Tampilkan di aplikasi

Buku Pustaka Obor Indonesia hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Model Desentralisasi Asimetris Dalam NKRI

1 Pembaca
Rp 95.000 30%
Rp 66.500

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 199.500 13%
Rp 57.633 /orang
Rp 172.900

5 Pembaca
Rp 332.500 20%
Rp 53.200 /orang
Rp 266.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Desentralisasi di Indonesia memberikan ruang bagi adanya desentralisasi simetris dan asimetris. Desentralisasi asimetris di Indonesia hanya diberikan kepada lima daerah, yakni Aceh, Papua, Papua Barat, DKI Jakarta, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Pemberian desentralisasi asimetris kepada kelima daerah tersebut kemudian dikenal dengan pemberian status otonomi khusus (otsus) dan istimewa. Hal yang membedakan kelima daerah tersebut dengan daerah-daerah otonomi umum ialah adanya pemberian kewenangan pemerintahan yang diikuti pula dengan kewenangan pengelolaan keuangan, kecuali DKI Jakarta. Pemberian otsus dan istimewa kepada kelima daerah tersebut dengan alasan yang berbeda.

Otonomi khusus bagi Aceh, Papua dan Papua Barat diberikan dengan alasan politik, ekonomi, dan keamanan. Pemberian status istimewa kepada Yogyakarta lebih kepada alasan latar belakang sejarah dan budaya. Sementara pemberian status khusus bagi Jakarta karena kedudukan Jakarta tidak hanya sebagai daerah otonom tetapi juga sebagai pusat pemerintahan dan ibukota negara. Secara struktur dan fungsi di dalam pemerintahannya Jakarta memiliki perbedaan tersendiri dibandingkan dengan keempat daerah otsus dan istimewa tersebut.

Hanya di dalam buku ini, untuk DKI Jakarta tidak dibahas mendalam, karena kajian ini hanya memberikan usulan model pengelolaan desentralisasi asimetris yang telah berlaku di keempat daerah, baik dari aspek kewenangan, kelembagaan, keuangan, politik dan pemerintahan, dan koordinasi-bimbingan dan pengawasan (korbinwas) yang bisa diaplikasikan secara efektif di daerah-daerah lainnya di Indonesia yang memiliki kesamaan model.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Nyimas Latifah Letty Aziz

Penerbit: Pustaka Obor Indonesia
ISBN: 9786024339265
Terbit: Desember 2020 , 253 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Desentralisasi di Indonesia memberikan ruang bagi adanya desentralisasi simetris dan asimetris. Desentralisasi asimetris di Indonesia hanya diberikan kepada lima daerah, yakni Aceh, Papua, Papua Barat, DKI Jakarta, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Pemberian desentralisasi asimetris kepada kelima daerah tersebut kemudian dikenal dengan pemberian status otonomi khusus (otsus) dan istimewa. Hal yang membedakan kelima daerah tersebut dengan daerah-daerah otonomi umum ialah adanya pemberian kewenangan pemerintahan yang diikuti pula dengan kewenangan pengelolaan keuangan, kecuali DKI Jakarta. Pemberian otsus dan istimewa kepada kelima daerah tersebut dengan alasan yang berbeda.

Otonomi khusus bagi Aceh, Papua dan Papua Barat diberikan dengan alasan politik, ekonomi, dan keamanan. Pemberian status istimewa kepada Yogyakarta lebih kepada alasan latar belakang sejarah dan budaya. Sementara pemberian status khusus bagi Jakarta karena kedudukan Jakarta tidak hanya sebagai daerah otonom tetapi juga sebagai pusat pemerintahan dan ibukota negara. Secara struktur dan fungsi di dalam pemerintahannya Jakarta memiliki perbedaan tersendiri dibandingkan dengan keempat daerah otsus dan istimewa tersebut.

Hanya di dalam buku ini, untuk DKI Jakarta tidak dibahas mendalam, karena kajian ini hanya memberikan usulan model pengelolaan desentralisasi asimetris yang telah berlaku di keempat daerah, baik dari aspek kewenangan, kelembagaan, keuangan, politik dan pemerintahan, dan koordinasi-bimbingan dan pengawasan (korbinwas) yang bisa diaplikasikan secara efektif di daerah-daerah lainnya di Indonesia yang memiliki kesamaan model.

