Tampilkan di aplikasi

Buku Pustaka Obor Indonesia hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Diplomasi Parlemen

1 Pembaca
Rp 120.000 30%
Rp 84.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 252.000 13%
Rp 72.800 /orang
Rp 218.400

5 Pembaca
Rp 420.000 20%
Rp 67.200 /orang
Rp 336.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Diplomasi parlemen belum banyak dikenal dan terpublikasi secara luas di masyarakat, termasuk di kalangan peminat studi hubungan internasional hingga dewasa ini. Bahkan, mereka yang meniti karir di dunia diplomasi secara formal selama ini, yakni Kementerian Luar Negeri, bukan hanya masih canggung mengakui secara terbuka “diplomasi parlemen,” sebagai bagian dari aktivitas diplomasi yang berlangsung selama ini, secara resmi maupun tidak resmi. Diplomat di negeri berkembang juga belum (dapat) mengakui secara jujur peran dan kegiatan anggota parlemen yang turut berkontribusi dalam pencapaian tujuan nasional mereka pada pencapaian kesejahteraan dan upaya menciptakan dan menjaga perdamaian dan stabilitas keamanan dunia.

Di negara-negara yang telah maju ekonomi dan demokrasinya, diplomasi parlemen telah lebih seabad lebih lamanya dipraktikkan untuk pencapaian kepentingan nasional di dunia internasional. Para anggota parlemen adalah bagian dari pelaku diplomasi, yang terbagi atas aktor negara dan non-negara, berkelompok dan individual, terkordinasi dan lepas, serta menjalankan first track diplomacy atau second track diplomacy. Mereka dapat memainkan perannya secara formal dan tidak untuk kepentingan individual, nasional, kawasan, dan internasional.

Peran anggota parlemen sebagai messengers negara yang penting, berbeda dengan primitive diplomats, yang dalam perkembangan hubungan internasional yang tidak lagi konvensional, mereka turut memainkan peran penting dalam kegiatan yang disebut sebagai lobi, perundingan atau negosiasi. Pemain baru bermunculan, karena munculnya kebutuhan aktor lain diplomasi di negara-negara yang melakukannya. Meningkatnya pelanggaran HAM dan kebutuhan kapital membuat negara membutuhkan parlemen sebagai aktor lain dunia diplomasi yang dapat melindungi kepentingan nasional dari berbagai tekanan yang menyudutkan. Manfaat diplomasi parlemen pada akhirnya harus dapat dirasakan oleh umat manusia yang mendamakan dunia yang sejahtera, adil, dan aman.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Poltak Partogi Nainggolan

Penerbit: Pustaka Obor Indonesia
ISBN: 9786233210577
Terbit: Desember 2020 , 467 Halaman










Ikhtisar

Diplomasi parlemen belum banyak dikenal dan terpublikasi secara luas di masyarakat, termasuk di kalangan peminat studi hubungan internasional hingga dewasa ini. Bahkan, mereka yang meniti karir di dunia diplomasi secara formal selama ini, yakni Kementerian Luar Negeri, bukan hanya masih canggung mengakui secara terbuka “diplomasi parlemen,” sebagai bagian dari aktivitas diplomasi yang berlangsung selama ini, secara resmi maupun tidak resmi. Diplomat di negeri berkembang juga belum (dapat) mengakui secara jujur peran dan kegiatan anggota parlemen yang turut berkontribusi dalam pencapaian tujuan nasional mereka pada pencapaian kesejahteraan dan upaya menciptakan dan menjaga perdamaian dan stabilitas keamanan dunia.

Di negara-negara yang telah maju ekonomi dan demokrasinya, diplomasi parlemen telah lebih seabad lebih lamanya dipraktikkan untuk pencapaian kepentingan nasional di dunia internasional. Para anggota parlemen adalah bagian dari pelaku diplomasi, yang terbagi atas aktor negara dan non-negara, berkelompok dan individual, terkordinasi dan lepas, serta menjalankan first track diplomacy atau second track diplomacy. Mereka dapat memainkan perannya secara formal dan tidak untuk kepentingan individual, nasional, kawasan, dan internasional.

