Tampilkan di aplikasi

Buku Pustaka Obor Indonesia hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Tantangan dan Peluang Untuk Pertanian Tiongkok

Menyediakan Pangan bagi Banyak Orang Seraya Tetap Melindungi Lingkungan

1 Pembaca
Rp 100.000 20%
Rp 80.000
Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Who will feed China? seru Lester R. Brown, yang suaranya akan diaminkan oleh para pegiat Club of Rome maupun pandangan para ekonom oksidental klasik serta neoklasik, ketika keterbatasan sumber daya menjadikan momok yang mencemaskan bagi laju pertumbuhan manusia yang semakin besar. Sektor pertanian tetap berlahan terbatas, juga tantangan inefisiensi pertanian, yang dibarengi oleh proses penggurunan, maupun pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat penggunaan bahan kimia.

China, atau Tiongkok mampu membalikkan pandangan tersebut. Negeri ini ternyata mampu menghidupi warganegaranya yang kini berjumlah 1,5 miliar. Hal ini berkat keberhasilan Tiongkok menjalankan reformasi struktural yang sesuai dengan konteks sosio-politiko-kulturalnya, antara lain dengan penataan kelembagaan disertai peningkatan input pertanian modern.

Hasilnya, tak hanya terintegrasi dengan WTO, yang memungkinkan Tiongkok berpotensi diserbu dengan hasil pertanian negara maju akibat disparitas harga; namun juga bermigrasinya tenaga produktif bidang pertanian menuju perkotaan yang lebih menjanjikan penghasilan besar.

Namun pangan tetap akan menjadi pertaruhan bagi kedaulatan maupun martabat bangsa di masa depan. Para pemimpin Tiongkok menyatakan, “Untuk membuat Tiongkok kaya, petani harus kaya.” Wengsheng Chen, sang penulis buku Mencukupi Kebutuhan Makan 1,5 Miliar Rakyat: Tantangan dan Peluang Pertanian Tiongkok coba menelusuri sejarah, kendala, tantangan, prospek, keteguhan hati kepemimpinan Tiongkok, serta implementasi berkelanjutan dalam menjaga dan meningkatkan ketahanan pangan bagi bangsa berpenduduk paling besar di dunia ini.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Wensheng Chen

Penerbit: Pustaka Obor Indonesia
ISBN: 9786236421079
Terbit: Oktober 2021 , 443 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Who will feed China? seru Lester R. Brown, yang suaranya akan diaminkan oleh para pegiat Club of Rome maupun pandangan para ekonom oksidental klasik serta neoklasik, ketika keterbatasan sumber daya menjadikan momok yang mencemaskan bagi laju pertumbuhan manusia yang semakin besar. Sektor pertanian tetap berlahan terbatas, juga tantangan inefisiensi pertanian, yang dibarengi oleh proses penggurunan, maupun pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat penggunaan bahan kimia.

China, atau Tiongkok mampu membalikkan pandangan tersebut. Negeri ini ternyata mampu menghidupi warganegaranya yang kini berjumlah 1,5 miliar. Hal ini berkat keberhasilan Tiongkok menjalankan reformasi struktural yang sesuai dengan konteks sosio-politiko-kulturalnya, antara lain dengan penataan kelembagaan disertai peningkatan input pertanian modern.

Hasilnya, tak hanya terintegrasi dengan WTO, yang memungkinkan Tiongkok berpotensi diserbu dengan hasil pertanian negara maju akibat disparitas harga; namun juga bermigrasinya tenaga produktif bidang pertanian menuju perkotaan yang lebih menjanjikan penghasilan besar.

Namun pangan tetap akan menjadi pertaruhan bagi kedaulatan maupun martabat bangsa di masa depan. Para pemimpin Tiongkok menyatakan, “Untuk membuat Tiongkok kaya, petani harus kaya.” Wengsheng Chen, sang penulis buku Mencukupi Kebutuhan Makan 1,5 Miliar Rakyat: Tantangan dan Peluang Pertanian Tiongkok coba menelusuri sejarah, kendala, tantangan, prospek, keteguhan hati kepemimpinan Tiongkok, serta implementasi berkelanjutan dalam menjaga dan meningkatkan ketahanan pangan bagi bangsa berpenduduk paling besar di dunia ini.

