Tampilkan di aplikasi

Buku Pustaka Obor Indonesia hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Reformasi Birokrasi

Indonesia dan Revolusi Industri 4.0

1 Pembaca
Rp 65.000 30%
Rp 45.500

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 136.500 13%
Rp 39.433 /orang
Rp 118.300

5 Pembaca
Rp 227.500 20%
Rp 36.400 /orang
Rp 182.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Revolusi Industri 4.0 turut melanda berbagai dimensi birokrasi Indonesia. Reformasi birokrasi yang selama ini didorong tampaknya belum memperhitungkan dengan sungguh-sungguh dampak dari Revolusi Industri 4.0 itu sendiri. Beberapa ketentuan di dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terkesan sejalan dengan Revolusi Industri 4.0, tapi sesungguhnya ketentuan tersebut hanya mengakomodasi dukungan terhadap penerapan e-government yang sudah dilaksanakan oleh Negara-negara maju.

Problem yang sampai saat ini masih dirasakan dalam menjalankan reformasi birokrasi yaitu implementasi system merit. Agar system merit dapat dijalankan secara konsekuen, dua hal perlu dibenahi, yaitu pendekatan kekuasaan pejabat dan tata hubungan pejabat politik dan pejabat birokrat. Jika manajemen kekuasaan dan hubungan kedua jabatan itu tidak dibenahi dan ditata dengan baik maka meritokrasi dan syarat system merit seperti kompetensi calon yang benar-benar kompeten dan netralitas pejabat yang benar-benar netral amat sulit diwujudkan, dan perbaikan dan pertumbuhan reformasi menghadapi Revolusi Industri 4.0 akan mengalami kesulitan. Buku ini merekomendasikan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 sangat penting untuk segera dilakukan dengan memperhitungkan perkembangan yang terjadi akibat Revolusi Industri 4.0.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Riris Katharina

Penerbit: Pustaka Obor Indonesia
ISBN: 9786024338541
Terbit: Desember 2020 , 214 Halaman










Ikhtisar

Revolusi Industri 4.0 turut melanda berbagai dimensi birokrasi Indonesia. Reformasi birokrasi yang selama ini didorong tampaknya belum memperhitungkan dengan sungguh-sungguh dampak dari Revolusi Industri 4.0 itu sendiri. Beberapa ketentuan di dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terkesan sejalan dengan Revolusi Industri 4.0, tapi sesungguhnya ketentuan tersebut hanya mengakomodasi dukungan terhadap penerapan e-government yang sudah dilaksanakan oleh Negara-negara maju.

Problem yang sampai saat ini masih dirasakan dalam menjalankan reformasi birokrasi yaitu implementasi system merit. Agar system merit dapat dijalankan secara konsekuen, dua hal perlu dibenahi, yaitu pendekatan kekuasaan pejabat dan tata hubungan pejabat politik dan pejabat birokrat. Jika manajemen kekuasaan dan hubungan kedua jabatan itu tidak dibenahi dan ditata dengan baik maka meritokrasi dan syarat system merit seperti kompetensi calon yang benar-benar kompeten dan netralitas pejabat yang benar-benar netral amat sulit diwujudkan, dan perbaikan dan pertumbuhan reformasi menghadapi Revolusi Industri 4.0 akan mengalami kesulitan. Buku ini merekomendasikan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 sangat penting untuk segera dilakukan dengan memperhitungkan perkembangan yang terjadi akibat Revolusi Industri 4.0.

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar Editor
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan, yang telah mengaruniakan segala akal pikiran bagi manusia ciptaan-Nya, sehingga buku ini dapat dibaca oleh para pembaca budiman sekalian. Buku ini dipersembahkan untuk kemajuan birokrasi Indonesia agar semakin unggul dan profesional, terutama menghadapi tantangan di era Revolusi Industri 4.0.

Awalnya buku ini hanya akan mengupas tuntas mengenai sebuah lembaga baru yang diinisiasi di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yaitu Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Tulisan yang merupakan hasil penelitian kelompok yang dilakukan oleh Riris Katharina, Dewi Sendhikasari, Aryojati Ardipandanto, dan Aulia Fitri pada tahun 2018 dimaksudkan untuk merespons perkembangan politik di DPR RI yang hendak menghapuskan keberadaan lembaga KASN ini. Namun, dalam diskusi dengan anggota Tim Penelitian, tampaknya sangat sempit dimensi yang akan diangkat dalam sebuah buku, yaitu hanya dimensi reformasi kelembagaan di dalam tubuh birokrasi Indonesia, yang ditandai dengan kehadiran KASN. Padahal, tantangan dalam reformasi birokrasi Indonesia ke depan sudah tampak di depan mata, yakni dampak dari Revolusi Industri 4.0 itu sendiri. Oleh karena itu, tulisan dalam buku ini dikembangkan dengan berbagai aspek dalam reformasi birokrasi Indonesia yang penting untuk diperhatikan dalam menghadapi era Revolusi Industri 4.0.