Peran anggota parlemen sebagai messengers negara yang penting, berbeda dengan primitive diplomats, yang dalam perkembangan hubungan internasional yang tidak lagi konvensional, mereka turut memainkan peran penting dalam kegiatan yang disebut sebagai lobi, perundingan atau negosiasi. Pemain baru bermunculan, karena munculnya kebutuhan aktor lain diplomasi di negara-negara yang melakukannya. Meningkatnya pelanggaran HAM dan kebutuhan kapital membuat negara membutuhkan parlemen sebagai aktor lain dunia diplomasi yang dapat melindungi kepentingan nasional dari berbagai tekanan yang menyudutkan. Manfaat diplomasi parlemen pada akhirnya harus dapat dirasakan oleh umat manusia yang mendamakan dunia yang sejahtera, adil, dan aman.

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar
Diplomasi parlemen belum banyak dikenal dan terpublikasi secara luas di masyarakat, termasuk di kalangan peminat studi hubungan internasional hingga dewasa ini. Bahkan, di kalangan mereka yang meniti karir di dunia diplomasi secara formal selama ini, yakni Kementerian Luar Negeri. Mereka juga masih canggung mengakui secara terbuka dan belum terbiasa menggunakan terminologi “diplomasi parlemen,” sebagai bagian dari aktivitas diplomasi yang berlangsung selama ini, secara resmi maupun tidak resmi, yang dipertunjukan di meja-meja perundingan maupun di luar itu.

Dengan kata lain, diplomat di negeri berkembang tampaknya belum (dapat) mengakui secara jujur peran dan kegiatan anggota parlemen (DPR) yang turut berkontribusi dalam pencapaian tujuan nasional setiap negara dalam aktivitas hubungan internasional pada umumnya, yang turut berkontribusi pada pencapaian kesejahteraan dan upaya menciptakan dan menjaga perdamaian dan stabilitas keamanan dunia sejak dulu hingga dewasa ini.

Di negara-negara yang telah maju secara ekonomi dan praktik demokrasinya, diplomasi parlemen telah seabad lebih lamanya dipraktikkan, dengan hasilnya yang tampak di sana-sini. Praktik diplomasi parlemen sejalan dengan pertumbuhan demokrasi di negara maju, yang mengedepankan peran para wakil rakyat, bukan hanya mengandalkan pemerintah, dalam pencapaian kepentingan nasional di dunia hubungan internasional. Dengan demikian perkembangan diplomasi parlemen mencerminkan pula perkembangan kualitas demokrasi yang berlangsung di negara-negara Eropa Barat, yang dominan dengan adopsi sistem parlementernya dan implementasi sistem dua kamar (bikameral) di parlemen mereka masing-masing.

Tidak mudah untuk mengakui capaian praktik diplomasi parlemen yang telah dipraktikkan setiap negara, terutama oleh Prancis, yang sejak tahun 1887 telah berusaha mengimplementasikannya secara optimal dengan menginisiasi pendirian Uni Parlemen Sedunia (Inter-Parliamentary Union–IPU). Ini logis, karena pemerintah masih diakui sebagai satu-satunya aktor atau pelaku formal dan sah kegiatan diplomasi internasional. Sementara, parlemen sampai seabad lebih berjalan masih dilihat sebagai penggembira atau pemain cadangan atau tambahan yang hanya berperan di lapangan pinggir, tidak mengarahkan dan dapat menentukan hasil (akhir) permainan dunia diplomasi.

Waktu berjalan terus, dan permasalahan dunia semakin kompleks. Demikian juga dengan eksistensi para pelaku diplomasinya. Pemain baru bermunculan, apakah itu diminta maupun tidak, karena kebutuhan yang mulai muncul ataupun mendesak dengan munculnya tuntutan otomatis dari dunia diplomasi dan negara-negara yang melakukannya. Para anggota parlemen asal Indonesia, yang bernaung di bawah lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan contoh dari aktor-aktor diplomasi yang muncul kemudian.

