Tampilkan di aplikasi

Buku Pustaka Obor Indonesia hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia

Jilid 2: Maret 1946 - Maret 1947

1 Pembaca
Rp 135.000 30%
Rp 94.500

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 283.500 13%
Rp 81.900 /orang
Rp 245.700

5 Pembaca
Rp 472.500 20%
Rp 75.600 /orang
Rp 378.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Tan Malaka (1894- 1949) pada tahun 1942 kembali ke Indonesia dengan menggunakan nama samaran sesudah dua puluh tahun mengembara. Ia tinggal di sebuah kampung kecil di Jakarta dan kemudian bekerja sebagai mandor buruh tambang batu bara di bayah, Banten Selatan. Pada masa Hindia Belanda ia bekerja untuk Komintern (organisasi komunis revolusioner internasional) dan pasca 1927 memimpin Partai Repoeblik Indonesia yang ilegal dan antikolonial.

Menjelang kapitulasi Jepang ia diutus ke Jakarta. Ia tidak diberi peranan dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sementara itu, tokoh Tan Malaka yang legendaris ini berkenalan dengan pemimpin-pemimpin Republik Indonesia: Soekarno, Hatta, dan Sjahrir. Ia memberi kesan yang mendalam dan segera terlibat dalam pembentukan kebijakan di tingkat tertinggi. Tetapi segera pula mereka tidak sejalan. Tan Malaka menghendaki sikap tak mau berdamai dengan Belanda yang ingin memulihkan kembali kekuasaan kolonialnya. Ia memilih jalan 'perdjoangan' dan bukan jalan 'diplomasi'.

Januari 1946 Tan Malaka mendirikan Persatoean Perdjoangan yang dalam beberapa bulan menjadi alternatif dahsyat terhadap pemerintah moderat. Dalam konfrontasi di Parlemen ia kalah dan beberapa minggu kemudian Tan Malaka dan sejumlah pengikutnya ditangkap dan ditahan tanpa proses sama sekali - dari Maret 1948 sampai September 1948. Tan Malaka selalu dihadapkan dengan empat sekawan pimpinan Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan Amir Sjarifoeddin serta gerakan komunis-sosialis yang berpengaruh dan yang menuduh Tan Malaka sebagai penganut Trotsky.

Jilid kedua biografi Tan Malaka menggambarkan secara rinci nasib Tan Malaka dan pengikutnya dalam tawanan. Ia difitnah sebagai dalang di balik Peristiwa 3 Juli 1946 untuk menyelubungi fakta bahwa peristiwa itu sebetulnya menyerupai kup Panglima Besar Soedirman yang ingin berkuasa. Dalam risalah yang menegangkan rahasia Peristiwa 3 Juli diungkapkan. Walaupun Tan Malaka masih dalam tawanan, teman-teman sehaluannya berhasil muncul kembali sebagai oposisi melawan Perjanjian Linggarjati yang dianggap sebagai kapitulasi terhadap Belanda. Akan tetapi semuanya berakhir dengan kekalahan lagi.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Harry A. Poeze

Penerbit: Pustaka Obor Indonesia
ISBN: 9786024332853
Terbit: Desember 2019 , 416 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Tan Malaka (1894- 1949) pada tahun 1942 kembali ke Indonesia dengan menggunakan nama samaran sesudah dua puluh tahun mengembara. Ia tinggal di sebuah kampung kecil di Jakarta dan kemudian bekerja sebagai mandor buruh tambang batu bara di bayah, Banten Selatan. Pada masa Hindia Belanda ia bekerja untuk Komintern (organisasi komunis revolusioner internasional) dan pasca 1927 memimpin Partai Repoeblik Indonesia yang ilegal dan antikolonial.

Menjelang kapitulasi Jepang ia diutus ke Jakarta. Ia tidak diberi peranan dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sementara itu, tokoh Tan Malaka yang legendaris ini berkenalan dengan pemimpin-pemimpin Republik Indonesia: Soekarno, Hatta, dan Sjahrir. Ia memberi kesan yang mendalam dan segera terlibat dalam pembentukan kebijakan di tingkat tertinggi. Tetapi segera pula mereka tidak sejalan. Tan Malaka menghendaki sikap tak mau berdamai dengan Belanda yang ingin memulihkan kembali kekuasaan kolonialnya. Ia memilih jalan 'perdjoangan' dan bukan jalan 'diplomasi'.

Januari 1946 Tan Malaka mendirikan Persatoean Perdjoangan yang dalam beberapa bulan menjadi alternatif dahsyat terhadap pemerintah moderat. Dalam konfrontasi di Parlemen ia kalah dan beberapa minggu kemudian Tan Malaka dan sejumlah pengikutnya ditangkap dan ditahan tanpa proses sama sekali - dari Maret 1948 sampai September 1948. Tan Malaka selalu dihadapkan dengan empat sekawan pimpinan Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan Amir Sjarifoeddin serta gerakan komunis-sosialis yang berpengaruh dan yang menuduh Tan Malaka sebagai penganut Trotsky.

Jilid kedua biografi Tan Malaka menggambarkan secara rinci nasib Tan Malaka dan pengikutnya dalam tawanan. Ia difitnah sebagai dalang di balik Peristiwa 3 Juli 1946 untuk menyelubungi fakta bahwa peristiwa itu sebetulnya menyerupai kup Panglima Besar Soedirman yang ingin berkuasa. Dalam risalah yang menegangkan rahasia Peristiwa 3 Juli diungkapkan. Walaupun Tan Malaka masih dalam tawanan, teman-teman sehaluannya berhasil muncul kembali sebagai oposisi melawan Perjanjian Linggarjati yang dianggap sebagai kapitulasi terhadap Belanda. Akan tetapi semuanya berakhir dengan kekalahan lagi.

