Tampilkan di aplikasi

Buku Pustaka Obor Indonesia hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Gambut Dan Pengetahuan Ekologi Tradisional

Kebijakan, Degradasi, dan Restorasi

1 Pembaca
Rp 70.000 30%
Rp 49.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 147.000 13%
Rp 42.467 /orang
Rp 127.400

5 Pembaca
Rp 245.000 20%
Rp 39.200 /orang
Rp 196.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Paradigma hutan dan lahan (ekosistem) gambut yang dikategorikan sebagai lahan marjinal yang dilihat hanya dari sisi produktivitas semata jika dibandingkan dengan jenis tanah lain (mineral), harus sudah dirubah. Perubahan paradigm itu didasarkan pada fungsi srategis yang dimiliki oleh ekosistem gambut yang sangat berperan menjamin keberlangsungan mahluk hidup di permukaan Bumi ini. Fungsi strategis itu antara lain: fungsi hidrologis, sebagai penambat (sequester) karbon, dan biodiversitas yang penting untuk kenyamanan lingkungan dan kehidupan satwa. Fungsi strategis itu hanya dapat terjadi apabila kita mampu menjaga ekosistem gambut tetap dalam kondisi basah (tidak rusak).

Mengaitkan kondisi dan pengelolaan ekosistem gambut di Indonesia dengan pengetahuan ekologi tradisional pada masyarakat lokal menjadi penting karena ilmu pengetahuan modern semata ternyata tidak mampu untuk menyelesaikan kerusakan gambut yang terjadi selama ini. Melibatkan masyarakat lokal dalam penglolaan ekosistem gambut, seperti untuk memproteksi ekosistem itu dengan pengetahuan ekologi tradisional yang dimilikinya, mungin akan lebih efektif. Buku ini mencoba membuka cakrawala pengetahuan kita yang berhubungan dengan ekosistem gambut itu sendiri dan pengetahuan ekologi tradisional masyarakat lokal, baik dari sisi kebijakan, degradasi, dan restorasi.

“Pengelolaan sumberdaya alam, khususnya lahan gambut, dengan pengetahuan ekologi sebagai wujud dinamika kearifan lokal, sangat penting bagi pelaksanaan pemulihan lingkungan hidup secara nasional maupun global. Buku ini mengartikulasikan dengan baik pengertian dan praktik pengetahuan ekologi itu di tengah-tengah persoalan hukum sosial-ekonomi, kelembagaan, maupun tatakelola. Untuk itu, buku ini penting dibaca oleh para peneliti, praktisi, pengambil kebijakan, maupun pelaku gerakan sosial”.- Hariadi Kartodihardjo, Guru Besar Kebijakan Kehutanan, IPB University.

“Mendokumentasikan hasil penelitian menjadi sebuah buku, merupakan langkah baik yang dapat ditiru oleh peneliti Indonesia agar buah penelitian dapat dinikmati oleh khalayak ilmiah secara luas. Buku ini merupakan sumbangan pemikiran peneliti LIPI tentang kekayaan pengetahuan ekologi tradisional masyarakat dalam mengelola lahan gambut dari beberapa daerah di Indonesia”. - Dr. Tuti Herawati. Deputy Director of Community Forestry, Director General Social Forestry and Environment Partnership Ministry of Environment and Forestry Republic Indonesia

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Dr. Robert Siburian, S.E., M.Si

Penerbit: Pustaka Obor Indonesia
ISBN: 9786024339326
Terbit: Desember 2020 , 356 Halaman

BUKU SERUPA













Ikhtisar

Paradigma hutan dan lahan (ekosistem) gambut yang dikategorikan sebagai lahan marjinal yang dilihat hanya dari sisi produktivitas semata jika dibandingkan dengan jenis tanah lain (mineral), harus sudah dirubah. Perubahan paradigm itu didasarkan pada fungsi srategis yang dimiliki oleh ekosistem gambut yang sangat berperan menjamin keberlangsungan mahluk hidup di permukaan Bumi ini. Fungsi strategis itu antara lain: fungsi hidrologis, sebagai penambat (sequester) karbon, dan biodiversitas yang penting untuk kenyamanan lingkungan dan kehidupan satwa. Fungsi strategis itu hanya dapat terjadi apabila kita mampu menjaga ekosistem gambut tetap dalam kondisi basah (tidak rusak).