Di kalangan akademisi dan publik yang cerdas, terdapat penilaian sendiri mengenai apa dan bagaimana kategori diplomat yang dapat menjalankan praktik diplomasi ini secara tepat dan efekitf, terutama dewasa ini. Dapat dipahami, penilaian yang prokontra muncul akibat maraknya kegiatan studi banding anggota DPR yang mengatasnamakan diplomasi parlemen, sehingga merancukan maknanya dan kemudian merendahkan signifikasinya. Terlepas dari situasi ini, sesungguhnya praktik diplomasi parlemen telah dimainkan oleh para anggota DPR sejak beberapa dasawarsa lalu, seiring dengan munculnya kebutuhan pemerintah yang sadar atas keterbatasannya, dan munculnya kemampuan negara untuk membiayainya ketika kemakmuran tumbuh di awal pemerintahan Orde Baru, yang secara keras telah memacu pertumbuhan ekonomi, dengan dilindungi praktik otoriterisme politiknya.

Meningkatnya pelanggaran Hak Asasi manusia (HAM) dan kebutuhan akan kapital yang terus meningkat, membuat pemerintah membutuhkan aktor dari parlemen sebagai pemain lain dunia diplomasi yang dapat melindungi dan membantu memperkuat posisi Indonesia di berbagai meja perundingan internasional dari berbagai kecaman dan tekanan yang dapat menyudutkan Indonesia. Eksistensi dan peran anggota parlemen kemudian secara realistis dapat dirasakan manfaatnya oleh negara, lebih tepat lagi, pemerintah, sebagai agen yang mengelolanya untuk setiap periode tertentu, sekalipun juga secara simultan turut memberi tekanan yang menyesakkan dari dalam, akibat sikapnya dalam berbagai resolusi yang mengritik dan menyudutkan Indonesia. Memang, penilaian mengenai hasil diplomasi parlemen itu sendiri pada akhirnya harus dapat dilihat dari perspektif yang cermat, sehingga manfaatnya dapat benar-benar dilihat bagi kepentingan nasional dan dunia, untuk kemaslahatan umat manusia di manapun mereka berada, terutama di kalangan negara-negara anggota IPU.

Jakarta, akhir Maret 2020
Poltak Partogi Nainggolan

Penulis

Poltak Partogi Nainggolan - Adalah research professor untuk masalah-masalah politik, keamanan dan hubungan internasional di Pusat Penelitian Badan Keahlian DPRRI. Menyelesaikan program Master Politik dan Hubungan Internasional (Studi Keamanan) di University of Birmingham, Inggris, dengan beasiswa dari Foreign Commonwealth Office (Chevening Scholarship), pada tahun 1999. Menyelesaikan program doktoral ilmu politik dan studi kawasan (Asia Tenggara) di Albert-Ludwigs-Universitaet Freiburg, Jerman, dengan beasiswa dari Hanns Seidel Stiftung (HSS) pada tahun 2011.

Publikasi buku terkini antara lain Ancaman ISIS di Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2017; Indonesia dan Rivalitas China, Jepang dan India, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018; Kekhalifahan ISIS di Asia Tenggara, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018; Diplomasi Parlemen, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020; Masalah Keamanan Abad ke-21, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020; Konflik Internal dan Kompleksitas Proxy War di Timur Tengah, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020; Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020, dan ASEAN: Quo Vadis, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia: 2021. Transisi dan Gagalnya Transisi Demokratis PascaSoeharto, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2021; DPR dan Defisit Demokratis, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2021.

