Tampilkan di aplikasi

Buku Pustaka Obor Indonesia hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Siedjah

Melintasi Tapal Batas Kepicikan Kolonial

1 Pembaca
Rp 140.000 30%
Rp 98.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 294.000 13%
Rp 84.933 /orang
Rp 254.800

5 Pembaca
Rp 490.000 20%
Rp 78.400 /orang
Rp 392.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Ia seorang gadis Belanda yang lahir di Nijkerk, sebuah kota kecil yang mirip desa besar. Sebetulnya, namanya Siebrigje. Akan tetapi, ia lebih suka dipanggil Siedjah. nama itu diberikan oleh sahabat-sahabatnya di Hindia. Memang, sesungguhunya hidupnya baru dimulai pada tahun 1924. Di Hindia. ketika itu, ia belum lagi berumur 20 tahun. Ia ingin mengembangkan sayap, ingin mencicipi kehidupan yang lebih luas daripada Nijkerk, lebih luas daripada negeri Belanda. Ia tak hanya ingin menjadi guru bagi anak-anak berkulit putih berambut pirang di negerinya sendiri. Ia ingin yang lain. Ia ingin menyeberangi laut dan mengajar anak-anak berkulit sawo matang di Hindia Belanda.

Dengan modal keberanian dan idealisme anak muda, Siedjah melanglang ke Nusantara. Ia bertemu dan berhadapan dengan kolonialisme Belanda yang rabun jauh, yang mengecewakannya. Ia bukan orang seperti itu. ia tak ingin rabun jauh seperti itu.

Dari lubuk hatinya, Siedjah ingin lebih dekat dengan dan ingin lebih paham masyarakat dan budaya-budaya Nusantara. ia ingin agar masyarakat dan budaya-budaya itu dihargai sebagaimana mestinya. ia gusar dan geram pada sikap petinggi-petinggi kolonial yang melecehkan masyarakat dan budaya-budaya itu. Ia teramat sangat memahami dan mendukung budaya itu. Ia teramat sangat memahami dan mendukung keinginan bangsa Indonesia untuk merdeka.

Di Hindia Belanda selama 18 tahun, ia menggapai cita-citanya dengan penuh semangat: mengajar di Ambon, Jawa, dan Aceh. Ia menemukan cinta, melahirkan anak semata wayang dan putus cinta. lalu, Jepang datang. Matahari terbit yang membawa kemurungan. Dan, kita yang membaca cerita kisah nyata Siedjah, berjalan di sampingnya.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Nico Vink

Penerbit: Pustaka Obor Indonesia
ISBN: 9786024339401
Terbit: Desember 2020 , 406 Halaman

BUKU SERUPA













Ikhtisar

Ia seorang gadis Belanda yang lahir di Nijkerk, sebuah kota kecil yang mirip desa besar. Sebetulnya, namanya Siebrigje. Akan tetapi, ia lebih suka dipanggil Siedjah. nama itu diberikan oleh sahabat-sahabatnya di Hindia. Memang, sesungguhunya hidupnya baru dimulai pada tahun 1924. Di Hindia. ketika itu, ia belum lagi berumur 20 tahun. Ia ingin mengembangkan sayap, ingin mencicipi kehidupan yang lebih luas daripada Nijkerk, lebih luas daripada negeri Belanda. Ia tak hanya ingin menjadi guru bagi anak-anak berkulit putih berambut pirang di negerinya sendiri. Ia ingin yang lain. Ia ingin menyeberangi laut dan mengajar anak-anak berkulit sawo matang di Hindia Belanda.

Dengan modal keberanian dan idealisme anak muda, Siedjah melanglang ke Nusantara. Ia bertemu dan berhadapan dengan kolonialisme Belanda yang rabun jauh, yang mengecewakannya. Ia bukan orang seperti itu. ia tak ingin rabun jauh seperti itu.

Dari lubuk hatinya, Siedjah ingin lebih dekat dengan dan ingin lebih paham masyarakat dan budaya-budaya Nusantara. ia ingin agar masyarakat dan budaya-budaya itu dihargai sebagaimana mestinya. ia gusar dan geram pada sikap petinggi-petinggi kolonial yang melecehkan masyarakat dan budaya-budaya itu. Ia teramat sangat memahami dan mendukung budaya itu. Ia teramat sangat memahami dan mendukung keinginan bangsa Indonesia untuk merdeka.

Di Hindia Belanda selama 18 tahun, ia menggapai cita-citanya dengan penuh semangat: mengajar di Ambon, Jawa, dan Aceh. Ia menemukan cinta, melahirkan anak semata wayang dan putus cinta. lalu, Jepang datang. Matahari terbit yang membawa kemurungan. Dan, kita yang membaca cerita kisah nyata Siedjah, berjalan di sampingnya.

Pendahuluan / Prolog

Kutipan dari Siedjah
Setelah bertahun-tahun tinggal di Hindia, aku masih saja tidak menjadi orang terkenal di dunia. Aku tidak menjadi bupati perempuan pertama di Soya di Atas, di Ambon atau di Kutaraja di Aceh. Aku juga tidak diangkat sebagai Kepala Kebun Raya di Buitenzorg. Tidak juga menjadi penerus Mata Hari. Aku tidak menjadi Komandan tertinggi Korps Perdamaian KNIL yang judes namun ramah. Tak pula menjadi wartawan terkenal Nieuwsblad van Groot-Atjeh en Onderhoorigheden harian untuk Aceh Besar dan daerah sekitarnya. Aku tidak menjadi GubernurJenderal perempuan pertama yang melakukan perjalanan meminta maaf ke Aceh. Juga tidak menjadi Laksamana Korps Marinis Pemerintah Hindia Belanda. Toko Oen di Malang tidak mengangkatku sebagai ahli kue dan, supaya lengkap, aku masih saja tidak suka mengisap-isap kepala ikan di pasar.

Daftar Isi

Sampul
Daftar Isi
Bab 1: Kampung Nijkerk
Bab 2: Peluang Emas di Apeldoorn
Bab 3: Di Depan Kelas di Sebuah Dusun
Bab 4: Abel P
Bab 5: Bouillabaise Ekspres
Bab 6: Selamat Tinggal, Marseille
Bab 7: Sahabat dari Hindia
Bab 8: Bendera Belanda Berkibar di Ambon
Bab 9: Bocah Lanang Tercinta dari Surabaya
Bab 10: Dingiiiin
Bab 11: Salam dari Malang
Bab 12: Dunia Barat Jelang Perang
Bab 13: Bunga Cempaka Berguguran di Aceh
Bab 14: Yokoso! Selamat Datang di Kamp Jepang!
Tentang Penulis