Mengaitkan kondisi dan pengelolaan ekosistem gambut di Indonesia dengan pengetahuan ekologi tradisional pada masyarakat lokal menjadi penting karena ilmu pengetahuan modern semata ternyata tidak mampu untuk menyelesaikan kerusakan gambut yang terjadi selama ini. Melibatkan masyarakat lokal dalam penglolaan ekosistem gambut, seperti untuk memproteksi ekosistem itu dengan pengetahuan ekologi tradisional yang dimilikinya, mungin akan lebih efektif. Buku ini mencoba membuka cakrawala pengetahuan kita yang berhubungan dengan ekosistem gambut itu sendiri dan pengetahuan ekologi tradisional masyarakat lokal, baik dari sisi kebijakan, degradasi, dan restorasi.

“Pengelolaan sumberdaya alam, khususnya lahan gambut, dengan pengetahuan ekologi sebagai wujud dinamika kearifan lokal, sangat penting bagi pelaksanaan pemulihan lingkungan hidup secara nasional maupun global. Buku ini mengartikulasikan dengan baik pengertian dan praktik pengetahuan ekologi itu di tengah-tengah persoalan hukum sosial-ekonomi, kelembagaan, maupun tatakelola. Untuk itu, buku ini penting dibaca oleh para peneliti, praktisi, pengambil kebijakan, maupun pelaku gerakan sosial”.- Hariadi Kartodihardjo, Guru Besar Kebijakan Kehutanan, IPB University.

“Mendokumentasikan hasil penelitian menjadi sebuah buku, merupakan langkah baik yang dapat ditiru oleh peneliti Indonesia agar buah penelitian dapat dinikmati oleh khalayak ilmiah secara luas. Buku ini merupakan sumbangan pemikiran peneliti LIPI tentang kekayaan pengetahuan ekologi tradisional masyarakat dalam mengelola lahan gambut dari beberapa daerah di Indonesia”. - Dr. Tuti Herawati. Deputy Director of Community Forestry, Director General Social Forestry and Environment Partnership Ministry of Environment and Forestry Republic Indonesia

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar
Lahan dan hutan rawa gambut memiliki fungsi strategis untuk menjamin keberlangsungan kehidupan di permukaan bumi ini. Meskipun demikian, lahan dan hutan rawa gambut tergolong lahan marginal danfragile, yang dicirikan produktivitas lahan biasanya rendah dan sangat mudah mengalami kerusakan dilihat dari pemanfaatan yang berhubungan dengan tanah.

Dengan kategori yang paradoks itu, penanganan lahan gambut untuk menunjang pembangunan berkelanjutan memerlukan perencanaan yang cermat dan teliti, penerapan teknologi yang sesuai, dan pengelolaan yang tepat. Selain itu, melibatkan masyarakat lokal dengan pengetahuan ekologi tradisional yang dimiliki dan mengombinasikannya pada pengetahuan modern (Western science), menjadi alternatif dalam pengelolaan hutan rawa gambut yang sedang diwacanakan. Pemikiran itu muncul karena masyarakat lokal yang lebih tahu kondisi hutan rawa gambut di sekitarnya mengingat interaksi mereka dengan lahan gambut di sekitarnya sudah dilakukan dalam waktu lama, dan pengetahuan ekologi tradisional itu diwariskan secara turuntemurun sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan tempat mereka bermukim.

