Tampilkan di aplikasi

Buku Citra Aditya hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Aparatur Peradilan

1 Pembaca
Rp 52.000 50%
Rp 26.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 78.000 13%
Rp 22.533 /orang
Rp 67.600

5 Pembaca
Rp 130.000 20%
Rp 20.800 /orang
Rp 104.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Integritas adalah moral tertinggi yang mengakomodasi nilai nilai keutamaan (virtue). Integritas seseorang sangat dipe ngaruhi oleh lingkungan di mana dia tumbuh. Lingkungan yang "bersih" dan inklusif membentuk kepribadian sederhana yang tidak terjebak ke dalam tuntutan hidup yang semakin tidak waras. Keinginan dan hasrat duniawinya "sudah selesai", peng abdiannya semata-mata hanya untuk negara an sich bukan pula "gila hormat" sehingga nyaris tak pernah terpikirkan bagaimana caranya mensiasati moral dan etika utama demi meraup keuntungan pribadi.

Berbicara tentang integritas sangat mudah diucapkan, tetapi sulit diimplementasikan. Kita sering melihat bagaimana "atasan" memberikan pembinaan kepada "bawahan" supaya menanamkan integritas diri. Namun, terkadang oknum "atasan" yang justru terjatuh pada praktik imoral ataupun sebaliknya oknum "bawahan yang masih saja asyik merongrong prinsip etika dan moral. Apakah program pembinaannya yang salah? Tentu tidak, pembinaan tetap dibutuhkan sebagai alarm bagi para oknum tunaetik dan tunamoral agar tidak ter jatuh ke dalam jurang kehinaan. Lalu, mengapa masih terjadi?

Kita terlalu asyik membina orang lain. Akan tetapi, kita lupa diri menjadi teladan bagi yang lain, Keteladanan adalah pembinaan dengan cara perbuatan. Lebih banyak berbuat, tetapi sedikit bercakap. Perbuatan seorang "atasan" akan menjadi rujukan bagi "bawahan". Seorang "atasan" yang berlagak perlente dan jetset tentu akan dicontoh oleh "bawahan" dan sebaliknya, "atasan" yang gaya hidup dan kepribadiannya sederhana akan dicontoh pula oleh "bawahannya". Atasan adalah cermin bawahan.

Keteladanan adalah barang langka yang dapat digali dengan menggunakan dua perkakas, yaitu kejujuran dan ketulusan. Kejujuran seseorang akan memancarkan aura ketulusan yang membuat "clut" nyali orang yang berada di hadapannya, "bagaimana mau melanggar etika dan moral, niat saja tidak berani". Keteladanan "atasan" mampu menerobos relung jiwa kebinatangan "bawahan" sekaligus meredam kehendaknya yang akan melumuri wajah "atasan" dengan perbuatan nirmoral tanpa harus berbicara. Keteladanan bukan taken for granted alias gratis turun dari langit, melainkan hasil pabrikasi pendidikan dan madrasah pengalaman.

Tambal sulam kebutuhan hidup yang tidak waras hingga rela menggadaikan integritas me rupakan ancaman nyata bagi "bawahan" yang dapat menjatuhkan dirinya ke jurang ke hancuran, Integritasnya digadaikan demi menebalkan kocek pribadi sekaligus menambah pundi-pundi. Integritas yang tergadaikan menyebabkan diri tidak merdeka dan hidupnya tersandera dalam lingkaran hitam. Bagaimana mau membangun peradaban umat manusia. mengatur diri sendiri saja sulit karena untuk membangun suatu peradaban dibutuhkan sosok manusia yang cakap intelektualitasnya sekaligus kokoh integritasnya (homo ethicus).

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Dr. H. Ahmad Syahrus Sikti, S.HI, M.H.

Penerbit: Citra Aditya
ISBN: 9789794911914
Terbit: Desember 2021 , 232 Halaman










Ikhtisar

Integritas adalah moral tertinggi yang mengakomodasi nilai nilai keutamaan (virtue). Integritas seseorang sangat dipe ngaruhi oleh lingkungan di mana dia tumbuh. Lingkungan yang "bersih" dan inklusif membentuk kepribadian sederhana yang tidak terjebak ke dalam tuntutan hidup yang semakin tidak waras. Keinginan dan hasrat duniawinya "sudah selesai", peng abdiannya semata-mata hanya untuk negara an sich bukan pula "gila hormat" sehingga nyaris tak pernah terpikirkan bagaimana caranya mensiasati moral dan etika utama demi meraup keuntungan pribadi.