Pendahuluan / Prolog

Pendahuluan
Mengingat bahwa Tiongkok harus memberi makan lebih dari 20% penduduk dunia dengan hanya 7% dari lahan pertanian yang ada di bumi, pembangunan pertanian secara strategis sangat penting di Tiongkok. Dalam konteks global cuaca ekstrem yang sering terjadi, perubahan harga hasil pertanian dan energi yang tidak menentu, dan krisis keuangan yang melanda seluruh dunia, masa depan Tiongkok akan ditentukan oleh bagaimana mengatasi tantangan peningkatan sumber daya dan kendala lingkungan, meningkatnya biaya produksi pertanian, migrasi tenaga kerja perdesaan, pencemaran lingkungan, serta kerusakan ekologi, dengan mendorong transformasi model pertumbuhan pertanian.3 Dalam proses modernisasi, pembangunan pertanian Tiongkok unik karena tidak ada negara lain yang pertaniannya memberikan pengaruh jangka panjang terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan atau memprioritaskan strategi pembangunan nasional dalam jangka panjang.

Di dalam negeri, meskipun pertanian menyumbang proporsi yang semakin rendah dalam PDB dan peningkatan pendapatan petani lebih bergantung pada sektor nonpertanian —berbagai fungsi produksi pertanian seperti konservasi ekologi, pengondisian lingkungan, energi berbasis nabati, pariwisata dan rekreasi, dan kesinambungan budaya akan diletakkan di latar depan— peran strategisnya dalam membantu peningkatan kualitas hidup, membangun ekonomi yang kuat, dan meningkatkan daya saing internasional tidak berubah.4 Secara internasional, lebih dari 1,5 miliar orang hidup hanya dengan US$ 1 per hari dengan lebih dari setengahnya dihabiskan untuk makanan.

Potensi krisis pangan yang disebabkan oleh kemungkinan melonjaknya harga hasil pertanian tidak hanya akan menyebabkan gejolak keuangan internasional dan krisis sosial di berbagai negara dan wilayah, tetapi juga menyebabkan jutaan orang kelaparan. Nyatanya, moda pembangunan pertanian dan ketahanan pangan telah menjadi gambaran besar persoalan ketahanan ekonomi nasional, bahkan global, dan stabilitas sosial. Karena pangan, minyak, dan mata uang merupakan senjata untuk membatasi negara lain dalam komunitas internasional, pertanian dengan peran strategis yang semakin menonjol telah tumbuh menjadi kompetensi inti yang penting bagi suatu negara untuk bersaing secara ekonomi.

Dalam 30 tahun terakhir reformasi dan keterbukaan telah menyaksikan masuknya Tiongkok dalam tahap menengah industrialisasi dan urbanisasi yang pesat dan Tiongkok mendapati dirinya mengalami pembangunan terbaik sepanjang sejarah. Sistem Tanggung Jawab Rumah Tangga Tiongkok di daerah perdesaan telah melepaskan kekuatan pembangunan pertanian yang belum pernah terjadi sebelumnya dan telah membuat Tiongkok secara historis melompat dari era kekurangan pangan ke era baru penghidupan yang dinikmati oleh lebih dari satu miliar orang dan kemakmuran secara keseluruhan. Dari 2004 hingga 2006, pajak pertanian secara berturut-turut dicabut secara nasional, sebuah pencapaian besar dalam sejarah pertanian yang ditandai dengan mengakhiri praktik petani membayar pajak pertanian kepada pemerintah yang telah berlangsung selama lebih dari dua ribu tahun. Ini juga menjelaskan masalah pajak pertanian —salah satu masalah terberat yang terkait dengan “pertanian, petani, dan perdesaan” yang tetap tidak terpecahkan selama ribuan tahun. Sejak awal abad ke-21, terutama setelah tahun 2003, pembangunan pertanian terhalang oleh berbagai faktor: meningkatnya tekanan dan kendala sumber daya dan lingkungan, perubahan kompleks ekonomi dalam dan luar negeri, dan seringnya terjadi bencana alam. Namun, perlu disebutkan bahwa untuk pertama kalinya produksi pertanian Tiongkok meningkat selama 11 tahun berturut-turut sejak 1949, dari 861,4 miliar jin pada tahun 2003 menjadi 1.124,2 miliar jin pada tahun 2012, yang mewakili pertumbuhan tahunan rata-rata 35 miliar jin. Sementara itu, pendapatan petani mewujudkan “Sembilan Peningkatan Cepat Berturut-turut”, dari ¥ 2.662 tahun 2003 menjadi ¥ 7.917 tahun 2012, tumbuh paling cepat dengan pertumbuhan tahunan rata-rata lebih dari ¥ 540.5 Dengan meninjau sejarah pertanian dunia, kita akan menemukan bahwa di antara raksasa pertanian besar, hanya Amerika Serikat dan India yang mencapai peningkatan lima tahun berturutturut dari tahun 1975 hingga 1979 dan dari tahun 1966 hingga 1970. Seolah-olah, apa yang kita capai dalam pembangunan pertanian dalam beberapa dekade terakhir, baik dengan standar historis dan kontemporer, menetapkan “patokan Tiongkok” untuk dunia.6 Dan, sejauh pencapaiannya, ini meletakkan dasar yang kokoh untuk modernisasi dan memungkinkan pertanian Tiongkok untuk berdiri di atas titik awal yang baru dalam perjalanan pembangunan.

