Ikhtisar
Salah satu karakter mahasiswa adalah memiliki ketajaman intelektual. Tradisi membaca dan menulis menjadi keniscayaan. Apa yang dilakukan oleh kader-kader IMM Ushuluddin ini adalah bagian dari upaya meniscayakan tradisi tersebut. Mereka membaca (buku ataupun kondisi sosial-keagaman) dan menuangkannya dalam bentuk tulisan. Saya menyambut baik dan bangga dengan terbitnya buku ini. Bravo untuk IMM Ushuluddin!
- Prof. Dr. Masri Mansoer, Guru Besar Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta
Buku yang ditulis immawan/i ini penting untuk merawat pikiran kritis, tidak taklid dan jumud, tetapi berani bertanya dan melakukan refleksi terhadap keberagamaan yang kita yakini. Keberanian membicarakan agama menurut pengalaman hidup dan sebagai diskursus yang menggambarkan betapa agama bukan hanya doktrin, tetapi agama adalah kesadaran atas keyakinan yang harus dikontekstualisasikan dengan semangat zamannya. Beragama dengan spirit kritis- transformatif ini akan mengantarkan pemeluknya pada penghayatan spiritualitas dan proses mencapai derajat kemanusiaan yang sebenarnya
- Rifma Ghulam Dzaljad, S.Ag., M.Si., Wakil Dekan II FISIP UHAMKA
Membaca buku ini seolah membaca masa kini melalui lensa pikiran orang-orang masa depan. Perspektif anak muda di buku ini menyuguhkan bacaan segar tentang aneka rupa pemahaman dan praktik ber-Islah, yang terus ditimbang dan ditimang ulang seiring perputaran waktu Sikap kritis dari anak zaman now penting untuk diapresiasi sebagai bagian yang akan turut membentuk pembaruan- pembaruan keislaman masa depan.
- Dr. Izza Rohman, MA.. Cendekiawan Muda Muhammadiyah
Pendahuluan / Prolog
Pengantar
Buku Menatap Islam Masa Kini: Pandangan Muslim Milenial yang berada di hadapan pembaca ini merupakan kumpulan buah pemikiran daripada kader-kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat Ushuluddin, Cabang Ciputat. Buku ini merupakan buku kedua yang dibuat oleh IMM Ushuluddin. Sebelumnya IMM Ushuluddin telah menerbitkan buku dengan judul Menjadi Muslim Kritis.
Selama beberapa tahun belakangan, kader IMM Ushuluddin cukup intens menulis tentang isuisu keislaman. Tulisan-tulisan mereka tersebar di berbagai platform media online. Ada yang menulis di Tanwir.ID, IBTimes.ID, dan Rahma.ID. Suatu hal yang patut disyukuri di tengah rendahnya minat literasi masyarakat Indonesia.
Ada banyak hal yang kami kira menggugah para kader tersebut untuk menuliskan pandangan keislamannya. Di antaranya ialah pergulatan mereka di media sosial dan dunia sehari-hari. Dalam proses selancar mereka di media sosial, sudah tentu mereka akan bertemu dengan narasi-narasi keagamaan yang tidak tunggal, melainkan beragam. Begitupun dalam pengamatan mereka sehari-hari terhadap umat beragama. Mereka pasti kerap menemukan tindakantindakan umat beragama yang tidak selaras dan sejalan dengan nilai-nilai agama.
Royhan Azie misalnya. Pada tulisannya di buku ini Royhan menyoroti tentang fenomena Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ). Ia melihat ada yang melenceng dari motivasi dan orientasi orangorang saat ini mengikuti MTQ. Jika dulu motivasi diadakannya MTQ adalah untuk menumbuhkan kecintaan dan menciptakan keakraban antara masyarakat Indonesia dengan Al-Qur’an, maka tidak demikian halnya dengan orang-orang yang disoroti Royhan. Mereka mengikuti kegiatan ini dengan orientasi materi. Meskipun tidak seluruhnya bersikap seperti itu. Karena sebagaimana kita tahu, anggaran dana hadiah yang disediakan kepada pemenang dalam acara ini cukup besar. Oleh karenanya mereka berlomba-lomba menjadi juara agar bisa “menggendong” hadiah yang besar tersebut.
Adapun Khodadad Azizi, penulis yang lain, lebih menitikberatkan perhatiannya pada umat Islam yang gampang menyerah atau yang dalam bahasanya disebut terjebak dalam sikap yang fatalistis. Padahal, jelas Azizi, manusia telah diberi potensi oleh Tuhan. Namun mereka tidak memanfaatkan potensi itu. Mereka lebih memilih berserah diri dan selalu menggantungkan dirinya pada “tangan-tangan gaib” di luar dirinya. Ini berbahaya menurut Azizi. Sebab, hanya dengan menghitung waktu, umat Islam akan segera jatuh dalam jurang kemunduran. Karena itu, ia menyarankan kepada masyarakat Indonesia untuk menimbang “teologi rasional” yang ditawarkan Harun Nasution dan pemahaman takdir yang diajarkan oleh Nurcholish Madjid.
Sedangkan untuk narasi keagamaan di media sosial, kita dapat melihat tulisan yang dibuat oleh Faiz Ali Baagil dan Nurul Amelia Fitri. Tulisan Faiz Ali yang membahas tentang penafsiran ulang terhadap kisah kaum Nabi Luth berasal dari viralnya video podcast seorang Youtuber yang mengundang pasangan gay di Indonesia. Saat video ini viral, umat Islam ramai-ramai membahas tentang kaum Nabi Luth. Mereka menyamakan antara perilaku kaum LGBT pada masa sekarang dengan kaum Nabi Luth pada masa lalu. Padahal, seperti jelas Faiz dalam tulisannya, keduanya cenderung berbeda dengan merujuk pada pemahaman dan penafsiran Musdah Mulia.