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar
Desentralisasi adalah sebuah konsekuensi dari perubahan format kepolitikan dan pemerintahan negara kita yang telah dicanangkan sejak lebih dari dua dekade lalu. Dalam masa tersebut terdapat asam garam implementasi yang memberikan banyak pelajaran (lessons learned) yang berharga bagi kita semua. Kesemuanya itu telah mendewasakan kita, terutama tentang akan ke mana sejatinya tujuan luhur dari desentralisasi. Pelajaran ini mematangkan kita semua dalam memahami tentang kompleksitas persoalan dan tantangan serta potensi peluang maupun solusi terkait dengan implementasi desentralisasi itu.

Sehubungan dengan upaya mewujudkan format ideal desentralisasi, beberapa perbaikan demi perbaikan telah dilakukan oleh pemerintah bersama dengan para stakeholders, termasuk kalangan akademisi. Salah satunya adalah dengan diadakannya Otonomi Khusus (Otsus) beserta perangkat kelembagaan yang khas atau istimewa di dalamnya. Tujuannya tidak lain adalah untuk mewujudkan bentuk desentralisasi yang semakin dekat dengan hakikat cita-cita reformasi dan tentu saja amanat konstitusi kita serta sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi rakyat banyak. Secara umum substansi dari implementasi ini menghendaki hadirnya tatanan pemerintahan yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, stabil dan profesional, dalam rangka peningkatan marwah bangsa dan kualitas hidup seluruh warga negara.

Telah banyak pilihan atau opsi-opsi dalam konteks praktis yang mengarah ke tujuan mulia itu. Begitu pula telah banyak pilihan yang bersifat paradigmatik, teoritis atau konseptual, yang berasal dari para akademisi baik dalam maupun luar negeri yang demikian membentang luas. Bentangan pilihan akademis itu merupakan sebuah anugerah bagi kita semua dalam rangka memberikan masukan yang lebih bernas dan relevan kepada pemerintah. Namun bentangan tawaran teoritis atau akademis itu harus pada akhirnya dikontekstualisasikan dengan situasi dan kondisi khas bangsa dan negara kita. Hal ini penting karena dalam bingkai kekhasan bangsa itulah letak hakiki persoalan berikut jawabannya berasal dan berada.

Hasil kajian para peneliti yang tergabung dalam Tim Otonomi Daerah, Pusat Penelitian Politik-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Puslit Politik LIPI) yang ada di tangan para pembaca ini adalah satu di antara jawaban yang amat layak diperhatikan. Berangkat dari sebuah keinginan kuat untuk memberikan sumbangsih akademis terhadap fenomena desentralisasi, khususnya di wilayah-wilayah Otsus, di mana tim ini telah melakukan sebuah rangkaian penelitian yang demikian mendalam dengan waktu yang panjang (2015-2019).

Penelitian dilakukan di berbagi daerah melingkupi wilayah Aceh, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Untuk Bali dan Maluku Utara adalah sebagai pembanding, terutama terkait dengan alasan dari para aktor politik mewacanakan Otsus bagi daerahnya. Pemilihan wilayah-wilayah itu didasarkan pada asumsi bahwa di situlah lokus kompleksitas dan keunikan persoalan desentralisasi, khususnya Otsus. Selain itu juga karena keistimewaan daerah tersebut yang dapat dijadikan patokan (benchmark) bagi pencarian solusi untuk saat ini dan di masa-masa datang.

Hasil dari kajian ini mengindikasikan bahwa desentralisasi asimetris merupakan sebuah jawaban yang layak untuk diperhatikan dan tetap dilanjutkan dalam konteks kehidupan pemerintahan di Indonesia, terutama terkait dengan pola hubungan pusat dan daerah.

Solusi untuk melanjutkan model ini memang bukanlah jawaban khas dari LIPI semata, dan tidak pula merupakan pandangan yang benarbenar baru. Telah terdapat kajian-kajian, yang dipublikasikan baik berupa buku, jurnal atau kertas kerja, yang sampai pada kesimpulan yang kurang lebih sama. Berbagai kajian itu juga telah dimanfaatkan oleh tim ini dalam menyusun kerangka konseptual yang kritis dan membangun.

Adapun hal yang baru (novelty) dari kajian ini adalah setidaknya terkait dengan tiga hal, yakni pertama, identifikasi masalah-masalah pokok yang terjadi sepanjang implementasi kebijakan desentralisasi asimetris selama ini. Kedua, identifikasi mengenai domain-domain krusial apa saja yang harus mendapat perhatian dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan desentralisasi asimetris. Ketiga, model hubungan pusat dan daerah seperti apa yang harus dikembangkan di masing-masing domain tersebut.