Buku ini dimulai dengan Prolog yang disampaikan oleh Prof. Dr. Miftah Thoha, MPA, seorang ahli birokrasi dari UGM. Beliau diharapkan memperkuat arah reformasi birokrasi Indonesia dalam menghadapi tantangan dalam Revolusi Industri 4.0, yang dikontribusikan melalui buku ini. Terima kasih kami kepada beliau.

Tulisan dalam buku ini selanjutnya diisi tulisan hasil penelitian yang dilakukan oleh kelompok yang diketuai oleh Riris Katharina dengan dibantu oleh Dewi Sendhikasari sebagai wakil ketua, dan Aryojati Ardipandanto serta Aulia Fitri sebagai anggota. Tulisan yang diperoleh dari kegiatan turun lapangan ke Kabupaten Klaten dan Gianyar, serta mewawancarai sejumlah informan di Pusat, telah memperoleh gambaran bahwa KASN, merupakan lembaga yang penting dalam menjaga sistem merit dalam tubuh birokrasi Indonesia.

Oleh karena itu, keberadaannya perlu dipertahankan dan bahkan diperkuat. Penguatan KASN dilakukan dengan cara menempatkan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai sekretariat KASN. Dengan demikian, KASN diiharapkan dapat bekerja lebih cepat karena dibantu oleh BKN yang sudah memiliki kantor di daerah-daerah dan memiliki perangkat informasi yang dapat membantu menegakkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh KASN. Sebab, selama ini rekomendasi KASN kurang ditaati oleh Pejabat Pembina Kepegawaian, terutama di daerah. Dengan sistem informasi kepegawaian yang dimiliki oleh BKN, KASN dapat ‘memaksa’ Pejabat Pembina Kepegawaian untuk memperhatikan rekomendasi KASN, yaitu dengan cara mengunci berbagai informasi pegawai yang tidak memenuhi syarat untuk duduk dalam jabatan, sehingga hak pegawai tersebut tidak dapat dibayarkan.

Tulisan kedua merupakan tulisan Dewi Sendhikasari yang diberi judul “Tenaga Honorer dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Era 4.0”. Tulisan ini dilatarbelakangi oleh banyaknya tenaga honorer yang diangkat selama ini oleh kepala daerah, tanpa memperhatikan kompetensi pegawai, namun lebih karena kepentingan politik semata. Akibatnya tenaga honorer ini telah menimbulkan permasalahan dalam bentuk berbagai aksi demonstrasi di daerah. Aksi ini tentu akan mengganggu pelayanan publik kepada masyarakat. Tulisan ini merekomendasikan agar persoalan tenaga honorer segera diselesaikan. Tulisan ini juga merespons persoalan tenaga honorer dengan melihat perkembangan Revolusi Industri 4.0.

Menurut Dewi, sumber daya aparatur juga harus mempersiapkan diri dengan kompetensi dan keahlian dalam menghadapi era 4.0. Sumber daya aparatur baik itu PNS maupun PPPK diharapkan dapat bersaing dengan meningkatkan kompetensi dan keterampilannya dalam percepatan layanan, efisiensi layanan, akurasi layanan, dan fleksibilitas kerja yang berdampak sosial. Selain itu, diperlukan perbaikan yang terus-menerus dan sistematis terhadap kebijakankebijakan pemerintah terutama menyangkut ASN dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0.

Tulisan ketiga merupakan tulisan Riris Katharina yang diberi judul “Tantangan Birokrasi di Papua Menghadapi Revolusi Industri 4.0”. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Kedua provinsi ini dinilai sebagai daerah yang menerima perlakuan khusus berdasarkan UndangUndang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Kedua daerah ini menjadi penting untuk diteliti karena dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara diatur ketentuan dalam Pasal 132 bahwa kebijakan dan manajemen ASN yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dilaksanakan dengan memperhatian kekhususan daerah tertentu dan warga negara dengan kebutuhan khusus.

Tulisan ini mengungkapkan bahwa budaya birokrasi di Papua sangat dipengaruhi oleh budaya tradisional, antara lain seperti keberadaan suku/klan dan juga struktur birokrasi yang dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan one man show dan otoriter gaya kepala suku. Manajemen kerja kepala suku juga dinilai kurang mendukung akuntabilitas, yang turut menghambat budaya birokrasi modern. Terkait Revolusi Industri 4.0, kondisi di Papua memperlihatkan masih bermasalah dengan pasokan listrik dan akses internet. Oleh karena itu, tulisan ini memberikan masukan kepada Pemerintah agar memperhatikan pasokan listrik ke Papua yang stabil dan akses internet yang lancar. Terkait dengan kehendak politik untuk mendudukkan ASN dari orang asli Papua, sebaiknya diiringi dengan peningkatan kapasitas ASN melalui pelatihan yang intensif. Jika tidak, masyarakat yang akan menjadi korban.

