Tampilkan di aplikasi

Buku Bitread hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Hermeneutika Feminisme Reformasi Gender dalam Islam

1 Pembaca
Rp 62.000 50%
Rp 31.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 93.000 13%
Rp 26.867 /orang
Rp 80.600

5 Pembaca
Rp 155.000 20%
Rp 24.800 /orang
Rp 124.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Dalam upaya mewujudkan keadilan gender, tokoh-tokoh intelektual Islam, seperti Amina Wadud, Riffat Hassan, Asma Barlas, dan Musdah Mulia menawarkan metode hermeneutika feminisme sebagai metode alternatif penafsiran Alquran. Dengan metode ini,tokoh-tokoh tersebut telah memproduksi tafsir feminis, yaitu tafsir yang berkeadilan gender. Buku ini merupakan usaha untuk memformulasikan modelmodel hermeneutika feminisme dalam pemikiran tokoh-tokoh di atas. Masing-masing tokoh memiliki model hermeneutikanya sendiri-sendiri dan masing-masing mengemukakan asumsi-asumsi metodologisnya dan tafsir feminis.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Dr. Mardety Mardiansyah, M.S.I.

Penerbit: Bitread
ISBN: 9786020721712
Terbit: Oktober 2020 , 193 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Dalam upaya mewujudkan keadilan gender, tokoh-tokoh intelektual Islam, seperti Amina Wadud, Riffat Hassan, Asma Barlas, dan Musdah Mulia menawarkan metode hermeneutika feminisme sebagai metode alternatif penafsiran Alquran. Dengan metode ini,tokoh-tokoh tersebut telah memproduksi tafsir feminis, yaitu tafsir yang berkeadilan gender. Buku ini merupakan usaha untuk memformulasikan modelmodel hermeneutika feminisme dalam pemikiran tokoh-tokoh di atas. Masing-masing tokoh memiliki model hermeneutikanya sendiri-sendiri dan masing-masing mengemukakan asumsi-asumsi metodologisnya dan tafsir feminis.

Ulasan Editorial

Penelitian ini memperkaya khazanah penafsiran teks agama dan memberi pemahaman pentingnya perspektif perempuan dalam penafsiran

Dosen dan Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia / Dr. Herdito Sandi Pratama

Buku karya Dr. Mardety ini merupakan salah satu karya yang penting untuk dibaca. Pandangan keagamaan yang termuat dalam buku ini mematahkan berbagai mitos dan pandangan bias gender dalam ajaran Islam, khususnya terkait relasi gender dan kedudukan perempuan dalam Islam. Buku ini meneguhkan pandangan keislaman yang humanis dan ramah terhadap perempuan. Sejatinya, Islam adalah agama yang vokal menyuarakan kesetaraan perempuan dan laki-laki karena keduanya adalah khalifah fil ardh. Perempuan adalah kelompok yang paling diuntungkan dengan kehadiran Islam. Buku ini mengajak seluruh perempuan untuk berkiprah menjadi manusia teladan (insan kamil), baik dalam kehidupan domestik maupun publik

Dosen UIN Syarif Hidayatullah / Prof. Dr. Musdah Mulia

Pendahuluan / Prolog

Pengantar
Buku ini merupakan hasil kajian disertasi Penulis di Universitas Indonesia (2016), dengan pokok kajian hermeneutika feminisme. Hermeneutika feminisme pada dasarnya adalah kajian gender dalam tafsir Alquran. Kajian ini berangkat dari pandangan para intelektual muslim yang mengatakan bahwa ada bias gender dalam penafsiran ayat-ayat Alquran tentang perempuan. Bias gender dalam penafsiran tersebut memosisikan perempuan sebagai subordinat, tidak diakui sebagai manusia utuh. Oleh karena itu, perlu reformasi gender dalam tafsir.

Tafsir Alquran dan gender sesungguhnya dua entitas yang masing-masing berdiri sendiri tanpa saling menyapa. Masingmasing entitas ini menghuni dunianya sendiri. Tafsir Alquran dipandang sebagai hal sakral, sedangkan persoalan gender adalah bersifat profan. Namun, ketika kedua entitas ini dikaitkan dengan ide keadilan gender, maka tersingkap hal-hal yang merugikan perempuan dan melumpuhkan peran-peran publiknya. Persoalan gender dalam tafsir Alquran penting dikaji, agar keadilan berbasis gender dapat ditegakkan dalam kehidupan.

Pada abad ke-21 ini, cara berada dan berpikir perempuan sudah dipandang sebagai faktor penting bagi kemajuan peradaban. Namun, hingga kini berbagai fenomena menunjukkan, perempuan masih mengalami diskriminasi dan ketidakadilan. Perbedaan perempuan dan laki-laki hanyalah perbedaan biologis, tetapi kebudayaan dibangun oleh laki-laki. Norma dan peraturan banyak mengandung ketidakadilan gender. Tidak dapat dipungkiri, relasi gender merupakan relasi kuasa. Laki-laki mendominasi perempuan.

