Ikhtisar
"Kartini adalah Pahlawan Nasional Indonesia, berkat jasa-jasanya terhadap perkembangan pendidikan bagi kaum perempuan Indonesia di masa penjajahan. Maka, tidaklah salah jika Kartini disebut sebagai salah satu guru terbaik emansipasi perempuan Indonesia. Melalui korespondensi surat-menyurat yang dilakukan Kartini dengan sahabat-sahabat penanya di Negeri Belanda, ia mengabarkan tentang ketidaksetaraan pendidikan perempuan di Indonesia. Sebagai anak seorang ningrat sekaligus Bupati Jepara, Kartini merasakan betul bagaimana perempuan terbelenggu oleh adat. Pengalaman hidupnya ia ceritakan dalam bentuk surat kepada sahabat-sahabat penanya di Negeri Belanda. Gayung bersambut, sahabat pena Kartini mendukung kesetaraan bagi kaum perempuan di Indonesia.
Perjuangan dengan pena yang dilakukan Kartini sungguh sangat berarti bagi kaum perempuan Indonesia. Melalui surat-suratnya, kemudian ia terjun langsung membuka Sekolah Gadis menjadi titik terang bagi kesetaraan perempuan dalam bidang pendidikan. Sayang, di usianya yang masih sangat muda, Kartini harus menutup mata untuk selama-lamanya. Namun demikian, jasa-jasanya terhadap emansipasi perempuan Indonesia tak akan pernah lekang oleh waktu. Atas itulah, Kartini dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia. Peran Kartini memang telah membawa perubahan dalam sikap dan cara pandang perempuan. Sumbangsihnya senantiasa abadi dalam perjalanan Bangsa Indonesia. Maka dari itu, sangat penting bagi generasi muda untuk meneladani jejak langkah tokoh perempuan berpengaruh tersebut."
Pendahuluan / Prolog
Mukadimah
Kartini. Demikian ia selalu meminta dipanggil tanpa embel-embel kebangsawanan yang selama ini melekat pada namanya. Lahir sebagai seorang putri ningrat, Kartini menolak segala sesuatu berbau feodal yang dirasa membatasi segala gerak-geriknya. Tak segan ia tertawa lebar atau berkejaran dengan saudara-saudaranya, yang dahulu sangatlah dilarang karena dianggap tidak sesuai dengan etika para bangsawan. Tetapi Kartini bukan sosok yang penurut.
Secara perlahan ia melakukan pemberontakan terhadap kungkungan adat istiadat yang dinilainya timpang, feodal, dan diskriminatif. Tidak hanya bagi kaumnya, kaum perempuan, Kartini juga melawan dominasi yang dilakukan para penguasa terhadap rakyatnya, dan kalangan kolonial terhadap pribumi.
Kartini melawan dalam hening, dalam helai kertas, dan goresan pena. Ya, ia melawan lewat tulisan. Surat demi surat ia layangkan pada sahabat-sahabatnya di Belanda. Melalui suratnya, Kartini menceritakan keadaan Jawa yang pada masa itu kental dengan diskriminasi. Tak hanya berkirim surat, Kartini bersama saudarasaudaranya membangun s e ko l a h u n t u k k a u m perempuan.
Membangun sekolah merupakan sebuah tindakan progresif yang dilakukan pada masanya. Perempuan pada masa Kartini tak lebih dari aksesoris lelaki. Mereka tak layak mendapat pendidikan. Tetapi Kartini dengan gigih menolak gagasan itu, menekankan gagasan barunya soal pendidikan yang sama rata, pendidikan untuk perempuan. Ia membuka pemikiran baru bagi para perempuan di masa itu untuk keluar dari kebodohan, kemiskinan, dan penjajahan.
Perjuangan Kartini bukannya tanpa rintangan. Banyak kerikil yang ia lalui untuk bisa memajukan ideidenya. Namun, Kartini gigih mengedepankan pendidikan sebagai hak bagi perempuan, memberitakan keadaan negerinya pada kawan-kawannya di luar sana, dan mendapatkan pemikiran baru yang ia kembangkan demi kepentingan masyarakatnya. Tak berlebihan memang, jika dalam lirik lagu, W.R. Supratman menyebut Kartini sebagai, “pendekar kaumnya”, karena memang itu yang terjadi.
Daftar Isi
Sampul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Mukadimah
Anak yang Cerdas, Lincah, dan Banyak Akal
Masa Sekolah
Terbelenggu Tradisi Konservatif
Awal Mula Perkenalan dengan Sahabat Pena
Mendirikan Sekolah Gadis
Bertekuk Lutut pada Adat
Nasib Kaum Perempuan dan Bangsa
Peduli Rakyat Jelata
30 Menit Terakhir dalam Hidup Kartini
Pembaru yang Mendobrak Kebekuan
Jejak Kalender Kartini
Daftar Pustaka
Glosarium
Indeks
Tentang Penulis