Ikhtisar
Banyak ulama, tetapi sangat sedikit ulama yang sastrawan. Banyak ustadz dan macan podium tetapi sedikit sekali yang bersedia menjadi pendidik yang istiqamah. Banyak ulama tetapi sedikit sekali ulama yang pejuang mengangkat senjata melawan kolonial penjajah.
Tidak mudah kita menemukan satu sosok yang padanya memiliki kriteria ulama, pejuang, sejarawan, sastrawan, pakar bahasa Arab, ahli bahasa Inggris, jurnalis, peminat ekonomi, pendidik, penyiar radio, penulis kamus 3 bahasa. Itulah KH Abdullah Bin Nuh. Tidak berlebihan jika kita menamakannya sebagai “Al Ghazali dari Indonesia”. The Al Ghazali from Indonesia.
Ulasan Editorial
Bintang lima untuk buku ini
Customer
/
hariyadiyadi329
Pendahuluan / Prolog
Pendahuluan
Banyak ulama, tetapi sangat sedikit ulama yang sastrawan. Banyak sastrawan Indonesia tetapi sedikit sekali yang mampu menulis dalam bahasa Indonesia sekaligus bahasa Arab. Banyak orang Indonesia yang menulis bahasa Arab tetapi sedikit sekali yang menulis syair Arab berkualitas tinggi sehingga diakui oleh sastrawan Arab juga. Banyak yang menulis dalam bahasa Arab tetapi sedikit yang mampu menulis dalam bahasa Inggris. Banyak yang menulis dalam bahasa Inggris tetapi sedikit yang mampu membuat kamus 3 bahasa; Inggris-Arab-Indonesia.
Banyak ustadz dan macan podium tetapi sedikit sekali yang bersedia menjadi pendidik yang istiqamah. Banyak pendidik tetapi sedikit yang pernah menjadi pemimpin redaksi satu majalah. Banyak jurnalis dan penyiar radio Indonesia tetapi jarang sekali yang mampu menjadi pengisi radio berbahasa Arab.
Banyak ulama tetapi sedikit sekali ulama yang pejuang mengangkat senjata melawan kolonial penjajah. Banyak pejuang tetapi sedikit sekali pejuang yang menuangkan sejarah perjuangan bangsanya dalam satu buku sejarah yang padu.
Tidak mudah kita menemukan satu sosok yang padanya memiliki kriteria ulama, pejuang, sejarawan, sastrawan, pakar bahasa Arab, ahli bahasa Inggris, jurnalis, peminat ekonomi, pendidik, penyiar radio, penulis kamus 3 bahasa. Itulah KH Abdullah Bin Nuh. Tidak berlebihan jika kita menamakannya sebagai “Al Ghazali dari Indonesia”. The Al Ghazali from Indonesia.
Daftar Isi
Cover
Daftar Isi
Pendahuluan
Kata Pengantar
BAB 1 Mengenal Tanah Cianjur dan Dinamika“Gerakan” Di Masyarakatnya:Kondisi Geografis, Sosial, dan Historis
Kondisi Umat Islam
Sarekat Islam Cianjur
BAB 2 Masa Tumbuh Kembang Hingga Dewasa:“Terlahir” untuk Menjadi Ulama
Silsilah Geneologis Keluarga K.H. Abdullah bin Nuh
Tinggal di Makkah
Belajar Sambil Berkarya
Persaudaraan Islam (Sebuah Prosa)
Belajar ke Mesir
BAB 3 : Berjuang Untuk Kedaulatan : Demi Harkat dan Martabat Umat dan Bangsa
Ulama yang Terus Belajar
Dari Hutan Hingga Parlemen
Hijrah ke Yogyakarta
Siarkan Kemerdekaan RI
Menikah di Banyumas
Kembali ke Yogya
BAB 4 : Ayah dan Guru Terbaik : Menjadi Contoh dan Keteladanan
Pribadi Bersahaja
Hangat dan Penuh Humor
Pendongeng Ulung
Mengajak Anak
Kesungguhan para Istri
Pendidik yang Rendah Hati
“Murid” Al-Ghazaly
Thariqah Mama
BAB 5: Merintis Cita-cita dengan Menghidupkan Sejarah : Untuk Kebaikan Umat dan Bangsa
Hidup Dimasa Sulit
Cita-cita Persatuan Umat
Bersatu untuk Kejayaan Islam
BAB 6: Penyair yang di cintai Murid dan Sahabat: Lurus dalam Kata, Ikhlas dalam Niat
Berkarya dari Belia
Prasangka Syiah
Seni untuk Dakwah
BAB 7: Sufi Beraliran Sunni dan Bermahzab Syafii: Memperjuangkan Persatuan Umat
Ulama Penengah
Bertauhid yang Lurus
Menjauhi Perbedaan
Sufi Penerus Al-Ghazali
BAB 8: Pemikir Ekonomi dan Masalah Keumatan: Demi Kesejahteraan dan Kebaikan Bersama
Zakat dan Philantrophisme
Suasana untuk Zakat
Zakat Membentuk Akhlak
BAB 9: Penulis dan Editorial Tangguh Berbagi Media: Berdakwah dengan Kekuatan Media
Islam dan Etika