Kita juga harus memperhatikan tantangan yang dihadapi dan belum pernah terjadi sebelumnya. Pertama, seiring dengan pertumbuhan penduduk Tiongkok yang terus meningkat, pola pembangunan pertanian yang ada dihadapkan pada tantangan berat untuk memenuhi permintaan produk pertanian yang berlebihan. Meskipun hasil panen bagus selama sembilan tahun berturutturut, kita mengimpor lebih banyak sumber pangan dari negara lain. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2011 Tiongkok mengimpor sebanyak sepersepuluh dari total kebutuhan dalam negeri, termasuk sekitar sepertiga dari ekspor kedelai dunia. Populasi dunia diperkirakan akan membengkak menjadi 9,3 miliar, membutuhkan 680 juta ton biji-bijian lagi, sementara populasi Tiongkok akan meningkat menjadi 1,5 miliar, yang lebih banyak dari jumlah orang di semua negara maju jika digabungkan. Kebutuhan gabah menjadi 780 juta ton dan kebutuhan daging menjadi 120 juta ton.

Kedua, karena lahan pertanian dan sumber daya air berkurang kuantitas dan kualitasnya, moda pembangunan saat ini dihadapkan pada kendala yang lebih ketat pada faktor-faktor berbasis sumber daya. Karena kondisi nasional tidak berubah, sumber daya pertanian per kapita Tiongkok jauh lebih rendah dari rata-rata dunia. Empat sumber daya pertanian penting seperti hutan, air, tanah, dan lahan pertanian menyumbang 26%, 33%, 36%, dan 40% dari rata-rata dunia, dan sumber daya pertanian per kapita terus menurun.8 Ketiga, dengan globalisasi, industrialisasi, dan urbanisasi yang kian maju, moda pembangunan saat ini dihadapkan pada tantangan akan perlunya sumber daya penting dan meningkatnya tekanan dari pasar domestik dan luar negeri. Di satu sisi, dengan akselerasi proses industrialisasi dan urbanisasi Tiongkok, terjadi persaingan semakin ketat antara perdesaan dan perkotaan serta antara pertanian dan industri untuk lahan pertanian serta sumber daya air. Di sisi lain, produktivitas tenaga kerja yang rendah sangat memengaruhi daya saing internasional.

Pada tahun 2008, hasil produksi sereal, beras, dan gandum per satuan luas mencapai standar negara maju dan hasil jagung mencapai standar negara cukup maju. Selama periode ini, produktivitas tenaga kerja pertanian Tiongkok hanya sekitar 47% dari rata-rata dunia, sekitar 2% dari standar negara maju dan hanya 1% standar Amerika Serikat dan Jepang, sehingga menempati peringkat 91 dunia.9 Sementara itu, “empat raksasa pertanian” dari perusahaan pertanian internasional telah menguasai lebih dari 80% perdagangan biji-bijian dunia dan 70% perdagangan lobak melalui penguatan penyebaran seluruh rantai industri dalam bahan mentah, logistik, perdagangan, pemrosesan, dan penjualan. Seiring perusahaan internasional memperkuat monopoli produk dan bahan pertanian, Tiongkok menghadapi persaingan yang semakin tidak menguntungkan dengan negara-negara maju.