Pendahuluan / Prolog

Kup Tan Malaka?
Pagi buta tanggal 18 Maret di Solo, terdengar Polisi Tentara (PT) mengunci pintu. Maka Tan Malaka dan Soekarni pun tersekap sudah. Berita tentang penangkapan pemimpin-pemimpin Persatoean Perdjoeangan (PP) itu jelas sudah sampai di Yogya, oleh karena itu PT di Solo segera diberitahu. Pasukan secukupnya dikumpulkan dan diberangkatkan menuju gedung di Jalan Baron, untuk menjaga para pemimpin yang ditangkap itu.

Sejurus sesudah pintu dikunci Tan Malaka mendengar suara Yamin dari ruang sebelah. Ia mengatakan bahwa Abikoesno Tjokrosoejoso dan dirinya sudah ditangkap sebelumnya.1 Mereka berempat dikurung terpisah, dan tanpa kontak dengan dunia luar. Daun jendela kamar-kamar mereka tentu saja selalu tertutup, sehingga cahaya sianghari tidak bisa masuk. Juga janganlah bicara soal penerangan di dalam kamar.

Mereka berempat selalu di dalam kegelapan, bahkan juga pada waktu makan, sehingga seperti dikatakan Yamin, tidak bisa membedakan antara nasi dengan jari-jari tangan sendiri. Keadaan seperti itu berlangsung selama lima hari.2 Di Madiun, pada tanggal 18 pagi, Sajoeti Melik ditangkap di hotelnya; keberangkatannya ditunda karena ia merasa sakit.

Kemudian ia dibawa ke Solo dan ditahan di sana; jelas tidak bersama Tan Malaka, Yamin, Abikoesno, dan Soekarni.3 Pada tanggal 20 Maret Chairul Saleh ditangkap di Yogya.4 Ini merupakan tindakan Pemoeda Sosialis Indonesia (Pesindo) yang sangat cepat dalam menanggapi mundurnya Chairul Saleh sebagai ketua Badan Kongres Pemoeda Repoeblik Indonesia (BKPRI) satu hari sebelumnya. Chairul ditahan di sebuah pabrik gula di Bantul, dekat Yogya.

Pemerintah sekarang menghadapi tugas untuk memberikan pembenaran tentang penahanan itu – dengan cara yang sesedikit mungkin menimbulkan reaksi dan tetap ada jalan alternatif yang bisa dilakukan tanpa kehilangan muka. Hal itu dilakukan dengan sangat berhati-hati, oleh sedikitnya informasi yang sengaja menyembunyikan kenyataan. Langkah pertama berupa pernyataan dari Amir Sjarifoeddin dan Soedarsono. Dua menteri ini memberikan pernyataan mereka pada tanggal 18 Maret, jadi sesudah Tan Malaka dan kawan-kawannya ditangkap.

Daftar Isi

Sampul
Daftar isi
Kata pengantar edisi Indonesia
Bab I: Kup Tan Malaka? Maret-Juli 1946
     Teka-teki sekitar penangkapan
     Tan Malaka dihitamkan sebagai trotskiis
     Disimpan di daerah pegunungan
     Konsentrasi Nasional
     Para tukang di Tawangmangu
     Solo dalam oposisi
     Tentara dan pemerintah
     Perdjuangan untuk kekuasaan di dalam PKI
     Kembalinya Djamaloeddin Tamin dan kawan-kawannja
     PKI menolak Tan Malaka
     Partai Rakjat
     Thesis
     Pari bagian Submarine
     Yamin menulis terus
     Soedirman mengunjungi Tawangmangu
     Kabinet koalisi
     A.Koma
     Konsesi-konsesi diplomatik kepada Belanda
     Pemerintah mengakui konsesi
     Oposisi bersidang
     Soedarsono dan Joesoef bergerak
     Penculikan Sjahrir
     Manuver sekitar penculikan
     Soedirman sebagai tokoh antara
     Soekarno bertindak
     Pembebasan Sjahrir
     Penahanan-penahanan baru
     Rencana Soedarsono
     Tindakan Soedirman
     Tahanan dibebaskan dan menuju Wiyoro
     Soedarsono dan Joesoef mempersiapkan diri
     Konfrontasi Soedarsono dengan Soekarno, Hatta, dan Amir
     Pemerintah menghimpun dukungan
     Janji dengan Soedirman
     Perebutan kekuasaan, kup, atau petisi?
     Daya pengaruh pendapat umum
     Keterangan pemerintah
     Pemerintah membenahi keadaan
     Reaksi Belanda
     Penulisan sejarah
Bab II: Benteng Repoeblik Juli 1946-Maret 1947
     Perpindahan
     Dukungan pada pemerintah
     Tahanan
     Ditahan di Yogya
     Komidi putar tahanan
     Reaksi-reaksi di luar sel
     Kabinet baru
     Perang saudara sesama komunis
     Kembalinya Alimin
     Tahanan-tahanan yang dilupakan
     Perjanjian Linggajati
     Benteng Repoeblik
     Pengambilan keputusan parlementer, tapi bagaimana?
     KNIP di Malang
     Perhatian terhadap tahanan
     Penantian yang tanpa ujung
     Polemik kalangan kiri
     PKI Sibar
     Thesis dan Analisis
     Roestam Effendi
     Partai Rakjat
     Lasjkar Rakjar Djawa Barat
     Partai Rakjat Djelata
     A.Koma
     PKI Merah
     Partai Wanita Rakjat
Bibliografi
Daftar singkatan
Indeks nama
Indeks subjek
Indeks geografi
Sumber ilustrasi