Lahan dan hutan rawa gambut yang digolongkan sebagai lahan marginal mengakibatkan upaya mengalihkanvi fungsi lahan dan hutan rawa gambut kerap terjadi, yang berakibat kondisi kawasan tersebut sangat mengkhawatirkan. Kondisi lahan dan hutan rawa gambut yang rusak sangat rentan untuk terbakar. Realitas itu yang selalu terjadi secara berulang dari tahun ke tahun, terutama pada musim kemarau. Kerugian yang diakibatkan oleh lahan dan hutan rawa gambut yang terbakar, tidak saja dari sisi ekonomi tetapi juga berimplikasi pada kehidupan sosial, ekonomi, kesehatan, dan keberlanjutan ekosistem lahan dan hutan rawa gambut itu sendiri.

Upaya untuk meminimalisasi kerusakan lahan dan hutan rawa gambut yang berkelanjutan, pemerintah Indonesia pada tahun 2011 mengeluarkan kebijakan dalam bentuk moratorium. Akan tetapi, kebijakan itu tidak membuahkan hasil maksimal sebab dalam kenyataan, kebakaran lahan dan hutan rawa gambut ketika kebijakan moratorium dilaksanakan justru di kawasan yang dimoratorium tersebut.

Langkah selanjutnya yang dilakukan pemerintah untuk meminimalisasi kerusakan lahan dan hutan rawa gambut, termasuk untuk memulihkan lahan dan hutan rawa gambut yang sudah mengalami kerusakan adalah restorasi. Langkah serius dari pemerintah itu, salah satu diwujudkan dengan membentuk Badan Restorasi Gambut yang ditugaskan untuk mengkoordinasi pelaksanaan restorasi di beberapa provinsi. Target restorasi hingga tahun 2020 pun dicanangkan. Luas lahan dan hutan rawa gambut yang akan direstorasi hingga tahun 2020 itu mencapai dua juta hektar.

Berdasarkan tingkat kerusakan ekosistem lahan dan hutan rawa gambut, termasuk upaya pemulihan melalui restorasi Gambut dan Pengetahuan Ekologi Tradisional: Kebijakan, Degradasi, dan Restorasivii yang dilakukan, berbagai tulisan dalam buku ini mencoba menjelaskan tentang bagaimana tata kelola ekosistem lahan dan hutan rawa gambut secara berkelanjutan. Melalui tulisan-tulisan dalam buku ini, dijelaskan pula bahwa pengelolaan lahan dan hutan rawa gambut tidak saja oleh pemerintah semata tetapi juga melibatkan berbagai stakeholder.

Buku yang diterbitkan berdasarkan hasil penelitian tahun 2017 dan 2018 ini, tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak, baik yang ada di Jakarta maupun di daerah penelitian terutama di Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah, dan Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Para pihak yang sudah membantu kegiatan penelitian ini antara lain Badan Restorasi Gambut RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Tim Restorasi Gambut Daerah di Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Sumatera Selatan, Dinas Kehutanan, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Balai Taman Nasional Sebangau, dan masyarakat di kedua lokasi penelitian. Dengan bantuan data dan informasi dari berbagai pihak tersebut, Tim Peneliti sekaligus Penulis buku ini mengucapkan banyak terima kasih.

Buku yang ada di hadapan pembaca ini, tentu masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, segala masukan dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan tulisan ini di kemudian hari, sangat diharapkan.