Husnul Khuluk Ukuran dan Tanda-Tandanya
Menelaah Surat Al-Isra’Hormati Ibu Bapakmu
Satu-Satunya Program Kehidupan Insani
Beberapa Pertanyaan Tentang Malaikat
Ahli Sunnah-Walja’ah Siapa-Siapa yang Nyeleweng daripadanya
Al-Qur'an dan Hadist dengan Para Ahli dan Awam
BAB 10 : Pendiriaan Al-Ghazali dan Al-Ihya: Demi Pendidikan Islam dan Keumatan
Yayasan Islamic Centre Al-Ghazaly
Majelis Ta’lim Al-Ihya’
BAB 11: Wasiat Sang Ulama: Pesan-Pesan Terakhir KH. Abdullah Bin Nuh
Mendirikan Rumah Sakit
Keputusan
Sumber Gambar
Cover Belakang
Kutipan
BAB 1
Mengenal Tanah Cianjur dan Dinamika “Gerakan” Di Masyarakatnya: Kondisi Geografis, Sosial, dan Historis “Tegakkan Islam dalam dirimu, niscaya Islam akan tegak di atas bumimu”. (Hassan Al-Banna (1906-1949 M), pemimpin pergerakan Islam di Mesir)
Cianjur, Jawa Barat, merupakan tanah kelahiran Mama. Kalau diibaratkan, antara Abdullah bin Nuh dan Cianjur, seperti dua sisi pada satu keping mata uang logam, di antara keduanya tidak bisa dipisahkan.
Sebelum memahami kiprah dan pemikiran Mama K.H. Abdullah bin Nuh, alangkah baiknya kita lebih dahulu memahami lingkungan sosial dan budaya masyarakat tempat ia dilahirkan, Cianjur. Dalam tinjauan psikologi sosiokultural, tempat di mana seseorang hidup dapat membentuk atau mempengaruhi karakter dan pemikirannya.
Sekitar setengah abad menjelang kemerdekaan Republik Indonesia, kondisi masyarakat Jawa, termasuk masyarakat Jawa Barat, masih belum banyak mengalami perubahan. Masyarakat Jawa Barat, sebagaimana masyarakat muslim Indonesia pada umumnya, masih diselimuti oleh tradisi tahayul dan khurafat yang sangat merusak kemurnian akidah mereka.3
BAB 2
Masa Tumbuh Kembang Hingga Dewasa: “Terlahir” untuk Menjadi Ulama “Knock, and He’ll open the door. Vanish, And He’ll make you shine like the sun. Fall, And He’ll raise you to the heavens. Become nothing, and He’ll turn you into everything.” (Tok, dan Dia akan membuka pintu. Lenyap, dan Dia akan membuat Anda bersinar seperti matahari. Jatuh, dan Dia akan mengangkat anda ke langit. Menjadi apa-apa, dan Dia akan mengubah Anda menjadi segalanya). (Jalaluddin Rumi (1207 – 1273), penyair sufi asal Persia)
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Mungkin itulah pepatah yang paling tepat untuk menggambarkan perjalanan hidup K.H. Raden Abdullah bin Nuh. Mama Abdullah bin Nuh lahir di Jalan Masjid Agung, Gang Al-I’anah nomor 120, Kampung Bojong Meron Kaum Kota, Desa Pamoyanan, Cianjur, Jawa Barat, pada tanggal 30 Juni 1905.20 Beliau wafat pada tanggal 26 Oktober 1987 dalam usia 82 tahun, di Kota Bogor, Jawa Barat.
Abdulah bin Nuh adalah putera dari pasangan K.H. Raden Muhammad Nuh dan Nyi Raden Hajjah Aisyah. Ayahandanya dikenal sebagai ulama sepuh yang ada di Cianjur pada masa itu. K.H. Raden Muhammad Nuh lahir di Cianjur tahun 1879 atau 1296 H yang telah bermukim bertahun-tahun untuk belajar dan mendalami Islam di Makkah, Arab Saudi.
K.H. Raden Muhammad Nuh juga pernah menjabat sebagai anggota Majelis Konstituante Republik Indonesia dan juga seorang penghafal Al-Qur`an yang menguasai Kitab Ihya `Ulumuddin karangan Imam Al- Ghazali.21 Sedangkan ibunya, seorang keturunan waliyullah Syekh. Abdul Muhyi (Murid Syekh. Abdul Rauf Singkel).22 Kelahirannya membawa harapan besar bagi kedua orangtuanya untuk mewarisi cita-cita ayahandanya dan meneruskan perjuangannya sebagai seorang ulama. Keinginan ayahnya itu dapat dimengerti karena salah seorang dari kakaknya, Raden Ibrahim bin Nuh, telah meninggal ketika masih kecil.
Harapan sang ayah terkabul dikemudian hari, karena Abdullah bin Nuh pun mampu mengukir jejak yang sama dan memiliki nama besar sebagai ulama yang begitu berpengaruh dalam dunia pendidikan dan sejarah bangsa ini.