Berbicara tentang integritas sangat mudah diucapkan, tetapi sulit diimplementasikan. Kita sering melihat bagaimana "atasan" memberikan pembinaan kepada "bawahan" supaya menanamkan integritas diri. Namun, terkadang oknum "atasan" yang justru terjatuh pada praktik imoral ataupun sebaliknya oknum "bawahan yang masih saja asyik merongrong prinsip etika dan moral. Apakah program pembinaannya yang salah? Tentu tidak, pembinaan tetap dibutuhkan sebagai alarm bagi para oknum tunaetik dan tunamoral agar tidak ter jatuh ke dalam jurang kehinaan. Lalu, mengapa masih terjadi?

Kita terlalu asyik membina orang lain. Akan tetapi, kita lupa diri menjadi teladan bagi yang lain, Keteladanan adalah pembinaan dengan cara perbuatan. Lebih banyak berbuat, tetapi sedikit bercakap. Perbuatan seorang "atasan" akan menjadi rujukan bagi "bawahan". Seorang "atasan" yang berlagak perlente dan jetset tentu akan dicontoh oleh "bawahan" dan sebaliknya, "atasan" yang gaya hidup dan kepribadiannya sederhana akan dicontoh pula oleh "bawahannya". Atasan adalah cermin bawahan.

Keteladanan adalah barang langka yang dapat digali dengan menggunakan dua perkakas, yaitu kejujuran dan ketulusan. Kejujuran seseorang akan memancarkan aura ketulusan yang membuat "clut" nyali orang yang berada di hadapannya, "bagaimana mau melanggar etika dan moral, niat saja tidak berani". Keteladanan "atasan" mampu menerobos relung jiwa kebinatangan "bawahan" sekaligus meredam kehendaknya yang akan melumuri wajah "atasan" dengan perbuatan nirmoral tanpa harus berbicara. Keteladanan bukan taken for granted alias gratis turun dari langit, melainkan hasil pabrikasi pendidikan dan madrasah pengalaman.

Tambal sulam kebutuhan hidup yang tidak waras hingga rela menggadaikan integritas me rupakan ancaman nyata bagi "bawahan" yang dapat menjatuhkan dirinya ke jurang ke hancuran, Integritasnya digadaikan demi menebalkan kocek pribadi sekaligus menambah pundi-pundi. Integritas yang tergadaikan menyebabkan diri tidak merdeka dan hidupnya tersandera dalam lingkaran hitam. Bagaimana mau membangun peradaban umat manusia. mengatur diri sendiri saja sulit karena untuk membangun suatu peradaban dibutuhkan sosok manusia yang cakap intelektualitasnya sekaligus kokoh integritasnya (homo ethicus).

Pendahuluan / Prolog

Abstrak
Tulisan ini ingin membuktikan bahwa semakin berintegritas Hakim dan aparatur peradilan semakin tinggi espektasi masyarakat dalam proses penegakan hukum dan semakin dirasakan keadilannya namun sebaliknya semakin tidak berintegritas Hakim dan aparatur peradilan semakin menciderai rasa keadilan masyarakat.

Tulisan ini mengafirmasi dua pendapat yaitu:

Pertama, Ronald Dworkin tentang hukum dan integritas yang mengatakan: “Law as integrity therefore not only permits but fosters different forms of substantive conflict or tension within the overall best interpretation of law” dalam bukunya yang berjudul Law’s Empire (The Belknap Press of Harvard University Press, 1986), h. 404.

Kedua, Barda Nawawi Arief tentang hukum dan etika berpendapat bahwa: “Peningkatan kualitas SDM penegak hukum akan menciptakan penegak hukum yang bersih dan berwibawa, yang jujur dan bermoral, tidak korup dan dapat dipercaya menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan, peningkatan kualitas pendidikan akan menciptakan penegak-penegak hukum yang dapat dipercaya karena tidak hanya sekedar memahami hukum (homo juridicus) tetapi juga memiliki etika moral atau yang disebut dengan (homo etichus)” dalam bukunya yang berjudul Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan (Jakarta: Kencana, 2008), h. 24.

Adapun tulisan ini bersifat deskriptif-analisis yang ingin mengeksplorasi berbagai persoalan pelanggaran kode etik Hakim dan aparatur peradilan mulai dari Panitera, Sekretaris, Panitera Muda, Panitera Pengganti, Jurusita, Jurusita Pengganti, Pejabat Struktural, Staf hingga tenaga honor.

Metodologi yang digunakan penulis adalah studi kasus, penjelasan kode etik dan pedoman perilaku berdasarkan sumber kepustakaan (library resources) serta beberapa catatan penting tentang kasus pelanggaran etik terkait profesi Hakim dan aparatur peradilan. Untuk memperkuat hipotesa, penulis menggunakan dua teori sebagai kerangka alur berpikir secara metodologis dan sistematis yaitu teori keutamaan (virtue theory) dan teori egoisme (legal egoism).

Teori keutamaan digunakan penulis sebagai landasan bagi Hakim dan aparatur peradilan agar terhindar dari pelanggaran kode etik dengan melakukan perbuatan-perbuatan terpuji dan menjaga kebiasaan-kebiasaan yang utama dan mulia seperti kejujuran, dermawan, peduli, sederhana, religius, dan lain-lain.

