Tampilkan di aplikasi

Buku Sidogiri hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Burdah Imam Al-Bushiri

Kasidah Cinta dari Tepi Nil untuk Sang Nabi

1 Pembaca
Rp 25.000 60%
Rp 10.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 30.000 13%
Rp 8.667 /orang
Rp 26.000

5 Pembaca
Rp 50.000 20%
Rp 8.000 /orang
Rp 40.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Burdah adalah kumpulan puisi karya besar Imam al-Bushiri, nama lengkapnya adalah Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Sa’id alBushiri. Lahir di Mesir pada tahun 607 H./1213 M. dan wafat tahun 689 M./1297 H.

Para sastrawan dunia mengakui bahwa Burdah adalah satu-satunya bentuk puisi dalam khazanah kesusastraan Arab yang paling kuat bertahan, mudah dihafal, berbobot; karya estetik, romantik, dan apik.

Burdah telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa: Inggris, Jerman, Prancis, Turki, Melayu, Indonesia, dll. Terjemah Burdah yang sudah ada dilengkapi dengan penjelasan artinya secara rinci yang bersumber dari kitab Hasyiyah al-Bajuri karya Syaikhul-Islam Ibrahim al-Bajuri.

Terbitnya buku Terjemah Burdah ini dimaksudkan untuk lebih mempermudah dan menghayati arti madah yang terucap. Ekspresi cinta tidak begitu berarti tanpa diiringi pemahaman dan penghayatan hati. Membaca salawat Burdah adalah bagian dari ekspresi cinta kepada Nabi SAW. Semoga kita semua mendapatkan syafaatnya. Amin.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Masykuri Abdurrahman
Editor: Ahmad Dairobi

Penerbit: Sidogiri
ISBN: 9789792604269
Terbit: Maret 2009 , 162 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Burdah adalah kumpulan puisi karya besar Imam al-Bushiri, nama lengkapnya adalah Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Sa’id alBushiri. Lahir di Mesir pada tahun 607 H./1213 M. dan wafat tahun 689 M./1297 H.

Para sastrawan dunia mengakui bahwa Burdah adalah satu-satunya bentuk puisi dalam khazanah kesusastraan Arab yang paling kuat bertahan, mudah dihafal, berbobot; karya estetik, romantik, dan apik.

Burdah telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa: Inggris, Jerman, Prancis, Turki, Melayu, Indonesia, dll. Terjemah Burdah yang sudah ada dilengkapi dengan penjelasan artinya secara rinci yang bersumber dari kitab Hasyiyah al-Bajuri karya Syaikhul-Islam Ibrahim al-Bajuri.

Terbitnya buku Terjemah Burdah ini dimaksudkan untuk lebih mempermudah dan menghayati arti madah yang terucap. Ekspresi cinta tidak begitu berarti tanpa diiringi pemahaman dan penghayatan hati. Membaca salawat Burdah adalah bagian dari ekspresi cinta kepada Nabi SAW. Semoga kita semua mendapatkan syafaatnya. Amin.

Pendahuluan / Prolog

Pengantar Penerbit
Bismillahirrahmanirrahim. Apa yang ditulis oleh Ustadz Masykuri di buku ini merupakan bagian dari upaya penting untuk melestarikan keagungan karya-karya ulama salaf. Burdah, sebagaimana kita tahu, merupakan karya agung yang senantiasa dibaca mungkin oleh sekian juta Muslimin. Namun demikian, mungkin sangat sedikit sekali dari mereka yang betul-betul memahami apa maksud dari bait-bait indah dalam Burdah itu. Sehingga, keagungannya sebagai sebuah karya sastra kurang terapresiasi dengan baik.

Hati Pustaka Sidogiri tertarik untuk menerbitkan hasil jerih payah Ustadz Masykuri dalam menterjemah, mengurai dan menjabarkan keindahan Burdah ini. Sebab, upaya semacam ini sangat membantu bagi generasi Muslimin sekarang untuk bisa memetik hikmah dan pesan agung dari sebuah karya. Dan, agar karya-karya semacam Burdah ini tidak sekadar menjadi bacaan rutin yang tidak pernah kita renungkan maknanya dan tidak pernah kita nikmati pula keindahan sastranya.

Membaca Burdah jelas merupakan suatu yang baik, meski kita tidak mengerti apa maknanya dan di mana letak kehebatannya. Namun demikian, jelas jauh lebih baik seandainya kita dapat mengeruk lebih dalam kandungan-kandungan mutiara yang terpendam di dalamnya.

Kalau kita hendak mengeruk mutiara-mutiara Burdah maka buku inilah cangkulnya; kalau kita hendak mengarungi samudera makna dari Burdah, maka buku inilah perahunya. Terima kasih kepada segenap pihak yang ikut membantu terbitnya buku ini, khususnya kepada Ustadz Masykuri Abdurrahman. Semoga ini menambah pundi-pundi bekal kita di akhirat nanti.

