Ikhtisar
Mengapa umat Islam mundur? Bagaimana mengembalikan kejayaan peradaban Islam? Apa problem peradaban yang dihadapi oleh umat Islam? Peradaban = Manusia Tanah Waktu Itulah formula Malik Bennabi dalam menganalisis problem peradaban di dunia Islam. Manusia, tanah, dan waktu dimiliki secara melimpah oleh dunia Islam, kenapa tidak terjadi kemajuan atau peradaban yang dicita-citakan? Karena tidak terjadi sintesis yang seharusnya. Bagaimana sintesis dijalankan? Apa katalisatornya? Temukan jawabannya dalam Rekonstruksi Peradanan Islam.
Pendahuluan / Prolog
Pengantar
Alhamdulillah, akhirnya buku ini bisa diselesaikan. Ketertarikan penulis pada pemikiran Malik Bennabi bermula pada tahun 1999. Konsep mengenai logika aktualitas dari Bennabi pernah penulis tuangkan dalam sebuah artikel pada majalah Tarbawi pada awal tahun 2000-an. Seiring dengan semakin banyaknya informasi yang penulis dapat mengenai pemikiran Bennabi, penulis berkesempatan menuliskan beberapa artikel yang dimuat dalam portal ukhuwah.or.id dan blog penulis (refleksibudi.wordpress.com).
Tidak ada tendensi untuk membuat buku ini menjadi karya tulis ilmiah formal, walaupun di sana-sini dibubuhkan beragam catatan kaki. Hal itu tidak lebih dari sekadar upaya mengembalikan banyak konsep kepada pemiliknya. Penulis hanya sekadar menjelaskan dan mencoba menuangkan konsep-konsep tadi agar lebih mudah untuk dipahami, serta mencoba menautkan satu konsep ke konsep lain agak tampak koherensinya. Setidaknya bagi pemahaman penulis sendiri. Catatan kaki juga mencoba memberikan informasi mengenai beberapa sumber bibliografi mengenai Bennabi yang mungkin diperlukan bagi mereka yang berminat.
Karya ini bisa dimaknai sebagai karya seorang amatir yang mencoba menuangkan kecintaannya pada dunia pemikiran terutama pemikiran Islam, apapun profesinya saat ini. Itu jika makna amatir dimaknai sesuai dengan makna asal katanya, amare yang berarti mencintai dan amator yang berarti pencipta karya.
Budiman
Penulis
Budiman - Dr. Budiman, S.Pd., S.K.M., S.Kep., M.Kes.
Lahir di Karawang 16 Juni 1974. Menyelesaikan pendidikan Ahli Madya Keperawatan di Akademi Keperawatan Jenderal Achmad Yani, Cimahi (1993–1997); S-1 Pendidikan STKIP Siliwangi, Bandung (1998–2000); S-1 Kesehatan Masyarakat FKM Universitas Respati Indonesia, Jakarta (1999–2001); S-1 Keperawatan dari Program Studi Ilmu Keperawatan Bhakti Kencana (2005–2007); Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat dari Universitas Padjajaran, Bandung; serta Program Doktor Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan dari Institut Pertanian Bogor.
Penulis memulai kariernya sebagai instruktur klinik tahun 1997–1999; tenaga pengajar tahun 2002–2004, yang kemudian tahun 2005 sampai sekarang memegang jabatan sebagai lektor. Selain menjadi dosen tetap di Stikes A. Yani, Cimahi, yang bergerak di bawah Yayasan Kartika Eka Paksi (YKEP), penulis juga mengajar di berbagai Perguruan Tinggi Kesehatan di antaranya Stikes Budi Luhur, Stikes Bhakti Kencana, Akademi Kebidanan di Cianjur, Poltekkes Bandung, dan Program Magister Keperawatan Anak Stikes A. Yani, Cimahi.
Daftar Isi
Cover Depan
Hak Cipta
Pengantar
Daftar isi
Pendahuluan
Bab 1 Problem peradaban
Mengapa Umat Islam Mundur?
Responsi Umat Islam terhadap Kemajuan Barat
Apakah Mungkin Umat Islam Maju Sekaligus Bertahan dalam Islam?
