Tampilkan di aplikasi

Buku Yudharta Press hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Multikultural Elit Agama di Tapal Kuda

1 Pembaca
Rp 160.000 15%
Rp 136.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 408.000 13%
Rp 117.867 /orang
Rp 353.600

5 Pembaca
Rp 680.000 20%
Rp 108.800 /orang
Rp 544.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Buku ini tergolong baru lokusnya, yaitu wilayah Tapal Kuda khususnya sub kultur di kawasan Pasuruan Raya. Sebuah situs penelitian yang dikenal belum banyak terbuka terhadap dunia di luarnya.

Selain itu buku ini baru pula dari segi fokus kajiannya terkait konten dan konteksnya yaitu: Perilaku Multikultural para Elit Agama. Galibnya, dulu para elit agama itu bersifat eksklusif jika tidak boleh dibilang tertutup terhadap kultur kekuasaan di luar dirinya. Realitas demikian dikenal sebagai perilaku yang homogen, monokultural. Mereka sebatas kenal, tetapi belum saling mengenal luar dalam.

Kini dunia elit agama lebih terbuka lagi, tidak sekedar saling mengenal (Li ta'arafu) tetapi sudah bergandengan tangan demi niat suci dalam menjaga perdamaian dunia.

Bergandengan tangan tanpa menghilangkan identitas merupakan bentuk persatuan dalam berbagai perbedaan keimanan. Multikultural sebagai sebuah bentuk diplomasi perdamaian cepat atau lambat diakui telah memoles wajah monarki menjadi demokrasi. Itu semua berkat adanya toleransi, yaitu hidup tanpa tirani dan tanpa diskriminasi.

Perubahan-perubahan arus pemikiran seperti ini setidaknya telah menunjukkan adanya kemewahan sosial politik di tengah kegaduhan isu khilafah yang monolitik.

Sekali lagi buku ini perlu untuk dibaca, karena tidak sekedar li ta'arafu.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Roib Santoso

Penerbit: Yudharta Press
ISBN: 9786026165046
Terbit: Februari 2022 , 373 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Buku ini tergolong baru lokusnya, yaitu wilayah Tapal Kuda khususnya sub kultur di kawasan Pasuruan Raya. Sebuah situs penelitian yang dikenal belum banyak terbuka terhadap dunia di luarnya.

Selain itu buku ini baru pula dari segi fokus kajiannya terkait konten dan konteksnya yaitu: Perilaku Multikultural para Elit Agama. Galibnya, dulu para elit agama itu bersifat eksklusif jika tidak boleh dibilang tertutup terhadap kultur kekuasaan di luar dirinya. Realitas demikian dikenal sebagai perilaku yang homogen, monokultural. Mereka sebatas kenal, tetapi belum saling mengenal luar dalam.

Kini dunia elit agama lebih terbuka lagi, tidak sekedar saling mengenal (Li ta'arafu) tetapi sudah bergandengan tangan demi niat suci dalam menjaga perdamaian dunia.

Bergandengan tangan tanpa menghilangkan identitas merupakan bentuk persatuan dalam berbagai perbedaan keimanan. Multikultural sebagai sebuah bentuk diplomasi perdamaian cepat atau lambat diakui telah memoles wajah monarki menjadi demokrasi. Itu semua berkat adanya toleransi, yaitu hidup tanpa tirani dan tanpa diskriminasi.

Perubahan-perubahan arus pemikiran seperti ini setidaknya telah menunjukkan adanya kemewahan sosial politik di tengah kegaduhan isu khilafah yang monolitik.

Sekali lagi buku ini perlu untuk dibaca, karena tidak sekedar li ta'arafu.

Pendahuluan / Prolog

Kata pengantar
Kata orang, ilmu pengetahuan tidak akan berkembang kalau tidak ada kontestasi. Yakni, dialog, pertukaran-ide, diskusi, perdebatan dan polemik. Di sanalah segala ide dan pemikiran diuji, berbagai gagasan dibedah, untuk dilihat mana yang matang, dan mana yang mentah; mana yang benar, mana yang keliru atau belum sempurna dalam mencapai kebenaran.

Pelajaran dasar tentang multikulturalisme dan berbhinneka tunggal ika itu dimulai dari sini, cara Wali Songo, yang kemudian disebar oleh kalangan pesantren.