Sidogiri, 8 Muharam 1430 H.
Moh. Achyat Ahmad

Penulis

Masykuri Abdurrahman - Masykuri Abdurrahman, lahir di Banyuwangi pada tanggal 10 Mei 1967 M, tepatnya di desa Gintangan Rogojampi Banyuwangi. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Aliah Negeri (MAN) Sobo, Banyuwangi, putra ketiga dari pasangan H. Abdurrahman dan Hj. Shalihah ini langsung berhijrah ke Pondok Pesantren Sidogiri, Sidogiri Kraton Pasuruan Jawa Timur, untuk menimba ilmu agama (tahun 1987- 1995)

Daftar Isi

Sampul
Pedoman Transliterasi
Pengantar Penerbit
Pengantar Penulis
Kata Pengantar Masyarakat Burdah dan Kesejukan Hati dari al-Bushiri
Biografi Imam al-Bushiri dan Perjalanan Burdah
Daftar Isi
1. Gelora Rindu dan Rintihan Cinta
2. Bahaya Hawa Nafsu
3. Sanjung Puji untuk Sang Nabi
4. Kelahiran Sang Nabi
5. Sinar Mukjizat di Tangan Beliau
6. Ayat-Ayat al-Quran dan Segala Kehebatannya
7. Isra Mi'raj yang Mencengangkan
8. Jerih Payah dan Perjuangan Beliau
9. Bertawasul kepada Rasulullah
10. Bermunajat Menyampaikan Hajat
11. Kasidah Mudhariyah Karya Imam Al-Bushiri
12. Kasidah Muhammadiyah Karya Imam Al-Bushiri
Daftar Pustaka
Biodata Penulis

Kutipan

Bahaya Hawa Nafsu
Ya Allah Tuhanku, limpahkan rahmat dan salam abadi selalu atas Kekasih-Mu sebaik-baik makhluk seluruhnya.

Sungguh, nafsu burukku enggan terima nasehat Karena ketidaktahuannya Akan peringatan uban di kepala Juga kerentaan tubuh di umur senja Nafsu burukku enggan menyiapkan Amal baik sebagai suguhan Menyambut tamu yang singgah di kepala Tanpa suguhan sopan-santun untuknya Seandainya aku tahu Bahwa diriku tak dapat menghormat tamu itu Pasti aku sembunyikan diriku Dengan semir uban di kepalaku

Karena ketololannya yang luar biasa, maka nafsu burukku masih saja tak mau menerima peringatan munculnya uban di kepala dan usia yang sudah senja (tua). Uban di kepala adalah peringatan ajal, sedang umur senja adalah tanda hilangnya kekuatan. Dan, nafsu tak menyiapkan buah amal saleh dan pekerti yang baik guna menyambut kedatangan tamu yang mulia, yaitu uban di kepala. Seandainya aku tahu bahwa diriku ternyata tidak dapat menghormati tamu, maka uban di kepala ketika mulai tampak pasti sudah aku tutupi dengan semir yang menyembunyikannya agar tiada yang mencela dan mencerca.

Siapakah gerangan? Sanggup mengendalikan nafsuku dari kesesatan Sebagaimana amukan kuda yang terkendali Dengan kekangan tali Jangan pernah engkau berharap Dapat mematahkan nafsu dengan maksiat Sebab, makanan justru akan menambah Gairah makan si raja perut Nafsu itu bagai bayi Bila engkau biarkan, maka ia tumbuh besar Dengan tetap menyukai susu ibunya Namun bila kau sapih, maka ia akan berhenti sendiri

Karena nafsu sang penyair tak mau menggubris peringatan uban di kepala, maka ia mengadu: siapakah gerangan yang dapat mengendalikan nafsu burukku dari jurang kesesatan, baik dengan mutiara kata nasehat atau berbagai rahasia ilahi. Sebagaimana kuda liar yang dapat dikendalikan dengan tali kendali yang kuat.

Kenapa mengendalikan nafsu harus dengan nasehat dan rahasia ketuhanan? Karena keinginan nafsu tidak bisa diredam dan dipalingkan dengan perbuatan maksiat. Maka, janganlah sekali-kali ingin menghentikan nafsu dengan cara berbuat maksiat, sebab maksiat hanya akan menambah gairah nafsumu, sebagaimana makanan lezat akan menambah gairah makan orang-orang yang rakus makanan (raja perut).

Ingatlah! Bahwa nafsu laksana anak kecil yang menyusu. Kalau dibiarkan maka sampai umur remaja pun akan tetap gemar menyusu. Namun, bila disapih dan dipisah dari susunya maka akan berhenti juga tanpa mengalami kesulitan apapun.