Tampilkan di aplikasi

Buku Pustaka Rumah C1nta hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Aha! Apapun Itu, Tulis Saja Dulu

Menulis Surat Pembaca di Surat Kabar

1 Pembaca
Rp 35.000 15%
Rp 29.750

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 89.250 13%
Rp 25.783 /orang
Rp 77.350

5 Pembaca
Rp 148.750 20%
Rp 23.800 /orang
Rp 119.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

“Dalam buku ini, penulis menghadirkan rasa gemas yang dialami lalu dituangkan dalam surat pembaca. Melalui buku ini, kita akan mendapatkan proses munculnya gagasan atau ide beserta contoh tulisan surat pembacanya. Buku ini cocok bagi kita yang ingin memulai untuk menulis tulisan pendek. Memulainya dengan dua atau tiga paragraf namun bisa tayang di surat kabar.” - oleh Dicki Agus Nugroho. Penulis, Mantan Ketua Umum DPP HMPII (Himpunan Mahasiswa Perpustakaan dan Informasi Indonesia), yang mulai menekuni dunia tulis menulis sejak pertama kali bekerja sebagai petugas perpustakaan di Universitas Tidar.

Surat kabar masa kini sebagian nampak menyedihkan. Karena mereka menggusur atau membuang habis kolom penulisan surat pembaca. Bisa diduga, kolom itu dijual sebagai kapling iklan. Bisnis mereka utamakan. Pengelola surat kabar itu lupa bahwa pembuangan kolom surat pembaca itu ibarat memutus nadi yang menghubungkan pembaca mereka dengan pembaca lainnya. Mereka juga memutus sumber informasi aktual, yakni masalah yang menggumuli pembacanya dalam pelbagai faset kehidupan yang mereka arungi. Surat kabar bersangkutan mungkin menjadi lebih banyak uangnya, tetapi ibaratnya sudah tidak mempunyai telinga, sehingga sudah terputus cinta dari pembacanya. Syukurlah, masih ada surat kabar yang melestarikan kolom tersebut. Gagasan Dicki Agus Nugroho yang membukukan surat-surat pembaca yang pernah ditulisnya disambut dengan baik. Apalagi profesi dirinya sebagai pustakawan, maka jalan intelektual berbagi gagasan yang dia tempuh itu patut untuk ditularkan. Bahkan ada angan-angan bahwa setiap mahasiswa ilmu perpustakaan seharusnya memiliki tiga kegiatan yang melekat pada dirinya: memiliki buku harian dan buku catatan, mengelola blog dan rajin menulis surat-surat pembaca. Apa manfaatnya ? Kerjakan saja, manfaatnya akan menyusul kemudian. Semoga tradisi yang dirintis oleh Dicki terus berlanjut dengan kegembiraan. Menulis surat pembaca merupakan sarana hebat dan murah untuk promosi dan kehumasan bagi perpustakaan. Sebagai pendorong, slogan komunitas Epistoholik Indonesia : Episto ergo sum (Saya menulis surat pembaca maka saya ada). Selamat untuk menulis surat-surat pembaca.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Dicki Agus Nugroho
Editor: Nisa Adelia

Penerbit: Pustaka Rumah C1nta
ISBN: 9786239323189
Terbit: Agustus 2019 , 72 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

“Dalam buku ini, penulis menghadirkan rasa gemas yang dialami lalu dituangkan dalam surat pembaca. Melalui buku ini, kita akan mendapatkan proses munculnya gagasan atau ide beserta contoh tulisan surat pembacanya. Buku ini cocok bagi kita yang ingin memulai untuk menulis tulisan pendek. Memulainya dengan dua atau tiga paragraf namun bisa tayang di surat kabar.” - oleh Dicki Agus Nugroho. Penulis, Mantan Ketua Umum DPP HMPII (Himpunan Mahasiswa Perpustakaan dan Informasi Indonesia), yang mulai menekuni dunia tulis menulis sejak pertama kali bekerja sebagai petugas perpustakaan di Universitas Tidar.

Surat kabar masa kini sebagian nampak menyedihkan. Karena mereka menggusur atau membuang habis kolom penulisan surat pembaca. Bisa diduga, kolom itu dijual sebagai kapling iklan. Bisnis mereka utamakan. Pengelola surat kabar itu lupa bahwa pembuangan kolom surat pembaca itu ibarat memutus nadi yang menghubungkan pembaca mereka dengan pembaca lainnya. Mereka juga memutus sumber informasi aktual, yakni masalah yang menggumuli pembacanya dalam pelbagai faset kehidupan yang mereka arungi. Surat kabar bersangkutan mungkin menjadi lebih banyak uangnya, tetapi ibaratnya sudah tidak mempunyai telinga, sehingga sudah terputus cinta dari pembacanya. Syukurlah, masih ada surat kabar yang melestarikan kolom tersebut. Gagasan Dicki Agus Nugroho yang membukukan surat-surat pembaca yang pernah ditulisnya disambut dengan baik. Apalagi profesi dirinya sebagai pustakawan, maka jalan intelektual berbagi gagasan yang dia tempuh itu patut untuk ditularkan. Bahkan ada angan-angan bahwa setiap mahasiswa ilmu perpustakaan seharusnya memiliki tiga kegiatan yang melekat pada dirinya: memiliki buku harian dan buku catatan, mengelola blog dan rajin menulis surat-surat pembaca. Apa manfaatnya ? Kerjakan saja, manfaatnya akan menyusul kemudian. Semoga tradisi yang dirintis oleh Dicki terus berlanjut dengan kegembiraan. Menulis surat pembaca merupakan sarana hebat dan murah untuk promosi dan kehumasan bagi perpustakaan. Sebagai pendorong, slogan komunitas Epistoholik Indonesia : Episto ergo sum (Saya menulis surat pembaca maka saya ada). Selamat untuk menulis surat-surat pembaca.