Sedangkan teori egoisme digunakan penulis untuk meneropong kerakusan-kerakusan sikap para oknum Hakim dan oknum aparatur peradilan yang terjatuh ke dalam lubang nirmoral berupa pelanggaran kode etik, penyimpangan bahkan sampai melakukan kejahatan yang sudah diberikan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Kedua teori tersebut secara tersirat sebagai paradigma represif, paradigma preventif dan paradigma kuratif yang penulis tawarkan agar setiap Hakim dan aparatur peradilan terhindar dari perilaku-perilaku tercela yang dapat merugikan diri sendiri, keluarga dan lembaga.

Daftar Isi

Cover Depan
Biografi Penulis
Kata Pengantar Penulis
Abstrak
Daftar Isi
Daftar Tabel
Bab I Pendahuluan
     A. Latar Belakang Masalah
     B. Metodologi
     C. Kerangka Teori
     D. Kerangka Konseptual
     E. Sistematika Penulisan
Bab II Kode Etik
     A. Agama dan Etika
     B. Sumber Kode Etik
     C. Berbagai Pandangan Etika
     D. Kode Etik Profesi
     E. Sejarah Kode Etik Hakim Indonesia
Bab III Pedoman Perilaku
     A. Keterpujian: Antara Nurani, Logika dan Teks
     B. Perilaku Etis dan Perilaku Yuridis
     C. Perilaku Nirmoral dan Modernitas
     D. Pelanggaran, Penyimpangan dan Kejahatan
Bab IV Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
     A. Studi Kasus
          Tabel 1. Klasifikasi Hukuman Disiplin Hakim dan Aparatur Peradilan
     B. Kode Etik dan Pedoman Perilaku
     C. Integritas Hakim: Jembatan Etis antara Kebenaran dan Keadilan
Bab V Kode Etik dan Pedoman Perilaku Panitera
     A. Studi Kasus
          Tabel 2. Klasifikasi Hukuman Disiplin Panitera dan Aparatur Peradilan
     B. Kode Etik dan Pedoman Perilaku
     C. Jangan Menggadaikan Integritas!!
Bab VI Kode Etik dan Pedoman Perilaku Sekretaris
     A. Studi Kasus
          Tabel 3. Klasifikasi Hukuman Disiplin Sekretaris dan Aparatur Peradilan
     B. Kode Etik dan Pedoman Perilaku
     C. Kejujuran Mahal Harganya
Bab VII Kode Etik dan Pedoman Perilaku Panitera Muda
     A. Studi Kasus
          Tabel 4. Klasifikasi Hukuman Disiplin Panitera Muda dan Aparatur Peradilan
     B. Kode Etik dan Pedoman Perilaku.
     C. Tunjukan Integritasmu!!
Bab VIII Kode Etik dan Pedoman Perilaku Panitera Pengganti
     A. Studi Kasus
          Tabel 5. Klasifikasi Hukuman Disiplin Panitera Pengganti dan Aparatur Peradilan
     B. Kode Etik dan Pedoman Perilaku
     C. Persidangan Dengan Integritas
Bab IX Kode Etik dan Pedoman Perilaku Jurusita
     A. Studi Kasus
          Tabel 6. Klasifikasi Hukuman Disiplin Jurusita dan Aparatur Peradilan
     B. Kode Etik dan Pedoman Perilaku
     C. Integritas dan Hati Nurani
Bab X Kode Etik dan Pedoman Perilaku Jurusita Penggati
     A. Studi Kasus
          Tabel 7. Klasifikasi Hukuman Disiplin Jurusita Pengganti dan Aparatur Peradilan
     B. Kode Etik dan Pedoman Perilaku
     C. Pemanggilan Dengan Integritas
Bab XI Kode Etik dan Pedoman Perilaku Pejabat Struktural
     A. Studi Kasus
          Tabel 8. Klasifikasi Hukuman Disiplin Pejabat Struktural dan Aparatur Peradilan
     B. Kode Etik dan Pedoman Perilaku
     C. Jujur, Amanah dan Fathanah.
Bab XII  Kode Etik dan Pedoman Perilaku Staf
     A. Studi Kasus
          Tabel 9. Klasifikasi Hukuman Disiplin Staf dan Aparatur Peradilan
     B. Kode Etik dan Pedoman Perilaku
     C. Mengapa Integritas Itu Penting?
Bab XIII Kode Etik dan Pedoman Perilaku Honorer
     A. Studi Kasus
     B. Kode Etik dan Pedoman Perilaku
     C. Integritas atau Status Sosial?
Bab XIV Penutup
     A. Kesimpulan
     B. Saran
Daftar Pustaka
     A. Buku
     B. Jurnal
     C. Peraturan-Peraturan
Glosarium
Cover Belakang dan Sinopsis