Keempat, karena pembangunan pertanian berbasis sumber daya menyebabkan masalah ekologis seperti kerusakan sumber daya, pencemaran lingkungan, kehilangan air, erosi tanah, dan penggurunan, pola yang ada menghadapi tantangan dari degradasi ekologi dan masalah keamanan produk pertanian. Penelitian menunjukkan bahwa Tiongkok bertanggung jawab atas 30% konsumsi pupuk kimia dunia dalam beberapa tahun terakhir. Pemakaian pestisida dan pupuk per satuan luas 1,4 hingga 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju dan penggunaan pestisida dan pupuk kurang dari setengahnya, masing-masing hanya 30% dan 40%. Selain itu, setiap tahun 40% (sekitar 50 ton) sisa bahan kimia pertanian tertinggal di tanah, sedangkan tingkat pemanfaatan efektif air yang digunakan untuk pertanian di seluruh negeri saat ini hanya 40%, jauh di bawah negara-negara maju, yaitu 70% hingga 80%.10 Polusi plastik telah menjadi masalah utama di daerah perdesaan. Banyak pegunungan hijau dan perairan pada masa lalu telah tercemar dan beberapa mengalami penggurunan. Sementara beberapa sungai sering dilanda banjir, sungai-sungai lain mengering begitu saja. Semua ini memiliki kaitan langsung dengan kerusakan lingkungan hidup wilayah perdesaan. Oleh karena itu, model pembangunan pertanian saat ini berkontribusi terhadap kemerosotan lingkungan pembangunan pertanian dan penurunan kualitas produk pertanian. Hal tersebut juga semakin membahayakan kesehatan warga serta kelangsungan pembangunan ekonomi nasional.

Setiap era memiliki masalahnya sendiri-sendiri. Diyakini bahwa setelah masalah itu diselesaikan, umat manusia akan maju. Pemanasan global dan kehabisan sumber daya telah membawa tantangan berat bagi kelangsungan hidup dan perkembangan manusia. Pembangunan masyarakat yang melestarikan sumber daya dan ramah lingkungan (“Resource and Ecologically Sound Society”) telah menjadi topik sentral dalam pembangunan ekonomi dan sosial dunia. Ini masalah yang ingin dipecahkan oleh setiap negara di dunia, yang mewakili cita-cita bersama dan misi bersama yang tidak dapat diabaikan oleh negara mana pun. Sidang Pleno kelima Komite Sentral PKT ke-16 secara eksplisit mengusulkan untuk membangun “masyarakat yang lestari dan ramah lingkungan”, dan mula-mula mengintegrasikannya ke dalam salah satu tugas strategis pembangunan ekonomi dan sosial nasional Tiongkok dalam rencana jangka menengah dan jangka panjang.11 Hal itu diangkat dalam derajat urgensi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam Rencana Lima Tahun Kedua Belas untuk Pembangunan Ekonomi dan Sosial Nasional. Itu juga dipraktikkan dan dipromosikan sebagai model oleh Dewan Negara. Beberapa kota dipilih oleh Dewan Negara, seperti gugus kota Changsha-Zhuzhou-Xiangtan dan gugus kota Wuhan, untuk menjadi daerah percontohan reformasi pembangunan “masyarakat yang ramah sumber daya dan lingkungan” dalam Kongres Nasional ke- 17 PKT. Sementara itu, Kebangkitan Rencana Wilayah Pusat, yang disetujui oleh Dewan Negara pada tahun 2009, mencantumkan enam kota di wilayah tengah Tiongkok, termasuk provinsi Hubei dan Hunan, sebagai basis produksi biji-bijian terpenting di provinsi tersebut dan wilayah yang kritis bagi keamanan pangan nasional. Sidang Paripurna ke-5 Komite Sentral PKT menunjukkan bahwa Tiongkok akan mencanangkan “masyarakat yang berwawasan sumber daya dan lingkungan” sebagai dukungan penting untuk mempercepat transformasi moda pembangunan ekonomi, dan menjelaskan persyaratan, pendekatan, dan tindakan penanggulangannya.12 Pengalaman selama beberapa tahun terakhir di provinsi Hunan membuktikan bahwa “masyarakat yang sehat secara sumber daya dan lingkungan” adalah pilihan yang inovatif dan tak terelakkan bagi pemerintah untuk mempercepat transformasi moda pembangunan dan proses masyarakat ekonomi dan sosial kita secara terkoordinasi dan berkelanjutan. Pada tahun 2011, Tiongkok mengeluarkan Rencana Lima Tahun ke-12 untuk Pembangunan Ekonomi dan Sosial yang berfungsi sebagai pedoman untuk mempercepat moda pembangunan transformasi ekonomi dan tonggak promosi menuju kemajuan dalam membangun “masyarakat berwawasan sumber daya dan lingkungan”.