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar
Surat kabar masa kini sebagian nampak menyedihkan. Karena mereka menggusur atau membuang habis kolom penulisan surat pembaca. Bisa diduga, kolom itu dijual sebagai kapling iklan. Bisnis mereka utamakan. Bagi saya, pengelola surat kabar itu lupa bahwa pembuangan kolom surat pembaca itu ibarat memutus nadi yang menghubungkan pembaca mereka dengan pembaca lainnya.

Mereka juga memutus sumber informasi aktual, yakni masalah yang menggumuli pembacanya dalam pelbagai faset kehidupan yang mereka arungi. Surat kabar bersangkutan mungkin menjadi lebih banyak uangnya, tetapi ibaratnya sudah tidak mempunyai telinga, sehingga sudah terputus cinta dari pembacanya.

Syukurlah, masih ada surat kabar yang melestarikan kolom tersebut. Saya sebagai pemrakarsa komunitas Epistoholik Indonesia (EI) sejak 2005, yakni komunitas pencinta penulisan surat-surat pembaca, sungguh memberikan apresiasi atas pilihan luhur tersebut.

Saya pun menyambut baik gagasan Dicki Agus Nugroho yang membukukan surat-surat pembaca yang pernah ditulisnya. Apalagi profesi dirinya sebagai pustakawan, maka jalan intelektual berbagi gagasan yang dia tempuh itu patut untuk ditularkan.

Bahkan saya punya angan-angan bahwa setiap mahasiswa ilmu perpustakaan seharusnya memiliki tiga kegiatan yang melekat pada dirinya: memiliki buku harian dan buku catatan, mengelola blog dan rajin menulis surat-surat pembaca. Apa manfaatnya ? Kerjakan saja, manfaatnya akan menyusul kemudian.

Semoga tradisi yang dirintis oleh Dicki terus berlanjut dengan kegembiraan. Menulis surat pembaca merupakan sarana hebat dan murah untuk promosi dan kehumasan bagi perpustakaan. Sebagai pendorong, saya akan sajikan slogan komunitas Epistoholik Indonesia : Episto ergo sum (Saya menulis surat pembaca maka saya ada).

Selamat untuk menulis surat-surat pembaca.

Penulis

Dicki Agus Nugroho - Laki-laki kelahiran Sukoharjo 5 Agustus 1991 ini merupakan seorang pembelajar melalui menulis yang merangkum capaian diri di blog untid.academia.edu/dickiagusnugroho/. Tercatat sebagai Alumni S1 Ilmu Perpustakaan Universitas Diponegoro di Semarang.

Editor

Nisa Adelia - Nisa Adelia, seorang Ibu Rumah Tangga, Istri dan selebihnya bekerja kantoran sebagai Pustakawan Jaringan Dokumen dan Informasi Hukum di Bagian Hukum Setda Kabupaten Magelang.

Daftar Isi

Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
Quote
Pengantar Penulis
Perpustakaan Untuk Rakyat
Pustakawan dan Penyaring Hoaks
Penetapan Jenjang Buku
Antisipasi Krisis Penulis
Mengentaskan Buta Huruf
Tepatkah Metode Penilaian SBMPTN?
Liaison Librarian & Plagiarisme
Menjadi Pustakawan Menulis
Hari Perpustakaan Berkunjung
Ibuku Pustaka Pertamaku
Pustakawan Bakal Punah
Minimnya Buku Pembaca Pemula
Jejak Karya
Pernah Baca
Tentang Penulis
Persembahan

Kutipan

Perpustakaan Untuk Rakyat
Mendirikan perpustakaan di mall (ajakan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Rakornas Perpustakaan) seperti serangga mencium aroma manis dari tanaman karnivora.

Begitu masuk perangkat, hap, habis tak tersisa.

Pasalnya, pengunjung mall adalah kalangan menengah ke atas bertingkat pendidikan lebih tinggi, sementara cita-cita bangsa menyejahterahkan kehidupan bangsa.

Dulu, pemerintahan kolonial Belanda mengajak pribumi untuk berbudaya membaca melalui pendirian taman pustaka di pelosok-pelosok dan menyediakan perpustakan keliling. Taman pustaka bukan didirikan di pusat kota yang cenderung bertingkat pendidikan lebih tinggi. Metode ini ditengarai efektif dan efisien menerapkan politik kolonial Belanda melalui bacaan dan pendidikan.

Zaman sekarang taman pustaka berkembang jadi taman bacaan yang tumbuh subur sampai ke gang-gang RT dan RW.

Mendirikan Taman Bacaan butuh keberanian dan keikhlasan demi tujuan mulia: mencerdaskan warga sekitar, bukan gayagayaan.

Seharusnya, perpustakaan bak serangga menyerbuk bunga-bunga mekar, mempertemukan serbuk sari dengan kepala putik sehingga terbentuklah biji dan buah yang mampu menumbuhkan kembangkan benih-benih bangsa sebagai penerus masa depan. Gagasan mendirikan perpustakan di mall kiranya perlu dikaji ulang. Perpustakaan itu untuk dan melayani rakyat. Singkatnya perpustakaan untuk rakyat.