Tulisan keempat diberi judul “Menciptakan Birokrasi yang Imparsial”, merupakan tulisan dari Aryojati Ardipandanto. Tulisan ini mengungkapkan bahwa birokrasi Indonesia dalam sejarahnya memperlihatkan sangat rentan dipengaruhi oleh politik. Padahal, menurut teori, birokrasi harus netral dan tidak memihak pada kepentingan politis partai politik. Dalam konteks Revolusi Industri 4.0, politisasi birokrasi hanya akan menambah beban birokrasi sendiri, sehingga tidak bisa bekerja cepat, bahkan dalam kadar tertentu profesionalisme dikorbankan. Oleh karena itu, tulisan ini merekomendasikan agar komitmen terhadap reformasi birokrasi ditingkatkan kembali dengan cara memperbaiki kebijakan yang ada.

Sterilisasi birokrasi dari pengaruh partai politik dalam penentuan jabatan di birokrasi harus menjadi agenda utama reformasi birokrasi ke depan. Selain itu, perhatian terhadap prinsip meritokrasi dalam rekrutmen ASN perlu ditingkatkan dalam implementasinya. Terakhir, birokrasi harus didorong menjadi empowering bureaucratic, birokrasi yang mampu memberdayakan lingkungannya.

Tulisan terakhir merupakan tulisan Aulia Fitri, diberi judul “Militer dalam Jabatan Sipil”. Tulisan ini dilatarbelakangi oleh munculnya keinginan TNI untuk menempatkan anggota militer aktif di beberapa kementerian/lembaga sipil yang diperluas dari ketentuan yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Keinginan ini juga jelas bertentangan dengan agenda reformasi militer di Indonesia yang membatasi keterlibatan militer di ranah sipil serta tunduk pada supremasi sipil dan pemerintahan demokratis. Dalam konteks Revolusi Industri 4.0, pelibatan militer dalam jabatan sipil akan dapat mengganggu profesionalisme kerja ASN. Dalam situasi masyarakat yang menuntut diberlakukannya demokrasi dalam segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, rusaknya agenda reformasi TNI akan menimbulkan distrust dari publik terhadap pemerintah. Oleh karena itu, tulisan ini merekomendasikan agar dilakukan restrukturisasi di dalam tubuh TNI.

Akhir kata, selamat membaca. Semoga buku ini bermanfaat bagi upaya menegakkan kembali reformasi birokrasi Indonesia agar mampu menjawab tantangan birokrasi Indonesia di era Revolusi Industri 4.0.


Jakarta, Oktober 2019
Riris Katharina

Daftar Isi

Sampul
Kata pengantar editor
Daftar isi
Prolog
Bab 1: Komisi aparatur sipil negara sebagai penjaga sistem merit aparatur sipil negara
     Latar Belakang
     Metodologi Penelitian
     Evaluasi Kebijakan
     Evaluasi Kinerja
     Tahapan Evaluasi Kebijakan
     Gambaran Organisasi KASN
     Hasil Kinerja KASN
     Agenda Prioritas KASN Hingga Tahun 2019
     Dampak Kehadiran KASN
     Lingkungan Strategis KASN
     Penutup
     Daftar pustaka
Bab 2: Tenaga honorer dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di era 4.0
     Latar Belakang
     Making Indonesia 4.0 dan Smart ASN
     Pengadaan Sumber Daya Manusia
     Upaya Pemerintah di Era 4.0
     Permasalahan Tenaga Honorer di Indonesia
     Manajemen PPPK
     Penutup
     Daftar pustaka
Bab 3: Tantangan birokrasi di Papua mengahadapi revolusi industri 4.0
     Latar Belakang
     Metodologi Penelitian
     Implementasi Kebijakan dalam Bidang Aparatur Negara
     Budaya Organisasi
     Gambaran Kabupaten Jayapura
     Gambaran Provinsi Papua Barat
     Gambaran Kabupaten Kaimana
     Implementasi Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara di Provinsi Papua dan Kabupaten Jayapura
     Implementasi Undang-undang tentang Aparatur Sipil Negara di Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Kaimana
     Tantangan Menghadapi Revolusi Industri 4.0 di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat
     Kesimpulan
     Rekomendasi
     Daftar pustaka
Bab 4: Menciptakan birokrasi yang imparsial
     Latar Belakang
     Beberapa Konsep Netralitas Birokrasi
     Politisasi Birokrasi
     Pengaruh Politik pada Birokrasi
     Penutup
     Daftar pustaka
Bab 5: Militer dalam jabatan sipil
     Latar Belakang
     Dwifungsi ABRI dan Reformasi TNI
     Rencana Penempatan Militer pada Jabatan Sipil
     Kontrol Sipil atas Militer
     Penutup
     Daftar pustaka
Epilog
Indeks
Tentang penulis