Tampilkan di aplikasi

Buku Bitread hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Sejarah, Hikmah dan Tabir Mimpi

Pesan Moral Kisah Nabi Yusuf As. dalam Al Quran

1 Pembaca
Rp 84.000 50%
Rp 42.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 126.000 13%
Rp 36.400 /orang
Rp 109.200

5 Pembaca
Rp 210.000 20%
Rp 33.600 /orang
Rp 168.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Kisah Nabi Yusuf as. dalam Al-Qu'an menyuguhkan untaian peristiwa yang menggugah kalbu, menyentuh perasaan, dan mengundang daya imajinasi. Perjalanan hidupnya diabadikan oleh Allah Swt. Dalam Al-Qur'an untuk memberi pelajaran moral bagi orangtua, anak, istri, pemimpin, maupun masyarakat luas. Nabi Yusuf as sendiri digambarkan sebagai sosok yang memiliki integritas, kesabaran, ketabahan, keuletan, welas asih, dan karakter mulia.

Kisah Nabi Yusuf as. dalam Al-Qu'an menyuguhkan untaian peristiwa yang menggugah kalbu, menyentuh perasaan, dan mengundang daya imajinasi. Perjalanan hidupnya diabadikan oleh Allah Swt. Dalam Al-Qur'an untuk memberi pelajaran moral bagi orangtua, anak, istri, pemimpin, maupun masyarakat luas. Nabi Yusuf as sendiri digambarkan sebagai sosok yang memiliki integritas, kesabaran, ketabahan, keuletan, welas asih, dan karakter mulia.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Mohamad Zaenal Arifin

Penerbit: Bitread
ISBN: 9786232243835
Terbit: Oktober 2020 , 234 Halaman










Ikhtisar

Kisah Nabi Yusuf as. dalam Al-Qu'an menyuguhkan untaian peristiwa yang menggugah kalbu, menyentuh perasaan, dan mengundang daya imajinasi. Perjalanan hidupnya diabadikan oleh Allah Swt. Dalam Al-Qur'an untuk memberi pelajaran moral bagi orangtua, anak, istri, pemimpin, maupun masyarakat luas. Nabi Yusuf as sendiri digambarkan sebagai sosok yang memiliki integritas, kesabaran, ketabahan, keuletan, welas asih, dan karakter mulia.

Kisah Nabi Yusuf as. dalam Al-Qu'an menyuguhkan untaian peristiwa yang menggugah kalbu, menyentuh perasaan, dan mengundang daya imajinasi. Perjalanan hidupnya diabadikan oleh Allah Swt. Dalam Al-Qur'an untuk memberi pelajaran moral bagi orangtua, anak, istri, pemimpin, maupun masyarakat luas. Nabi Yusuf as sendiri digambarkan sebagai sosok yang memiliki integritas, kesabaran, ketabahan, keuletan, welas asih, dan karakter mulia.

Pendahuluan / Prolog

Pendahuluan
Sepanjang kehidupan manusia, baik dahulu maupun sekarang, masalah moral merupakan hal yang selalu mendapatkan perhatian serius. Ini karena manusia sebagai makhluk beradab memerlukan nilai-nilai dan acuan dalam bertingkah laku dan berhubungan dengan sesamanya. Tanpa adanya nilai-nilai dan acuan tersebut, niscaya kehidupan manusia terperosok ke dalam jurang kerusakan dan kehancuran. Moral secara etimologis berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores yang artinya ‘kebiasaan’, ‘kelakuan’, ‘kesusilaan’.

1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. 2 Secara terminologis terdapat berbagai rumusan pengertian moral yang dari segi substantif materiilnya tidak ada perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya berbeda. Franz Magnis Suseno menyebutkan bahwa kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia yang mendasarkan pada kesadaran bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik, sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya.

Dari penjelasan Bambang Daroeso tersebut dapat dipahami bahwa substansi materiil pengertian moral dari ketiga batasan di atas tidak berbeda yaitu tentang tingkah laku. Akan tetapi bentuk formal ketiga batasan tersebut berbeda. Batasan pertama dan kedua hampir sama, yaitu seperangkat ide tentang tingkah laku dan ajaran tentang tingkah laku. Sedangkan batasan ketiga adalah tingkah laku itu sendiri.

Pada batasan pertama dan kedua moral belum berwujud tingkah laku tapi masih merupakan acuan dari tingkah laku. Pada batasan pertama, moral dapat dipahami sebagai nilai-nilai moral. Pada batasan kedua, moral dapat dipahami sebagai nilai-nilai moral atau norma-norma moral. Sedangkan pada batasan ketiga, moral dapat dipahami sebagai tingkah laku, perbuatan, atau sikap moral. Namun demikian semua batasan tersebut tidak salah sebab dalam pembicaraan sehari-hari moral sering dimaksudkan masih sebagai seperangkat ide, nilai, ajaran, prinsip, atau norma. Akan tetapi lebih kongkrit dari itu moral juga sering dimaksudkan sudah berupa tingkah laku, perbuatan, sikap atau karakter yang didasarkan pada ajaran, nilai, prinsip, atau norma.

Dewasa ini masalah moral menjadi perhatian berbagai pihak, terutama para pendidik, orang tua, akademisi, alim ulama, tokoh masyarakat dan tentunya pemerintah. Perhatian terhadap masalah moral menjadi lebih intens disebabkan munculnya fenomena kemerosotan moral di tengah kehidupan masyarakat dan bangsa. Gejala kemerosotan moral telah merambah hampir ke seluruh lapisan masyarakat, baik dari kalangan remaja, orang tua, hingga pejabat publik. Indikasi yang dapat digunakan untuk memperkuat asumsi telah merebaknya kemerosotan moral diantaranya adalah pemberitaan media massa elektronik maupun cetak yang mengekspos berbagai kasus yang terkait dengan problem moral.