Sementara tulisan Nurul berawal dari viralnya keputusan seorang influencer bernama Gita Sav yang memutuskan untuk memilih childfree, yakni tidak memiliki anak. Keputusan Gita itu ternyata diperdebatkan oleh warganet. Mereka menilai Gita telah melanggar kodrat dan fitrahnya sebagai seorang perempuan yang bisa melahirkan. Gita dianggap tidak bersyukur mempunyai rahim.
Namun tidak sedikit juga yang mendukung keputusan Gita tersebut. Di tengah perdebatan tentang boleh tidaknya childfree dalam Islam, Nurul mencoba hadir untuk menawarkan pandangan alternatif. Ia menulis bahwa perempuan punya hak dan otoritas penuh atas tubuhnya. Karena itu ia boleh memutuskan untuk mempunyai anak atau tidak.
Apalagi keputusan tersebut diambil dengan pertimbangan yang rasional. Seperti khawatir jika anaknya lahir, anaknya akan sengsara. Sebab mereka belum matang secara finansial. Alasan-alasan seperti ini, menurut Nurul, dibolehkan oleh Islam. Karena Islam selalu memerintahkan kepada umatnya untuk mencegah kemudharatan.
Akhirnya kami berharap semoga “buku sederhana” yang berisi kumpulan esai-esai keislaman kader IMM Ushuluddin ini dapat memberikan sedikit sumbangsih terhadap pengayaan literasi dan wawasan keislaman kita, khususnya dalam merespons dan menyikapi isu-isu yang belakangan hadir. Selamat membaca!
Ciputat, 26 Juli 2022
M. Bukhari Muslim
Ketua Umum PK IMM Ushuluddin, Cabang Ciputat 2021-2022
Penulis
Muhamad Bukhari Muslim - Lahir di Palu, Sulawesi Tengah, 10 Oktober 2000. Saat ini, Bukhari sedang mengambil studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan fokus Ilmu AlQur’an dan Tafsir, Ushuluddin. Masuk di IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Komisariat Ushuluddin dan sekarang diamanahkan menjadi ketua umumnya. Beberapa waktu yang lalu bersama kawan-kawan tafsir di beberapa kampus di Indonesia ikut mendirikan Forum Mahasiswa Tafsir Muhammadiyah (FMTM) dan sekaligus menjadiketua umum pertamanya. Selain itu, ia juga cukup aktif menulis dan mengelola beberapa media seperti Tanwir.ID dan JIBPost.ID.
Bukunya yang perdana berjudul Warna Warni Islam.
Editor
Muhamad Bukhari Muslim - Lahir di Palu, Sulawesi Tengah, 10 Oktober 2000. Saat ini, Bukhari sedang mengambil studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan fokus Ilmu AlQur’an dan Tafsir, Ushuluddin. Masuk di IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Komisariat Ushuluddin dan sekarang diamanahkan menjadi ketua umumnya. Beberapa waktu yang lalu bersama kawan-kawan tafsir di beberapa kampus di Indonesia ikut mendirikan Forum Mahasiswa Tafsir Muhammadiyah (FMTM) dan sekaligus menjadiketua umum pertamanya. Selain itu, ia juga cukup aktif menulis dan mengelola beberapa media seperti Tanwir.ID dan JIBPost.ID.
Bukunya yang perdana berjudul Warna Warni Islam.
Daftar Isi
Sampul
Pengantar
Daftar Isi
Bagian Satu: Menafsir Islam Masa Kini
Childfree dan Kesadaran Hak Reproduksi Perempuan
Antara Jilbab dan Cadar: Perspektif Al-Qur’an dan Budaya
Melampaui Perdebatan Hukum Masuk Gereja
Musabaqah Tilawah Al-Qur’an: Untuk Taqarrub Ilallah atau Kepentingan Duniawi?
Bagaimana Islam Memandang Fenomena Hoax?
Laku-Laku Fatalisme dan Dekadensi Umat Islam?
Muslim Tanpa Masjid Jilid Dua
Bagian Dua: Diskursus Pemikiran Islam
Menafsir Ulang Kisah Kaum Nabi Luth Bersama Musdah Mulia
Menuju Proyek Manusia-Dewa dan Tantangan Terhadap Al-Qur’an
Sains dan Agama tidak Bertentangan, Melainkan Saling Mendukung
Kontroversi Pemikiran Ali Abdul Raziq tentang Khilafah
Urgensi Gagasan Paulo Freire dalam Membangun Peradaban Islam
Fatwa-Fatwa Progresif Muhammadiyah tentang Perempuan
Islam Mazhab Ukhuwah: Mengenang Jalaluddin Rakhmat
Bagian Tiga: Persoalan Islam Sehari-Hari
Belajar dari Gereja: Doa dan Bimbingan Keluarga
Filantropi Islam: Kedermawanan Pembawa Berkah Hidup
Kajian Fikih: Perbedaan Mani, Madzi, dan Wadi
Apakah Allah Adil Menilai Amal?
Fenomena Flexing yang Menyelisihi Nilai Etika Beragama
Shalat Jumat Bersama Anak