Jakarta, Juni 2020
Robert Siburian
Editor

Daftar Isi

Sampul
Kata Pengantar
Daftar isi
Bab 1 Pendahuluan: Gambut, Pengetahuan Ekologi Tradisional, dan Masyarakat Lokal
     Bagian I
     Bagian II
     Bagian III
     Bagian IV
Bab 2 Masyarakat Adat, Pengetahuan Ekologi Tradisional, dan Hutan Gambut di Indonesia
     2.1 Pendahuluan
     2.2 Definisi Masyarakat Adat
     2.3 Masyarakat Adat dan Hutan
     2.4 Pengakuan Hak, Partisipasi, dan Ekonomi Masyarakat Adat
     2.5 Masyarakat Adat dan Pengetahuan Ekologi Tradisional
     2.6 Faktor Degradasi Hutan Gambut di Indonesia
     2.7 Potensi Pengetahuan Ekologi Tradisional Masyarakat Adat dan Hutan Gambut
     2.8 Penutup
Bab 3 Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Hutan Rawa Gambut yang Berkelanjutan dalam Perspektif Hukum
     3.1 Pendahuluan
     3.2 Hukum Perundang-undangan Nasional dan Kearifan Lokal
     3.3 Kearifan Lokal dalam Peraturan Daerah di Kalimantan Tengah
     3.4 Raperda tentang Pengendalian Kebakaran dan Lahan
     3.5 Lembaga Adat dan Hak-hak Adat
     3.6 Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Hutan dan Gambut Sistem Masyarakat Hukum Adat Dayak
     3.7 Konservasi dalam Adat Dayak
     3.8 Peran KHPL dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan
     3.9 Peran BRG dalam Pemberdayaan Masyarakat
     3.10 Penutup
Bab 4 Pengelolaan Lahan Gambut oleh Pemangku Kepentingan: Studi Kasus di Kabupaten Pulang Pisau
     4.1 Pengantar
     4.2 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
     4.3 Diskursus Kebijakan Restorasi Gambut
     4.4 Kerja sama antara LSM dengan Pemerintah Daerah
     4.5 Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Masyarakat
     4.6 Kesimpulan
Bab 5 Pemanfaatan dan Restorasi Lahan Gambut di Kabupaten Pulang Pisau
     5.1 Pengantar
     5.2 Pengertian Restorasi Lahan Rawa Gambut
     5.3 Lahan Gambut di Pulang Pisau: Eksploitasi versus Restorasi
     5.4 ‘Handil’ sebagai Model Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan
     5.5 Kesimpulan
Bab 6 Peran Stakeholder dalam Pengelolaan Hutan Rawa Gambut di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah
     6.1 Pendahuluan: Hutan Rawa Gambut, Pemanfaatan, dan Kemitraan
     6.2 Peran Tokoh Adat
     6.3 Pemerintah Daerah
     6.4 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
     6.5 Perubahan Ekologi
     6.6 Tanggapan Masyarakat
     6.7 Penutup
Bab 7 Pengelolaan Sumber Daya Hutan Berbasis Pengetahuan Ekologi Tradisional
     7.1 Pendahuluan
     7.2 Kabupaten Kapuas sebagai Daerah Penelitian
     7.3 Suku Dayak dan Pengetahuan Tradisional
     7.4 Masyarakat Dayak dalam Ekosistem Sungai dan Gambut
     7.5 Pembukaan Lahan Tanpa Bakar dan Konservasi ala Masyarakat Lokal
     7.6 Konflik dan Penyelesaian Sengketa Berbasis Kearifan Lokal
     7.7 Penutup
Bab 8 Peraturan dan Kelembagaan Restorasi Gambut: Permasalahan yang Terjadi di Lapangan
     8.1 Pengantar
     8.2 Perundang-undangan dan Kebijakan yang mengatur Gambut di Tingkat Pemerintah Pusat
     8.3 Framework Kelembagaan Pengelolaan dan Restorasi Gambut
     8.4 Kebijakan Pemerintah Daerah tentang Tata Kelola Gambut Sumatera Selatan
     8.5 Tata Kelola dan Restorasi Gambut di Sumatera Selatan
     8.6 Tim Restorasi Gambut Daerah
     8.7 Penyelesaian Konflik Lahan
     8.8 Penutup
Bab 9 Areal Gambut dan Kehidupan Masyarakat Sekitar: Kasus di Kabupaten Ogan Komering Ilir
     9.1 Pengantar
     9.2 Sejarah Restorasi Gambut di Kabupaten OKI
     9.3 Kearifan Lokal Simbur Cahaya tentang Gambut
     9.4 Persentuhan Kepentingan dalam Penguasaan Areal Gambut
     9.5 Kesimpulan
Bab 10 Penutup
Indeks
Tentang penulis