Daftar Isi

Cover
Daftar Isi
Kata Pengantar
Bab 1: Pendahuluan
Bab 2: Respons IPU atas Globalisasi dan Tuntutan Demokratisasi
     I. Pendahuluan
     II. Masalah hak Asasi Manusia
          A. Eksistensi Kedaulatan Negara
          B. Kejahatan terhadap Kemanusiaan
          C. Perlindungan Kelompok Minoritas
          D. Perlindungan Perempuan dan Anak
          E. Perlindungan HAM Anggota Parlemen
          F. Deklarasi HAM Universal
          G. Perlunya Dialog Universal
     III. Kampanye Demokratisasi
     IV. Implikasi Globalisasi
     VI. Kesimpulan
Bab 3: Kinerja DPR Dalam Diplomasi Parlemen di Era Perang Dingin
     I. Pendahuluan
     II. Kinerja Grup Nasional Indonesia
     III. Tantangan Grup Nasional Indonesia
          A. Masalah Timor Timur
          B. Pelanggaran HAM Anggota Parlemen
     IV. Strategi Menigkatkan Peran Parlemen Indonesia
     V. Kesimpulan
Bab 4: Parlemen dan Masalah Timor Timur (TimTim)
     I. Keterlibatan DPR
     II. Membangun Dukungan Positif
Bab 5: Eksistensi dan Peran Staf Pendukung Diplomasi Parlemen
Bab 6: Politik Amerika Serikat dan Posisi DPR
Bab 7: Kunjungan Delegasi IMF ke DPR
Bab 8: Perkembangan Politik Asia Tenggara dan Peran Parlemen
     I. Ancaman Stabilitas Kawasan
     II. Krisis dan Transisi Demokrasi
     III. Keamanan dan Demokrasi
     IV: Kontribusi Anggota Parlemen Muda
Bab 9: DPR dan DPD dalam AIPO dan IPU
     I. Ketidakserasian Hubungan
     II. Modal dan Potensi
     III. Solusi dari Kontestasi Peran
Bab 10: Parlemen dan Promosi Perdamaian dan Masyarakat Berkelanjutan
Bab 11: Diplomasi DPR di Arena Internasional
     I. Panggung Bilateral
     II. Panggung Multilateral
     III. Masalah Timor Timur (TimTim)
     IV. Memperjuangkan Kebebasan
     V. Membela Kehormatan Bangga
     VI. Evaluasi Peran
Bab 12: Parlemen dan Masalah Palestina Jerusalem, Golan dan Lebanon Selatan
     I. Konflik Israel-Palestina dan Peran DPR
     II. Kompleksitas Masalah
     III. Respons Indonesia
Bab 13: Parlemen dan Sidang Komisi Eksekutif APA di Jakarta
     I. Posisi DPR Terhadap Statuta
     II. Posisi DPR Terhadap Perampingan Organisasi
     III. Posisi DPR Tehadap Pertemuan Sub-Komisi
     IV: Posisi DPR Atas Masalah Politik dan Keamanan
Bab 14: DPR dan Sidang Sub-Komisi APA
     I. Harapan Ketua DPR
     II. Materi Delegasi Parlemen Indonesia
Bab 15: Politik Luar Negeri Indonesia 2013 dan Relevansinya Dengan Peran Parlemen
     I. Pendahuluan
     II. Realistiskah?
     III. Sikap DPR
     IV. Kesimpulan
Bab 16: Menilai Kinerja Internasional DPR di Tahun 2013
     I. DPR dan PC-WTO
     II. SEAPAC Medan
     III. DPR dan MDGs
     IV. DPR dan Dunia Islam
     V. DPR dan Permasalahan Aktual Dunia
     VI. PC-WTO Bali
Bab 17: Konflik Regional, Agenda Masa Depan IPU, dan Peran Indonesia
     I. Pendahuluan
     II. Masalah Laut China Selatan
     III. Kepentingan Claimants dan Non-Claimants
     IV. Agenda Asia Pacific Group
     V. Eskalasi Keregangan di Semenanjung Korea
     VI. Implikasi Konflik Korea
     VII. Peta Kekuatan Militer
     VIII. Sikap Pemerintah Indonesia
     IX. Transisi Demokratis di Timur Tengah
     X. Pergantian Rezim di Tunisia
     XI. Pergantian Rezim di Mesir