Kongres Nasional PKT ke-17 mengusulkan bahwa “transformasi moda pembangunan ekonomi” harus dianggap sebagai penyebaran strategis yang signifikan dan juga secara eksplisit mengatakan bahwa transformasi moda pembangunan pertanian harus diambil sebagai tugas penting untuk mentransformasikan moda pembangunan ekonomi sebagai bidang yang penting bagi transformasi ekonomi nasional. Sesi Ketiga Komite Sentral PKT ke-17 mengatakan bahwa “kita harus fokus pada percepatan transformasi moda pertumbuhan pertanian dan membangun sistem hasil pertanian yang menampilkan konservasi sumber daya dan ramah lingkungan yang harus dicapai pada tahun 2020.”

Daftar Isi

Sampul Depan
Identitas Buku
Daftar Isi
Pengantar 1 - Xiwen Chen
Pengantar 2 - Fang Cai
BAB 1 - Pendahuluan
     I. Pertanyaan Penelitian
     II. Pokok Bahasan dan Isi
BAB 2 - Moda Pembangunan Pertanian: Penelitian Teoretis yang Relevan di Dalam dan Luar Negeri
     I. Fungsi Produksi Neoklasik dan Moda Pembangunan Pertanian: Landasan Teoretis  dan Konsekuensinya terhadap Perkembangan Pertanian Tradisional
     II. Transformasi Moda Pembangunan Pertanian: Investigasi Berdasarkan Ekonomi
     III. Sistem Lahan Pertanian dan Transformasi Moda Pembangunan Pertanian
     IV. “Masyarakat yang Berwawasan Sumber Daya dan Lingkungan” dan Transformasi
     V. Tahap Baru Perkembangan Pertanian Modern: Sumber Daya Domestik dan Praktik
     VI. Transformasi Moda Pembangunan Pertanian dalam Konstruksi “Masyarakat yang
BAB 3 - Transformasi Pembangunan Pertanian Tiongkok dengan Tujuan Ganda di Bawah Kendala Sumber Daya dan Lingkungan
     I. Status Quo Pembangunan Pertanian Tiongkok di Bawah Kendala Sumber Daya dan
     II. Konstruksi “Masyarakat yang Berwawasan Sumber Daya dan Lingkungan” Membutuhkan
     III. Arahan Strategis untuk Transformasi Pembangunan Pertanian Tiongkok: “Pertanian  yang Ramah Sumber Daya dan Lingkungan”
     IV. Tujuan Ganda Transformasi Pembangunan Pertanian dalam Konstruksi “Masyarakat
BAB 4 - Transformasi Moda Pemanfaatan Elemen dan Sumber Daya dengan Inovasi Agro-sains dan Teknologi Sebagai Inti
     I. Inovasi Agro-Sains dan Teknologi dan Transformasi Moda Pembangunan Pertanian
     II. Inovasi Teknologi Penghematan Tenaga Kerja, Pengembangan Sumber Daya  Manusia, dan Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja
     III. Inovasi Teknologi yang Melestarikan Sumber Daya serta Pengembangan Tingkat  Penggunaan Sumber Daya dan Tingkat Produktivitas Lahan
     IV. Inovasi Teknologi Perlindungan Lingkungan Pertanian, Konservasi Faktor  Produksi, dan Pembangunan Pertanian yang Berkelanjutan
BAB 5 - Transformasi Sistem Produksi Pertanian Sejalan dengan "Pertanian yang Ramah Sumber Daya dan Lingkungan"
     I. Pembangunan Sistem Industri “Pertanian Ramah Sumber Daya dan Lingkungan”
     II. Membangun Standardisasi Sistem Produksi Pertanian dengan Fokus Menjamin  Kualitas Produksi Pertanian sebagai Inti