Dalam masyarakat, masih kuat anggapan bahwa kedudukan perempuan lebih rendah dari laki-laki. Eksistensi perempuan dipandang hanya pelengkap. Oleh karena itu, perempuan mengalami berbagai bentuk diskriminasi, bahkan tindak kekerasan dalam berbagai dimensi. Perempuan dilarang menjadi pemimpin, dipojokkan sebagai makhluk domestik, harus rela bila suami berpoligami, dan diposisikan sebagai objek hukum, terutama hukum waris dan perkawinan.

Ada kesamaan pandangan dari para intelektual muslim yang mengkaji masalah perempuan dalam Alquran, bahwa bias gender dalam penafsiran Alquran disebabkan oleh problem metodologis.

Metode penafsiran klasik, melahirkan pandangan yang tidak akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan perempuan. Bias gender dalam penafsiran Alquran dipandang telah memosisikan perempuan lebih rendah dari laki-laki.

Dalam upaya mewujudkan keadilan gender, tokoh-tokoh intelektual Islam, seperti Amina Wadud, Riffat Hassan, Asma Barlas, dan Musdah Mulia menawarkan metode hermeneutika feminisme sebagai metode alternatif penafsiran Alquran. Dengan metode ini,tokoh-tokoh tersebut telah memproduksi tafsir feminis, yaitu tafsir yang berkeadilan gender.

Buku ini merupakan usaha untuk memformulasikan modelmodel hermeneutika feminisme dalam pemikiran tokoh-tokoh di atas. Masing-masing tokoh memiliki model hermeneutikanya sendiri-sendiri dan masing-masing mengemukakan asumsi-asumsi metodologisnya dan tafsir feminis.

Buku ini dipersembahkan kepada suami terkasih, Drs. H. Mardinsyah (almarhum) yang sangat mendukung studi ini. Beliau membantu mencarikan buku-buku referensi, mengoreksi salah ketik pada draft, bahkan membuatkan minuman ketika saya batukbatuk di depan komputer.

Penulis patut berterima kasih ke berbagai pihak yang telah membantu dalam penerbitan buku ini. Terima kasih juga Penulis ucapkan untuk putra-putra tercinta: Ir. Ranoldi Mardinsyah, M.H., Defriansyah, M.M., Yudiansyah, M.T., dan Ir. Ardiansyah.

Demikan pula para menantu, Rahmazita Ranoldi, Eliya Defriansyah, M.Kom, Dr. Latifah Hanum, MKM, dan Ir .Vivi Ardiansyah. Mama sangat berterima kasih karena telah menciptakan kondisi kondusif sehingga buku ini dapat digarap dengan fokus dan tenang.

Daftar Isi

Sampul
Pengantar
Daftar isi
Bab 1 Pendahuluan
     Pengantar Wacana
     Tafsir Alquran
     Feminisme
     Hermeneutika
     Penataan Wacana
Bab 2 Tentang amina wadud
     Pengantar
     Biografi Singkat
     Latar Belakang Intelektual
     Feminisme dalam Pemikiran Wadud
     Perjuangan Menjadi Imam Perempuan
     Hermeneutika dalam Pemikiran Wadud
     Kesimpulan
Bab 3 Hermeneutika femisme bagi Al-Qur'an
     Pengantar
     Hermeneutika, Pengertian, dan Perkembangan
     Hermeneutika Alquran
     Hermeneutika Feminis Islam
     Kritik terhadap Tafsir Klasik
     Kategori dan Aspek Penafsiran Alquran
     Hermeneutika Feminisme Menuju Tafsir Berkeadilan Gender
     Kesimpulan
Bab 4 Aplikasi hermeneutika feminisme
     Pengantar
     Kepemimpinan Perempuan
     Hukum Talak
     Poligami
     Pembagian Warisan
     Kesaksian Perempuan
     Kesimpulan
Bab 5 Penutup
     Pengantar
     Kesimpulan
     Renungan Penutup
Daftar pustaka
Glosarium
Tentang penulis

Kutipan

Latar Belakang Intelektual
Perhatiannya pada agama dan keadilan berakar dari keyakinan yang diwarisi dari ayahnya Rev. Albert Teasley, seorang pendeta metodis yang termarginalisasi secara rasial dalam konteks Amerika. Ayahnya selalu menekankan betapa pentingnya relevansi hubungan agama dan keadilan. Ayahnya pula yang pertama kali menginspirasinya untuk mempelajari agama selain agama yang dianutnya. Suatu hari, sebelum dia genap berumur 12 tahun, dia dibawa oleh ayahnya menghadiri suatu acara yang terkenal di Washington DC “Luther King March,s” di mana Pendeta Dr. ML. King menyampaikan pidatonya “I have a dream”, pidato mengenai religi dan keadilan yang pada waktu itu religi dan keadilan belum bisa dibicarakan secara terbuka. Pidato religi dan keadilan ini memengaruhi pemikiran Wadud sehingga perjuangan untuk keadilan menjadi sejarah panjang dalam hidupnya. Keadilan hanya bisa memiliki makna ketika diimplementasikan dalam konteks manusia nyata. Menurut Wadud jauh lebih mudah untuk mengartikulasikan keadilan sebagai ide abstrak daripada membawanya ke dalam praktik.