Seperti tindak kekerasan atau penganiayaan yang terjadi antar sesama anggota keluarga ataupun unsur masyarakat, korupsi baik dalam level pejabat maupun rakyat, suap, fitnah, pencabulan, perselingkuhan, pembunuhan, perampokan, dan sebagainya. Bahkan kemerosotan moral seakan telah menjadi fenomena dalam masyarakat. Hal ini tercermin dari perilaku anggota masyarakat yang jauh dari nilai-nilai keluhuran budi. Diantaranya fenomena perselingkuhan seseorang yang telah menikah baik pria maupun wanita yang seolah menjadi hal biasa. Contoh kasus adalah prahara rumah tangga sepasang suami istri di Banda Aceh.

Sang istri yang berstatus sebagai kepala sekolah di salah satu SMA di Kabupaten Aceh Jaya digerebek sang suami beserta Satpol PP saat berduaan di sebuah kamar hotel dengan seorang laki-laki lain. Setelah dilakukan pemeriksaan, sang laki-laki mengaku keduanya telah melakukan hubungan suami istri. Kepala sekolah dan laki-laki selingkuhannya itu dinilai melanggar Pasal 23 Tentang Khalwat Jo Pasal 25 Tentang Ikhtilath Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Keduanya menjadi tersangka dan telah ditahan oleh pihak berwajib. 5 Fenomena semacam ini tentu saja sangat memalukan dan memilukan, karena ternyata perkawinan yang suci dan sakral tidak juga dapat membuat sebagian orang dapat memelihara diri dan kehormatannya, baik di hadapan tuhan maupun masyarakat.

Fenomena lainnya adalah hilangnya rasa empati dan kasih sayang terhadap orang-orang sekitar. Mewakili fenomena ini adalah kisah tragis di Bali yang menimpa seorang anak berumur 11 tahun yang mengalami patah tulang sebab dianiaya ayahnya sendiri. Penganiayaan itu sendiri bermula ketika adik korban menangis tidak mau didiamkan oleh ibunya. Melihat hal tersebut, sang ayah marah lantas memukul adik korban. Tak sampai disitu, korban yang tengah di dekatnya juga turut menjadi pelampiasan kemarahan sang ayah.

Korban dipukul dan dibanting oleh sang ayah, hingga patah tulang kakinya.6 Dua peristiwa di atas setidaknya mewakili sekian banyak kasus amoral yang terjadi di masyarakat. Upaya untuk mengatasi kerusakan moral bukan tidak dilakukan oleh pihal-pihak yang peduli, seperti institusi pendidikan, institusi keagamaan juga institusi hukum. Hanya saja upaya tersebut belum menampakkan hasil yang signifikan, karena pada kanyataannya kemerosotan moral belum dapat diminimalisir tetapi justru semakin parah dan memprihatinkan.

Dalam sudut pandang Islam, hal ini terjadi salah satunya akibat belum terinternalisasikannya ajaran atau pesan moral yang terdapat dalam al-Qur’an. Ajaran atau pesan al-Qur’an yang mulia hanya menjadi sekedar bahan kajian, sebagai mata pelajaran, dan setelah itu dibiarkan mengendap di dalam otak tanpa ditransformasikan dalam perilaku sehari- hari. Pengajaran dan penanaman akhlak di sekolah-sekolah masih terhenti pada ranah kognitif. Pelajaran pekerti belum menyentuh sisi afektif dan psikomotorik. Akibatnya, studi akhlak yang diajarkan sebatas teori dan mengisi rapor.

Umat Islam dalam menghadapi problem moral ini tentunya mempunyai tanggung jawab yang besar. Hal ini di samping karena umat Islam mayoritas juga karena banyak diantara korbannya adalah umat Islam sendiri. Oleh karena itu, umat Islam harus proaktif mencari solusi, baik dalam bentuk konsep maupun aksi, bukan secara reaktif, temporal, dan individual.

Daftar Isi

Cover
Pendahuluan
Bab I: Makna Moral dan Konsep Kisah Al-Qur'an
     A. Pengertian dan Ruang Lingkup Moral
     B. Moral dalam Islam
     C. Pengertian Kisah Al-Qur’an
     D. Macam-macam Kisah Al-Qur’an
     E. Karakteristik dan Tujuan Kisah Al-Qur’an
     F. Unsur-unsur Kisah Al-Qur’an
Bab II: Kisah Yusuf As dalam AL-Qur'an
     A. Identitas Surat Yûsuf
     B. Peristiwa-peristiwa Pokok dalam Kisah Yusuf as
          1. Mimpi Yusuf as
          2. Nabi Yusuf as Disingkirkan Saudara-saudaranya
          3. Rayuan Istri Pembesar Mesir Terhadap Yusuf as
          4. Mimpi al-‘Aziz dan Kebebasan Yusuf
          5. Pertemuan Nabi Yusuf as dengan Saudara-saudara dan Orang Tuanya.
     C. Aspek Estetis Kisah Yusuf
     D. Keistimewaan Kisah Nabi Yusuf as
Bab IV: Pesan-pesan Moral dalam Kisah Nabi Yusuf As
     A. Pesan Moral Bagi Individu
          1. Pesan Moral Dalam Hubungan Orang Tua dan Anak
          2. Pesan Moral Dalam Hubungan Suami dan Istri
          3. Pesan Moral Dalam Hubungan Antar Saudara Kandung
     B. Pesan Moral Bagi Pemimpin
          1. Pembesar Mesir
          2. Al-‘Aziz (Raja Mesir)
          3. Nabi Yusuf as
     C. Pesan Moral Bagi Aparatur Negara
Bab V: Penutup
Daftar Pustaka
Tentang Penulis