     XII. Perang Sipil di Libya
     XIII. Efek Domino di Kawasan
     XIV. Peran Parlemen Indonesia
     XV. Agenda Inter-Parlementary (IPU)
     XVI. Kesimpulan
Bab 18: Peran Indonesia dalam membangun Demokrasi Perwakilan di Myanmar: Prioritas, Proses dan Tantangan
Bab 19: Masukan DPR untuk Sidang Umum IPU 16-20 Maret 2014 di Ganeva-Swiss: Memperbaharui Komitmen bagi Perdamaian dan Demokrasi
Bab 20: DPR dan Hubungan Selatan-Selatan Global Patnership For Effective Development CO-Openration (GPEDC) 15-16 April 2014, Mexico City
Bab 21: Posisi Delegasi DPR Dalam Sidang Pleno Ke-7 APA 2 Desember 2014 Di Lahore-Pakistan
     I. Respons Atas Situasi Ekonomi dan MDGs-SDGs
     II. Posisi Terhadap Islamabad Communique
     III. Posisi Terhadap Lahore Declaration
     IV. Posisi Delegasi Pada Sidang Komisi
Bab 22: Diplomasi Asian Parliamentary Assembly (APA) dan Keterbatasannya
     I. Sejarah APA
     II. Kinerja Pimpinan dan Anggota APA
     III. Pentingnya Konferensi Lahore
     IV. Peran dan Posisi Indonesia
Bab 23: Asian Parliamentary Assembly (APA) dan Palestina Sebagai Agenda Istimewa
     I. Dukungan Intervensi Indonesia
     II. Menembus Blokade Israel
     III. Peran Quarte Serta Kaum Muda dan Perempuan
     IV. Pengakuan Atas Negara Palestina
     V. Resolusi Khusus Mengenai Palestina
Bab 24: DPR dan Wacana Pembangunan Berkelanjutan APA
     I. Isu Energi Baru dan Terbarukan
     II. Agenda Pengetasan Kemiskinan
     III. APA Merespons Perkembangan Global
     IV. Kepentingan Bersama Parlemen
     V. Energi dan Lingkungan Hidup
     VI. Perbaikan Kesejahteraan Penduduk
     VII. Keanekaragaman Budaya dan Agama
     VIII. Peningkatan Konetivitas
     IX. Peningkatan Kesejahteraan
Bab 25: Posisi Indonesia di Konferensi APA
     I. Sidang Komisi Eksekutif
     II. Indonesia dan Islamabad Communique
     III. Indonesia dan Lahore Declaration
     IV. APA Melawan Embargo dan Dominasi AS
     V. Kekuatan Alternatif
     VI. Agenda Masa Depan
Bab 26: APA Meningkatnya Instabilitas di Timur Tengah dan Afrika Utara
     I. APA Sebagai Arena Iran
     II. Inkapabilitas dalam Masalah Timur Tengah
     III. Kegagalan dalam Mengatasi Proxy War
     IV. Mengapa Parlemen Indonesia Tetap Antusias?
     V. kepentingan Negara Besar
Bab 27: Quo Vadis, Asian Inter-Parlementary Assembly (APA)?
     I. Pendahuluan
     II. Menuju Parlemen Asia?
     III. Masalah Keoganisasian
     IV. Adakah Common Interest?
     V. Bisakah Keluar dari Transisi Demokratis?
     VI. Kesimpulan
Bab 28: Ancaman Kekerasan Sektarian Global
Bab 29: Diplomasi Parlemen Indonesia-Jepang
     I. Diplomasi DPR dengan Ketua Parlemen Jepang
     II. Diplomasi DPR ke Keidanren
     III. Diplomasi Tingkat Tinggi DPR
     IV. Pesan Diplomasi DPR Kepada Kaisar Jepang
     V. Diplomasi Publik DPR
Bab 30: Diplomasi Parlemen Lewat Indonesia-Pacific Parlementary Partnership (IPPP)
Bab 31: Agenda DPR dalam Diplomasi Parlemen 2019-2024
     I. Pendahuluan
     II. Parlemen dan Hubungan-Diplomasi Internasional
     III. Agenda Diplomasi Individual dan Bilateral
     IV. Agenda Diplomasi Parlemen di Arena Regional
     V. Agenda Diplomasi di Panggung Multilateral
Bab 32: Penutup
Bibliografi
Indeks
Tentang Penulis