Kritik
Mencari Solusi
Problem Peradaban
Problem Peradaban, Refleksi Polemik Kebudayaan
Rekonstruksi Peradaban
Kesimpulan
Bab 2 Konsep peradaban
Konsep Peradaban
Antara Peradaban dan Kebudayaan
Pandangan Bennabi tentang Peradaban dan Kebudayaan
Bab 3 Rekontruksi manusia peradaban
Siklus Sebuah Peradaban
Analisis Problem Peradaban
Bab 4 Dinamika masyarakat berperadaban
Definisi Masyarakat
Tafsir Sejarah
Triad Dinamika Sosial Masyarakat
Jaringan Sosial
Dinamika Ide
Klasifikasi Ide
Despotisme Benda-Figur-Ide
Sosiologi Ide
Bab 5 Strategi peradaban
Reaksi Perjumpaan Islam dan Barat
Responsi dan Kritik
Krisis Dunia Islam
Krisis Dunia Barat
Strategi Peradaban
Islam dan Demokrasi
Daftar pustaka
Tentang penulis
Tentang Bitread
Cover Belakang
Kutipan
Konsep Peradaban
Civilization berakar pada kata civitas (kota), civility (kesopanan). Konsep civilization (peradaban) kemudian dimaknai sebagai manifestasi kemajuan mekanis (teknologis), yang mencirikan apa yang digunakan oleh manusia, yang terefleksi pada politik, ekonomi dan teknologi. Will Durant mendefinisikan peradaban sebagai tata sosial yang mempromosikan capaian-capaian budaya. Peradaban ini dibangun atas, tata ekonomi, organisasi politik, tradisi moral dan pencarian atas ilmu dan seni. Peradaban dimulai ketika kekacauan dan ketidakamanan sosial berakhir.
Dalam bahasa Arab modern, civilization seringkali diterjemahkan sebagai hadharah. Menurut ‘Effat al Sharqawi, terminologi hadharah (kosa kata umum yang seringkali digunakan untuk merujuk pada konsep peradaban) berakar pada kata hadhara yang berarti hadir, hadir dalam kondisi baik. Di sini termuat indikasi ruang dan kebaikan. Hadharah berarti hidup menetap di kota sebagai lawan dari badw yang berarti desa, dusun, pengembara. Selain itu juga sering digunakan istilah madaniyah, yang terkait dengan aspek-aspek kehidupan kota (madinah)33. Berdasar makna bahasa ini dapat disimpulkan hadharah memberi makna-makna berikut pada kita:
1. Kota, yang merupakan tempat munculnya ketinggian ilmu, teknik dan sastra.
2. Makna ijtima’i (sosial), interaksi antar manusia yang terefleksikan pada aktivitas tolong menolong, penataan dan organisasi sosial; dalam tempat yang dibatasi (kota).
Terkait dengan makna sosial atas peradaban (hadharah) di atas, kita juga mendapati Ibn Khaldun menggunakan terminologi ‘umranuntukmenggambarkan organisasi sosial manusia. Pengertian ‘umran menurut Ibn Khaldun ini, dipengaruhi oleh penggunaan akar katanya oleh al Qur’an. Al Qur’an menggunakan akar kata ‘amara mengacu pada kemunculan kehidupan sosial pada pada area tertentu sebagai akibat menentapnya satu kelompok manusia (surat Hud 61). Makna kedua (surat Rum 30) mengacu pada konstruksi berbagai fasilitas yang diasosiasikan dengan kehidupan sosial yang maju dan superior. Umran ini dibedakan menjadi ‘umran badawi (bedouin culture) dan ‘umran hadhari (civic culture). Kehidupan badawi dicirikan oleh kesederhanaan, kebebasan, persamaan, keberanian spontan, kegembiraan dan kohesifitas (‘ashabiah).
Kehidupan hadhari dicirikan oleh kompleksitas, pembatasan (restriksi), pembedaan (inequality), kemampuan menahan diri (inhibitation), kecanggungan (clumsiness) dan interest pribadi (self interest).