona Mahasiswa di Perpustakaan Untidar
Seandainya Sajian Pelayanan Perpustakaan  Tidak Hanya Sekedar Buku
Daerah Tangguh Menghadapi Bencana Sesuai Pedoman UNISDR
Jejak Karya
Tentang Penulis
Persembahan
Sampul Belakang

Kutipan

Pentingnya Spiritual Skill bagi Pustakawan dalam Pelayanan Perpustakaan
Pustakawan mendapat tantangan dan tuntutan dari pemustaka net  generation. Jawabannya ada pada tiga bagian yang dipersatukan  membentuk satu bulatan penuh yaitu Hard Skill, Soft Skill, dan Spiritual  Skill. Ketiganya menjadi bagian utuh yang tidak dapat dipisahkan  sehingga mampu menjaga stabilnya kualitas pelayanan perpustakaan.

Pentingya spiritual skill menghadirkan sosok pustakawan yang  mendekati sempurna. Namun, pustakawan dikhawatirkan mengalami  ketidakstabilan spiritual skill karena adanya faktor yang bisa melemahkan  kemampuan spiritual. Maka perlu alternatif untuk mencegah kondisi  tersebut.

Penelitian ini bertujuan mengenalkan sebuah alternatif cara  mengetahui tipe kepribadian dan memberikan contoh pratik spiritual  pada masing-masing tipe kepribadian. Diharapkan menjadi alternatif  bagi pustakawan untuk menjaga stabilnya spiritual skill pustakawan  supaya semakin mampu menjaga stabilnya kualitas pelayanan  perpustakaan. Jenis penelitian ini adalah penelitian studi pustaka.

Peneliti menggunakan berbagai literatur yang membahas spiritual skill. Hasil dari penelitian ini adalah mengenalkan sebuah alternatif cara  mengetahui tipe kepribadian dan memberikan contoh praktik spiritual  pada masing-masing tipe kepribadian.