Tampilkan di aplikasi

Buku Sidogiri hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Skandal Al-Quran Syiah

Seri Kajian Al-Quran

1 Pembaca
Rp 25.000 60%
Rp 10.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 30.000 13%
Rp 8.667 /orang
Rp 26.000

5 Pembaca
Rp 50.000 20%
Rp 8.000 /orang
Rp 40.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Pada setiap tema terdapat perdebatan yang luar biasa panas antara Ahlusunah wal Jamaah dan Syiah, sebab memang Syiah selalu ngeyel kendati jelas-jelas argumen mereka teramat rapuh dan dangkal. Maka, untuk mengikuti perdebatan secara lebih lengkap, pembaca diharapkan merujuk langsung pada catatan kaki dan bibliografi yang ditampilkan pada buku tersebut.

Namun, hal lain yang kemudian terpikirkan, bahwa untuk merujuk pada referensi yang ditampilkan pada buku itu tentu tidak mudah, terutama bagi mereka yang masih awam. Dari pengalaman yang kami dapati sepanjang kami mengikuti perkembangan soal Syiah ini, membuat kami melihat bahwa betapa untuk memahami Syiah secara utuh perlu fokus sendiri-sendiri pada tiap-tiap tema yang spesifik. Dan, bagaimanapun, suatu buku yang spesifik perlu ditulis, guna mendapatkan pemahaman yang lengkap tentang topik dimaksud.

Untuk pertama kali, kami melihat bahwa topik yang paling penting untuk dikaji secara spesifik adalah diskursus seputar al-Qur’an dalam keyakinan Syiah. Topik ini kami anggap paling krusial, karena bagaimanapun al-Qur’an adalah pondasi pertama dan utama di dalam Islam. Jika kita bisa memahami bagaimana persepsi suatu sekte terhadap al-Qur’an, dan bagaimana keyakinan mereka terhadapnya, tentu kita bisa menilai secara proporsional, apakah sekte itu ada dalam rel yang benar atau sebaliknya. Dan di sini, kita sedang berhadapan dengan sekte Syiah, yang diyakini memiliki pemahaman dan keyakinan spesifik yang ‘tak biasa’ terhadap al-Qur’an. Tapi kita perlu tahu pasti, seperti apa ketidakwajaran keyakinan di dalam Syiah itu? Buku ini akan memberikan jawabannya!

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Moh. Achyat Ahmad / A. Qusyairi Isma'il

Penerbit: Sidogiri
ISBN: 9789792604375
Terbit: April 2012 , 214 Halaman










Ikhtisar

Pada setiap tema terdapat perdebatan yang luar biasa panas antara Ahlusunah wal Jamaah dan Syiah, sebab memang Syiah selalu ngeyel kendati jelas-jelas argumen mereka teramat rapuh dan dangkal. Maka, untuk mengikuti perdebatan secara lebih lengkap, pembaca diharapkan merujuk langsung pada catatan kaki dan bibliografi yang ditampilkan pada buku tersebut.

Namun, hal lain yang kemudian terpikirkan, bahwa untuk merujuk pada referensi yang ditampilkan pada buku itu tentu tidak mudah, terutama bagi mereka yang masih awam. Dari pengalaman yang kami dapati sepanjang kami mengikuti perkembangan soal Syiah ini, membuat kami melihat bahwa betapa untuk memahami Syiah secara utuh perlu fokus sendiri-sendiri pada tiap-tiap tema yang spesifik. Dan, bagaimanapun, suatu buku yang spesifik perlu ditulis, guna mendapatkan pemahaman yang lengkap tentang topik dimaksud.

