Tampilkan di aplikasi

Buku Pustaka Obor Indonesia hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Diplomasi Digital dan Kebijakan Luar Negeri Indonesia

1 Pembaca
Rp 65.000 30%
Rp 45.500

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 136.500 13%
Rp 39.433 /orang
Rp 118.300

5 Pembaca
Rp 227.500 20%
Rp 36.400 /orang
Rp 182.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Nilai kebaruan dari tata pergaulan internasional saat ini adalah jaringan komunikasi yang sudah berbentuk digital. Para pembuat kebijakan luar negeri tidak dapat lagi menganggap diri mereka sebagai pemimpin dalam praktik diplomasi karena sudah harus berbagi peran dan praktik dengan lebih banyak aktor daripada sebelumnya. Diplomasi telah berkembang menjadi lebih demokratis karena bukan hanya sekadar pemanfaatan media sosial tetapi pergeseran konseptual dalam praktik diplomatik yang menempatkan dan menekankan pada percakapan dengan penduduk asing. Bisa dikatakan sebagai pergeseran budaya mengingat Kementerian Luar Negeri harus berbagi informasi dan bukan menjaganya. Bisa juga dikatakan sebagai pergeseran teknologi karena mengharuskan para diplomat mengembangkan keterampilan digital mulai dari pengetahuan tentang algoritma media sosial hingga penulisan program komputer dan aplikasi ponsel cerdas. Bagi beberapa diplomat, kondisi seperti itu merupakan masa inovasi dan eksperimen, namun bagi diplomat lainnya bisa berarti kejutan budaya. Realisasi inilah yang menuntut definisi diplomasi digital yang inklusif dan partikular, optimis, dan hati-hati.

Pada era di mana masyarakat sudah terkoneksi dengan internet, informasi memberi perngaruh kuat karena dapat menyebar dengan cepat dalam hitungan detik atau menit. Pemerintah, khususnya lembaga yang mengurusi masalah kebijakan luar negeri seharusnya mengambil manfaat dari keadaan ini karena mereka akan mampu memperluas agenda diplomasi digital yang ideal, pemerintah dapat memperluas pesan mereka termasuk agenda kebijakan luar negeri dan publik dapat memiliki saluran yang lebih cepat untuk terhubung dengan pemerintah. Bahkan hubungan antara warga negara dan negara saat ini dinegosiasikan dari kejauhan. Teknologi digital mengarah pada deteritorialisasi dan reteritorialisasi.

Buku Diplomasi Digital dan Kebijakan Luar Negeri Indonesia ditujukan kepada para pihak, baik pemerintah, anggota parlemen, mahasiswa, dan para pemerhati hubungan internasional. Melalui buku ini terlihat bahwa media sosial telah menjadi saluran komunikasi diplomatik dan telah mengubah praktik diplomasi dan karenanya mengubah perilaku komunitas internasional. Diplomasi digital telah melengkapi sarana kebijakan politik luar negeri yang bersifat tradisional dengan instrumen yang lebih inovatif dan diadaptasi sepenuhnya dengan memanfaatkan jaringan dan teknologi.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Dr. Humphrey Wangke, M.Si

Penerbit: Pustaka Obor Indonesia
ISBN: 9786024339777
Terbit: Februari 2021 , 140 Halaman










Ikhtisar

Nilai kebaruan dari tata pergaulan internasional saat ini adalah jaringan komunikasi yang sudah berbentuk digital. Para pembuat kebijakan luar negeri tidak dapat lagi menganggap diri mereka sebagai pemimpin dalam praktik diplomasi karena sudah harus berbagi peran dan praktik dengan lebih banyak aktor daripada sebelumnya. Diplomasi telah berkembang menjadi lebih demokratis karena bukan hanya sekadar pemanfaatan media sosial tetapi pergeseran konseptual dalam praktik diplomatik yang menempatkan dan menekankan pada percakapan dengan penduduk asing. Bisa dikatakan sebagai pergeseran budaya mengingat Kementerian Luar Negeri harus berbagi informasi dan bukan menjaganya. Bisa juga dikatakan sebagai pergeseran teknologi karena mengharuskan para diplomat mengembangkan keterampilan digital mulai dari pengetahuan tentang algoritma media sosial hingga penulisan program komputer dan aplikasi ponsel cerdas. Bagi beberapa diplomat, kondisi seperti itu merupakan masa inovasi dan eksperimen, namun bagi diplomat lainnya bisa berarti kejutan budaya. Realisasi inilah yang menuntut definisi diplomasi digital yang inklusif dan partikular, optimis, dan hati-hati.

Pada era di mana masyarakat sudah terkoneksi dengan internet, informasi memberi perngaruh kuat karena dapat menyebar dengan cepat dalam hitungan detik atau menit. Pemerintah, khususnya lembaga yang mengurusi masalah kebijakan luar negeri seharusnya mengambil manfaat dari keadaan ini karena mereka akan mampu memperluas agenda diplomasi digital yang ideal, pemerintah dapat memperluas pesan mereka termasuk agenda kebijakan luar negeri dan publik dapat memiliki saluran yang lebih cepat untuk terhubung dengan pemerintah. Bahkan hubungan antara warga negara dan negara saat ini dinegosiasikan dari kejauhan. Teknologi digital mengarah pada deteritorialisasi dan reteritorialisasi.

Buku Diplomasi Digital dan Kebijakan Luar Negeri Indonesia ditujukan kepada para pihak, baik pemerintah, anggota parlemen, mahasiswa, dan para pemerhati hubungan internasional. Melalui buku ini terlihat bahwa media sosial telah menjadi saluran komunikasi diplomatik dan telah mengubah praktik diplomasi dan karenanya mengubah perilaku komunitas internasional. Diplomasi digital telah melengkapi sarana kebijakan politik luar negeri yang bersifat tradisional dengan instrumen yang lebih inovatif dan diadaptasi sepenuhnya dengan memanfaatkan jaringan dan teknologi.