Pemahaman tentang tafsir Alquran diperoleh Amina Wadud dari bacaannya pada kitab-kitab yang ditulis oleh Al-Zamakhsary, Sayyid Qutb, dan Maududi34. Pemikir Islam kontemporer yang ikut memengaruhi pemikirannya adalah pemikir fiminis Islam pendahulunya, seperti Leila Ahmed, Fatima Mernissi, Riffat Hassan, dan Azizah al-Hibri. Di samping itu, dia juga mengutip beberapa pandangan dari pemikir Islam outsider, antara lain Kenneth Burtke.35 Dalam membahas masalah penciptaan manusia menurut Alquran, pandangan tentang alam gaib, disandarkan Amina Wadud pada pendapat Kenneth Burke, bahwa hal supranatural tidak bisa dibicarakan dalam bahasa manusia karena hal supranatural itu melebihi semua sistem simbol. Bicara tentang Tuhan hanya bisa bersifat analogis, kita tidak bisa membahas hal yang supranatural dengan bahasa manusia seperti yang digunakan untuk membahas hal-hal empiris.

Dalam mengembangkan pemikiran mengenai metodologi tafsir Alquran, Amina Wadud merujuk pemikir Islam kontemporer Fazlur Rahman. Bahkan metode hermeneutika Fazlur Rahman digunakan Amina Wadud untuk menafsir ulang Alquran. Dalam buku Islam and Modernity: Transformation of on Intellectual Tradition (1982), Rahman merekomendasikan perlunya pembedaan antara Islam normatif dan Islam historis. Islam normatif adalah sumber norma dan nilai yang mengatur seluruh tata kehidupan dan bersifat universal. Islam historis merupakan Islam yang ditafsirkan oleh umat Islam sepanjang sejarah. Gagasan penafsiran Alquran atau hermeneutika Alquran Fazlur Rahman meliputi pendekatan sosio-historis, teori gerakan ganda (double movement) dan pendekatan sintetis-logis.

Pendekatan sosio-historis, yaitu melihat kembali sejarah yang melatari turunnya ayat. Dalam hal ini Ilmu asbabun al-nuzul sangat penting. Teori gerakan ganda penting untuk membedakan antara legal spesifik dan ideal moral. Ideal moral adalah tujuan dasar moral yang dipesankan Alquran, sedangkan legal spesifik adalah ketentuan hukum yang ditetapkan secara khusus. Pendekatan sintetis-logis diperlukan untuk membahas suatu tema dengan cara mengevaluasi ayat-ayat yang berhubungan dengan tema yang dibahas.

Amina Wadud memperjuangkan kesetaraan dan keadilan bagi perempuan secara konsisten. Ketika dia melihat dan mendengar bahwa kaum perempuan dalam masyarakat Islam mengalami diskriminasi dalam skala yang cukup besar dan massif, maka Amina Wadud baik secara ilmiah maupun sebagai aktivis gender, mengusung ide kesetaraan gender untuk memajukan pemberdayaan perempuan dalam Islam. Di antara pemikir feminis Islam, Amina Wadud tampak berdiri paling depan dalam usaha memanfaatkan hasil perkembangan mutakhir metode ilmu sosial dan kemanusiaan untuk menganalisis persoalan gender dalam Alquran. Dia menggunakan metode hermeneutika feminisme yang terbilang metode baru penafsiran Alquran, sebagai upaya pembebasan perempuan dari diskriminasi dan ketidakadilan gender. Dengan pandangan bahwa tafsir Alquran merupakan produk pemikiran yang bisa diubah, Amina Wadud menafsir ulang ayat-ayat Alquran dengan menggunakan analisis gender dalam proses penafsiran.

Amina Wadud banyak terlibat dengan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan keadilan sosial, seperti menjadi anggota Dewan Penasihat organisasi Muslim Women Layers Committee for Human Right, KARAMAH, sebuah organisasi yang berupaya untuk menegakkan keadilan sosial pada masyarakat Barat, terutama hak-hak kaum perempuan. Di samping itu, Amina Wadud dikenal sebagai tokoh gerakan Perempuan Muslimah Afrika-Amerika serta aktif dalam organisasi perempuan Muslim Sisters in Islam (SIS).

37 SIS adalah suatu organisasi perempuan Islam yang berkomitmen untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dalam kerangka Islam yang didasari atas prinsip kesetaran, keadilan dan kebebasan berdasarkan Alquran. SIS dibentuk tahun 1988 dan terdaftar tahun 1993 sebagai NGO (Non Government Organization) di Malaysia. Adapun misi dari organisasi ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap konsep kesetaraan gender dan mendorong masyarakat untuk melaksanakan kesetaraan, keadilan dan kebebasan berdasarkan prinsip Islam.38 Menurut Amina Wadud, keadilan gender penting diperjuangkan. Setelah era kolonialisme banyak intelektual laki-laki dan perempuan memberi perhatian pada keadilan gender dan peningkatan martabat perempuan.