Untuk pertama kali, kami melihat bahwa topik yang paling penting untuk dikaji secara spesifik adalah diskursus seputar al-Qur’an dalam keyakinan Syiah. Topik ini kami anggap paling krusial, karena bagaimanapun al-Qur’an adalah pondasi pertama dan utama di dalam Islam. Jika kita bisa memahami bagaimana persepsi suatu sekte terhadap al-Qur’an, dan bagaimana keyakinan mereka terhadapnya, tentu kita bisa menilai secara proporsional, apakah sekte itu ada dalam rel yang benar atau sebaliknya. Dan di sini, kita sedang berhadapan dengan sekte Syiah, yang diyakini memiliki pemahaman dan keyakinan spesifik yang ‘tak biasa’ terhadap al-Qur’an. Tapi kita perlu tahu pasti, seperti apa ketidakwajaran keyakinan di dalam Syiah itu? Buku ini akan memberikan jawabannya!

Pendahuluan / Prolog

Dari Penerbit
Alhamdulillâh, penerbit Pustaka Sidogiri as-Salafi menyambut gembira atas diterbitkannya buku ini. Kami tahu bahwa buku ini adalah buku yang teramat penting untuk kami terbitkan pada saat ini, sebab isu seputar Syiah tampaknya tak henti-hentinya memanas. Ketegangan yang terjadi di sejumlah daerah di tanah air kembali menyulut kemarahan, yang bisa berujung pada huru hara dan kekacauan, sebagai-mana telah lumrah terjadi sebelumnya.

Kami berharap, diterbitkannya buku ini bisa memberikan pemahaman yang lebih lengkap terhadap masyarakat awam mengenai Syiah, agar mereka lebih berhati-hati lagi terhadap sekte yang didirikan oleh orang Yahudi ini, yakni Abdullah bin Saba’. Kami juga berharap, semoga suksesnya buku Mungkinkah Sunah Syiah dalam Ukhuwah? yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2007, kembali terulang pada buku ini, mengingat pentingnya isi buku ini untuk dipahami setiap Muslim Ahlusunah wal Jamaah. Hingga kini, buku Syiah yang terdahulu itu sudah mengalami cetak ulang sebanyak tiga kali, dan akan segera dicetak ulang kembali dalam waktu dekat.

Terimakasih secara khusus kami sampaikan kepada Saudara A. Qusyairi Ismail dan Moh. Achyat Ahmad yang telah mempercayakan naskah buku ini kepada kami, penerbit Pustaka Sidogiri as-Salafi. Semoga buku ini, serta buku-buku yang selama ini telah ditulis beliau berdua, memberikan banyak pengetahuan yang diperlukan oleh umat Islam, dan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi mereka. Semoga pula, buku ini menjadi amal yang pahalanya terus mengalir bagi penulisnya. Âmîn.

Sidogiri, 5 Jumadal Ula 1433 H

Penerbit

Penulis

Moh. Achyat Ahmad - Lahir di Pasuruan 22 tahun yang lalu (17-02-1984). Menempuh jenjang pendidikan Ibtida’iyah di Madrasah Miftahul Ulum (MMU) Oyoran Rembang Pasuruan, dan tingkat Tsanawiyah di MMU Kangkungan Rembang Pasuruan. Ia baru nyantri di Pondok Pesantren Sidogiri pada tahun 1421 H. / 2000 M. Satu tahun kemudian, ia menjalani tugas mengajar pada Madrasah Miftahul Hidayah, Banyualet Tanah Merah Bangkalan Madura. Selepas tugas mengajar, ia meneruskan thalab al-‘ilm-nya ke tingkat Aliyah di pesantren yang sama hingga selesai.
A. Qusyairi Isma'il - Lahir dan dibesarkan di Sampang pada tahun 1980 M. Jenjang pendidikan Ibtidaiyah ia jalani di Madrasah Darul Jihad Cendana Kadur Pamekasan. Tahun 1996, ia berhijrah ke Pondok Pesantren Sidogiri, dan melanjutkan belajarnya di tingkat Tsanawiyah. Pada tahun 1998, ia sudah menjalani tugas mengajar di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi‘iyah Nurul Huda Nyamplong Situbondo. Tak puas dengan apa yang sudah didapat, ia meneruskan belajarnya di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Sidogiri, dan lulus pada tahun 2002 M.