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar
Diplomasi modern saat ini sedang mengalami perubahan mendasar pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang memengaruhi karakter diplomasi yang selama ini dikenal. Perubahan ini, terutama digitalisasi dalam komunikasi, memengaruhi bagaimana pekerjaan diplomat harus dipahami; jumlah aktor domestik dan internasional yang aktivitasnya berimplikasi pada bentuk-bentuk diplomasi semakin meningkat. Perubahan ini, memengaruhi aspek politik domestik dan internasional yang dulunya tidak terlalu menjadi perhatian diplomasi.

Publik menjadi lebih sensitif terhadap masalah kebijakan luar negeri dan berupaya memengaruhi diplomasi melalui media sosial dan platform lainnya; cara pertukaran antarnegara, serta pertukaran antarpemerintah dan aktor domestik lainnya, kemajuan memengaruhi kemampuan diplomasi untuk bertindak secara sah dan efektif; dan terakhir, para diplomat sendiri tidak selalu membutuhkan atribut yang sama seperti sebelumnya. Tren ini, yang mencerminkan perkembangan masyarakat secara umum, perlu diserap oleh diplomasi sebagai bagian dari tata kelola kebijakan politik luar negeri.

Nilai kebaruan dari tata pergaulan internasional saat ini adalah jaringan komunikasi yang sudah berbentuk digital. Para diplomat dituntut untuk memahami internet tidak hanya untuk mengetahui di mana mereka dapat mengumpulkan informasi yang paling andal untuk memenuhi tenggat waktu pengambilan keputusan, tetapi juga untuk mengetahui cara menggunakan pengaruh secara maksimal pada debat publik melalui media sosial.

Negosiasi tatap muka tetap menjadi hak prerogatif mereka, tetapi konteks negosiasi dan kekuatan yang bekerja dalam negosiasi itu, berubah dengan cepat. Melalui internet perubahan tersebut terjadi. Di negara-negara Barat, diplomasi yang mengandalkan internet dan perangkat elektronik digital, yang kemudian disebut digital diplomacy sudah lebih dulu berkembang. Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Australia benar-benar memaksimalkan kemajuan teknologi modern dan potensi dunia maya untuk mendukung perjuangan kepentingan nasional mereka di panggung internasional.

Diplomasi digital lebih dari sekadar twitter. Ini adalah pergeseran konseptual dalam praktik diplomatik yang menempatkan dan menekankan pada percakapan dengan penduduk asing. Ini adalah pergeseran budaya yang mengharuskan Kementerian Luar Negeri berbagi informasi dan bukan menjaganya.

Pergeseran teknologi ini mengharuskan para diplomat mengembangkan keterampilan digital mulai dari pengetahuan tentang algoritma media sosial hingga penulisan program komputer dan aplikasi ponsel cerdas. Bagi beberapa diplomat, ini adalah masa inovasi dan eksperimen. Bagi yang lain, ini adalah kejutan budaya. Realisasi inilah yang menuntut definisi diplomasi digital yang inklusif dan partikular, optimis, dan hati-hati.

Diplomasi itu sendiri sebenarnya sudah ada sejak lama yang dulunya disebut sebagai negosiasi. Menggunakan sarana digital untuk berinteraksi dengan masyarakat luas di seluruh dunia merupakan fenomena baru dan masih dalam perjalanan untuk berkembang di masa depan. Dibandingkan dengan kementerian atau lembaga pemerintah lainnya, Kementerian Luar Negeri secara relatif masih menjadi pendatang baru dalam media sosial.

Oleh karena itu, penggunaan media sosial oleh Kementerian Luar Negeri dapat dipandang sebagai alat baru untuk keterlibatan publik dalam diplomasi. Sebaliknya dapat juga terjadi bahwa pemanfaatan digital dalam berdiplomasi mungkin merupakan bentuk baru dari diplomasi publik. Diplomasi digital mungkin merupakan manifestasi dari diplomasi publik yang baru.

Penulis

Dr. Humphrey Wangke, M.Si - Dr. Humphrey Wangke, M.Si., menyelesaikan pendidikan S-1 Hubungan Internasional tahun 1988 di FISIP Universitas Jember dan pendidikan S-2 tahun 1998 pada Program Kajian Wilayah Amerika Universitas Indonesia. Pada tahun 2018 menyelesaikan studi S-3 di Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) Universitas Indonesia.

Daftar Isi

Cover
Kata Pengantar
Daftar isi
Bab I Privatisasi diplomasi
Bab II Teknologi digital dalam diplomasi ekonomi
Bab III Konstelasi kerja sama ekonomi internasional
     1. Konsekuensi Perdagangan Internasional
     2. Ketidakpastian Kerja Sama Ekonomi Internasional
     3. Akhir Era Globalisasi?
Bab IV: Strategi menghadapi kegiatan ekonomi lintas batas
     1. Aktualisasi Perekonomian Indonesa
     2. Kemitraan Strategis Negara-Swasta untuk Konektivitas Ekonomi
     3. Menjaga Stabilitas Ekonomi ASEAN
     4. Membangun Kerja Sama Multilateral yang Kolaboratif
Bab V Diplomasi digital
     1. Transformasi Diplomasi: Dari Tradisional ke Digital
     2. Diplomasi Digital Indonesia dalam Kebijakan Luar Negeri
     3. Parlemen dan Diplomasi Digital
     4. Diplomasi Digital sebagai Branding
Bab VI Penutup
Daftar pustaka