     III. Membangun Sistem Pencegahan dan Pengendalian Sumber Polusi Pertanian  Tersebar dengan Menjaga Lingkungan sebagai Intinya
     IV. Membangun Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Bencana dengan Membangun  Irigasi dan Pemeliharaan Air sebagai Intinya
     V. Membangun Sistem Perlindungan Sumber Daya Spesies Hayati dengan Perlindungan  Sumber Daya Plasma Nutfah Hayati sebagai Intinya
     VI. Membangun Sistem Evaluasi Komprehensif “Pertanian yang Ramah Sumber  Daya dan Lingkungan” dan Analisis Provinsi Hunan
     VII. Studi Empiris Pengembangan “Pertanian Ramah Sumber Daya dan Lingkungan”  di Area Eksperimen “Masyarakat yang Berwawasan Sumber Daya dan Lingkungan” di  Tiongkok dengan Contoh Gugusan Kota Changsha-Zhuzhou-Xiangtan
     VIII. Studi Empiris Kualitas dan Keamanan Hasil Pertanian Provinsi Besar dengan  Contoh dari Provinsi Hunan
BAB 6 - Transformasi Sistem Pelayanan Perdesaan yang Dikomersialkan dengan Mengambil Informatisasi Pertanian sebagai Terobosan
     I. Informatisasi Pertanian adalah Pilihan Tak Terelakkan dalam Transisi ke Sistem
     II. Pilihan Moda Layanan Informatisasi Pertanian dalam Konstruksi “Masyarakat  Berwawasan Sumber Daya dan Lingkungan
     III. Sistem Layanan Iptek Berorientasi Informatisasi untuk Komersialisasi Riset  Ilmiah dan Teknologi Pertanian
     IV. Sistem Produksi Berorientasi Informatisasi Berdasarkan Transformasi Produksi  Pertanian yang “Ramah Sumber Daya dan Lingkungan”
     V.Sistem Pelayanan Sirkulasi Berorientasi Informatisasi Berbasis Peredaran Produk Pertanian dengan Efisiensi Tinggi
     VI. Studi Empiris Peragaan Perdesaan Tiongkok dan Informatisasi Pertanian dengan  Contoh Provinsi Hunan
BAB 7 - Inovasi kelembagaan dari Transformasi Pertanian yang "Ramah Sumber Daya dan Lingkungan"
     I. Transformasi Fungsi Pemerintah dan Transformasi Moda Pembangunan Pertanian
     II. Inovasi Kelembagaan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perdesaan Bertujuan  Membina Petani Baru
     III. Inovasi Kelembagaan Sirkulasi Lahan Akan Menghasilkan Penggunaan yang Efisien dan  Perlindungan Sumber Daya Lahan
     IV. Membangun Sistem Inovasi Ilmiah dan Teknologi Nasional untuk Menghadapi  Perkembangan Dunia
     V. Membangun Sistem Pendukung Keuangan yang Berfokus pada Pelestarian  Sumber Daya dan Perlindungan Lingkungan
     VI. Berinovasi dan Menyempurnakan Mekanisme Keuangan Desa dan Sistem  Layanan Keuangan Desa
     VII. Membangun Sistem Kelembagaan Berorientasi “Pertanian Ramah Sumber Daya dan  Lingkungan” dengan Pengelolaan dan Perlindungan Eko-Lingkungan
     VIII. Membangun Sistem Pengawasan Pemerintah untuk Mutu Produk Pertanian dan  Memperkenalkan Pedoman Resmi Pengolahan Pangan
     IX. Mempercepat Inovasi Manajemen Sosial Perdesaan untuk Mendorong Transformasi  Pertanian yang “Ramah Sumber Daya dan Lingkungan
Catatan Kaki
Indeks
Sampul Belakang