Daftar Isi

Sampul
Pedoman Transliterasi
Daftar Isi
Dari Penerbit
Dari Penulis
Kajian Pembuka
Bagian I: Beriman Terhadap Kitab-Kitab Allah
     A. Iman terhadap Kitab versi Ahlusunah
     B. Iman terhadap Kitab versi Syiah
          a. Mushaf Ali
          b. Mushaf Fathimah
          c. Al-Jafr
          d. Al-Jâmi‘ah
          e. Shahîfah an-Nâmûs
          f. Al-‘Abîthah
          g. Lauh Fâthimah
     C. Kajian Kritis terhadap Mitos Syiah
Bagian II: Tentang Interpolasi (Tahrif)
     A. Tahrîf versi Syiah
     B. Mencermati Rujukan Primer Syiah
          1. Al-Qummi
          2. Al-‘Ayyasyi.
          3. Furat al-Kufi
          4. Al-Kulaini.
          5. An-Nu‘mani
          6. Al-Kasyani.
          7. Abu al-Hasan al-‘Amili.
          8. Muhammad al-Khurasani
          9. Adnan al-Bahrani
          10. Muhammad Baqir al-Majlisi
          11. Ali al-Ashfihani
          12. Ni‘matullah al-Jaza’iri
     C. Mereka yang Mengingkari Tahrîf
          1. Ibnu Babawaih
          2. Ath-Thusi
          3. Ath-Thabarsi
               a. Ni‘matullah al-Jaza’iri
               b. Adnan al-Bahrani
               c. Ahmad Sulthan
          D. Konsep Nâsikh Mansûkh
Bagian III: Sekilas Tentang Sebagian Tafsir Syiah
     A. Tafsîr Hasan al-‘Askarî
     B. Tafsîr al-Qummî
     C. Tafsîr al-‘Ayyâsyî
     D. Tafsîr Furât al-Kûfî
     E. Tafsîr ash-Shâfî
Kajian Penutup
Lampiran
     Ushûlul-Kâfî Karya al-Kulaini
     Tahrîf dalam Ushûlul-Kâfî
     Tafsir ash-Shâfî Karya al-Faidh al-Kasyani
     Tahrîf al-Qur’an dalam ash-Shâfî
     Tafsîr al-Qummî Karya al-Qummi
     Pendapat al-Qummi Tentang Tahrîf
     Fashlul-Khithâb Karya Nuri ath-Thabarsi
     Sebagian Kandungan Fashlul-Khithâb
     Sebagian Kandungan Fashlul-Khithâb
     Sebagian Kandungan Fashlul-Khithâb
     Masyâriqusy-Syumûs ad-Durriyyah
     Tahrîf dalam Masyâriqusy-Syumûs
     Al-Anwâr an-Nu‘mâniyyah
     Tahrîf dalam al-Anwâr an-Nu’mâniyyah
     Mir’âtul-‘Uqûl Karya al-Majlisi
     Tahrîf dalam Mir’âtul-‘Uqûl
     Tafsir Furât al-Kûfî
     Tahrîf dalam Tafsir Furât al-Kûfî
     Al-Bayân fi Tafsîril-Qur’ân Karya al-Khu’i
     Tahrîf dalam Tafsir al-Bayân
Bacaan Lebih Lanjut

Kutipan

A. Iman terhadap Kitab versi Ahlusunah
Beriman kepada kitab-kitab Allah adalah bagian yang tak terpisahkan dari agama Islam. Sesuai dengan prinsip-prinsip agama yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan Hadis secara definitif, Ahlusunah wal Jamaah berjalan lurus mengikuti rumusan-rumusan baku tersebut. Al-Qur’an dan Hadis mendoktrin setiap pemeluk Islam untuk percaya dan meyakini sepenuhnya, bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab samawi kepada sebagian utusan sebelum Nabi Muhammad. Karenanya persaksian keimanan seseorang tidaklah sah, melainkan ia juga percaya terhadap keberadaan kitab-kitab samawi sebelum al-Qur’an, yakni kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi Dawud, dan kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa. Penekanan ini dinyatakan secara tegas dalam al-Qur’an sebagai berikut: "Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): 'Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya', dan mereka mengatakan: 'Kami dengar dan kami taat.' (mereka berdoa): 'Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.'” (QS. Al-Baqarah [2]: 285).