Para Wali Songo penyebar Islam awal itu menyadari betul wawasan multikultural atau kemajemukan itu.Wawasan mereka sudah jauh melihat ke depan terkait sejarah peradaban Nusantara. Ada beberapa hal yang ingin ditunjukkan oleh para Wali sebagai pedoman etis bagi orang-orang yang ikut aktif dalam wacana perbedaan dan keragaman itu.Ini ditujukan agar perbedaan dan keragaman itu menjadi kekuatan bansga kita, bukan malah jadi faktor yang melemahkan persatuan kita:

Pertama, perbedaan dan keragaman warna identitas, kultur dan mazhab atau aliran adalah sesuatu yang wajar dan alami;

Kedua, jadi wajar pula ada perdebatan dan diskusi yang muncul akibat keragaman dan perbedaan itu dalam soal ilmu pengetahuan agama, teologi atau tasawuf.

Ketiga, perdebatan harus dipanggungkan, dibuka di hadapan publik, dan tidak boleh ditutup-tutupi.

Keempat, dalam soal perdebatan tentang masalah-masalah esoteris agama, seperti ilmu hikmah atau tasawuf atau ilmu perbandingan agama-agama, audiensnya hanya tertuju kepada kalangan terbatas, dan tidak terbuka bebas untuk kalangan awam atau anak-anak dan remaja yang belum matang kemampuan ilmunya. Ini agar tidak salah paham atau kesilapan.

Dalam satu fragmen naskah “Musawaratan para wali” dalam teks Babad Jaka Tingkir, perdebatan Syekh Siti Jenar dengan para Wali Songo hanya diikuti oleh para ulama senior, yang sudah sepuh.2Demikan pula diskusi perbandingan antara kaum santri dan komunitas non-Muslim seperti orang-orang Tengger di kaki gunung Bromo Jawa Timur. Seperti direkam Serat Centhini, orang-orang yang ikut diskusi perbandingan agama-agama itu hanya santri senior atau ulama dan tokoh agama mumpuni.

Daftar Isi

Prakata
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan Multikultural dan Problematikanya: Upaya Pendekatan Historis
Bab II Pendekatan Multikultural
     A. Definisi Multikultural
     B. Sejarah Multikulturalisme
     C. Konsep Multikulturalisme
     D. Agama, Budaya, dan Multikulturalisme
     E. Model-Model Multikultural
     F. Nilai-Nilai Multikultural
Bab III Transformasi Keagamaan Para Elit Pedhalungan
     A. Teori Konstruksi Pemikiran
     B. Diskursus Elit Padhalungan
     C. Elit Agama dan Transformasi Keagamaan
Bab IV Pasuruan Sebagai Setting Penelitian
     A. Komposisi Penduduk
     B. Elit Agama dan Aktifitasnya
     C. Interpretasi Fenomenologi Hermeneutik
Bab V Pandangan Agama-Agama tentang Pluralisme
     A. Pandangan Kristen Protestan
     B. Pandangan Islam tentang Pluralisme
     C. Pandangan Katolik
     D. Pandangan Hindu
     E. Pandangan Buddha
     F. Pandangan Kong Hu Cu
Bab VI Penegasan Ciri Khas dalam Praktek Sosio-Agama
     A. Perebutan Makna Pluralisme A
     B. Dialog Lintas Umat Beragama
     C. Perebutan Hukum Fiqih dalam Kegiatan Do’a bersama
Bab VII Demokrasi: Langkah Mempersatukan Perbedaan
     A. Konstruksi Pemikiran Elit Agama tentang Makna Demokrasi
          1. Perdebatan Interpretasi dalam Bernegara
          2. Memelihara Ormas: Menjaga 4 Pilar Bernegara
     B. Pemilu yang Sukses
          1. Menjaga Demokrasi dengan Peran Media Massa
          2. Superioritas Kalangan Tradisional dalam Demokrasi
          3. Fase Ideal dalam Berdemokrasi
          4. Mengendus Gerakan Radikal: Merajut Persatuan
          5. Islam Kentongan: Penegasan Makna Bernegara
     C. Musyawarah sebagai Warisan yang Harus Dilanggengkan
     D. Keadilan Sosial Untuk Pemerataan Kesejahteraan
Bab VIII Humanisme Dalam Kebangsaan
     A. Makna Humanisme di Tangan Elit Agama
     B. Memanusiakan Manusia melalui Teknologi
     C. Dakwah Humanis: Ciri Khas Nusantara
     D. Pembentukan Sosio Budaya dan Penyaring Budaya
     E. Politik Kebangsaan ala KH Sholeh Bahruddin
     F. Praktik Gerakan Wasathiyah
     G. Peran Kiai dalam Menyatukan Masyarakat
     H. Gerakan Wasathiyah ala NU
     I. Elit Agama dan Pembentukan Masyarakat Multikultural
Daftar Pustaka