Selain itu, Hadis juga memberikan penegasan yang sama mengenai hal ini. Penegasan itu antara lain dari Hadis Abu Hurairah yang menjelaskan bahwa pada suatu hari, ketika Rasulullah berada di tengah-tengah sahabat-sahabat beliau, tiba-tiba Malaikat Jibril datang dan bertanya: “Apa iman itu?” Rasulullah menjawab: “Iman adalah Anda percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, perjumpaan dengan-Nya, para utusan-Nya serta pada hari kebangkitan”. Jibril bertanya lagi: “Apa Islam itu?” Nabi menjawab: “Islam adalah Anda menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun, mendirikan salat, menunaikan zakat yang diwajibkan, serta berpuasa Ramadhan”. Jibril kembali bertanya: “Apa ihsan itu?” Nabi menjawab: “Ihsan adalah Anda beribadah kepada Allah seakan Anda melihat-Nya. Jika Anda tidak melihat-Nya, maka (tetaplah beribadah, karena) sesungguhnya Dia melihat Anda”. Al-Hadîts (HR. Bukhari).

Pada Hadis tersebut, Jibril mengawali pertanyaannya dengan “iman”. Hal ini memberikan isyarat kuat bahwa iman merupakan pokok yang paling dasar dari agama Islam. Demikian salah satu komentar al-Hafidz Ibnu Hajar. Beliau juga menjelaskan jika rentetan Hadis menunjukkan bahwa predikat “iman” tidak disematkan kecuali kepada orang yang membenarkan terhadap semua yang diuraikan dalam Hadis tersebut. Memang, para fuqahâ’ (pakar fikih) mencukupkan keimanan pada dua pilar dasar, yaitu percaya kepada Allah dan Rasul-Nya. Pernyataan ini tentu tidak bertentangan dengan pernyataan yang pertama, sebab yang dimaksud iman terhadap Rasul-Nya adalah percaya terhadap kebenarannya dan terhadap segala apa yang dibawa dari Tuhannya—yang mencakup terhadap seluruh konsep-konsep pokok agama Islam yang telah disebutkan di dalam Hadis tersebut.

Selanjutnya, dalam menangkap isyarat yang dilontarkan al-Bukhari dalam Shahîh-nya, Ibnu Hajar menjelaskan, bahwa kalimat terakhir dalam “Hadis Jibril” tersebut (hâzâ Jibrîl, jâ’a yu‘allimun-nâsa dînahum/itu adalah Jibril, ia datang untuk mengajari manusia tentang agama mereka), menegaskan bahwa akumulasi dari tiga konsep yang diuraikan dalam “Hadis Jibril” tersebut merupakan satu kesatuan dari ad-dîn (agama Islam) yang tak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Jadi, konsep îmân, islâm (dengan pilar-pilar dasarnya) dan ihsân, adalah tiga konsep dasar yang membentuk ad-dîn yang benar, lurus dan berdasarkan pada wahyu dari Allah.  Dalam al-Qur’an ditegaskan: "Dan Aku telah merelakan Islam sebagai agama bagi kalian." (QS. Al-Ma’idah [5]: 3).

"Sesungguhnya agama yang diakui di sisi Allah adalah agama Islam." (QS. Ali Imran [2]: 19).

"Dan barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima darinya." (QS. Ali Imran [2]: 85).