Sehubungan dengan persoalan pokok atau distorsi terkait dengan implementasi, tim sampai pada kesimpulan bahwa hal itu meliputi empat hal. Yakni keberadaan lembaga-lembaga terkait Otsus yang justru kontraproduktif dengan spirit Otsus itu sendiri, pengelolaan keuangan yang tidak ditopang oleh kecakapan SDM dan regulasi yang tepat, amat minimnya pengawasan dan keberadaan aktor-aktor yang amat berorientasi eksklusif. Ini dapat terlihat bahwa distorsi yang tertangkap dari penelitian ini demikian kompleks, meliputi tidak saja pada tatanan regulasi dan prosedural, namun pula pada institusi dan manusianya. Sedemikian kompleksnya persoalan hingga tidak mengherankan jika kemudian pelaksanaan Otsus selama ini cenderung tidak sesuai harapan dan mengalami stagnansi.

Sementara terkait dengan domain (atau bisa juga disebut sebagai variabel) apa saja yang patut dipertimbangkan guna membuat desentralisasi asimetris memberikan manfaat positif lebih luas kepada masyarakat dan negara, tim ini sampai pada lima hal, yakni (1) kewenangan asimetris. (2) kelembagaan asimetris, (3) politik/ pemerintahan asimetris, (4) keuangan asimetris, dan (5) koordinasi, pembinaan dan pengawasan asimetris. Munculnya kelima aspek itu memperlihatkan dalam konteks metodologi penelitian bahwa tim ini mengembangkan sebuah pendekatan yang komprehensif dan multidimensi. Selain itu, kelimanya merefleksikan kompleksitas penyelesaian yang harus ditempuh.

Kelima hal ini juga dapat dikatakan sebagai hal-hal pokok yang tidak bisa diabaikan manakala kita berbicara mengenai hakikat Otsus dengan segenap problematikanya. Sehubungan dengan kelima aspek itu, tim juga mendalami model dan pola hubungan yang patut dikembangkan guna perbaikan dan peningkatan performa desentralisasi asimestris itu. Secara prinsip elemen-elemen yang terlibat di dalamnya demikian beragam, termasuk pemerintah pusat maupun daerah, birokrasi, masyarakat sipil, partai politik dan berbagai elemen lainnya. Pembahasaan juga menyentuh beragam persoalan mulai dari persoalan kewenangan apa saja yang harus diprioritaskan hingga hal-hal yang terkait dengan rancangan induk, regulasi, beragam mekanisme dan jangka waktu pelaksanaannya.

Ada nuansa pencerahan yang demikian cermat dari laporan hasil penelitian tim ini. Dapat dikatakan bahwa hasil temuan atau juga sebagai jawaban dari Tim Otonomi Daerah, Puslit Politik LIPI ini tak pelak mencerminkan sebuah kinerja dan pemahaman yang amat baik. Sebagai Kepala Puslit Politik LIPI saya merasa hormat dan bangga atas capaian akademis yang telah diraih ini. Semoga kajian-kajian ini dapat terus tumbuh dan semakin berkembang di masa-masa datang. Namun tentu saja tidak ada yang benar-benar sempurna, sebagaimana tak ada gading yang tak retak. Kajian dalam buku ini pun tentu demikian.

Lepas dari itu, baik dari sisi metodologi, operasionalisasi konsep, pembahasan hingga usulan-usulan yang diberikan kajian ini amat layak untuk mendapat perhatian baik dari kalangan akademisi maupun praktisi terutama pemerintah dan pemerhati kajian-kajian desentralisasi di Indonesia. Kajian komprehensif ini dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari penyempurnaan jawaban atas desentralisasi, khususnya yang bersifat asimetris, sebagai bentuk komitmen luhur dari pelaksanaan cita-cita reformasi.

Jakarta, 2 Februari 2020
Kepala Pusat Penelitian Politik

Prof. Dr. Firman Noor, M.A.

Penulis

Nyimas Latifah Letty Aziz - Peneliti pada Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P LIPI). Menyelesaikan pendidikan S1 dengan jurusan Ekonomi Manajemen di Universitas Jambi dan S2 dengan program Double Degree dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dengan jurusan Urban and Regional Planning dan melanjutkan ke Erasmus Universiteit Rotterdam, Belanda dengan jurusan Urban Management and Development, memperoleh gelar Master pada tahun 2012 dan 2013. Saat ini penulis fokus pada kajian otonomi daerah, otonomi desa dan politik ekonomi: politik ekonomi dan pembangunan wilayah, politik ekonomi dan pemerintahan, politik ekonomi dan kemiskinan, politik perkotaan, serta politik dan lingkungan.

Selain juga itu juga menjadi editor di beberapa buku yang telah dipublikasi: Gagasan Pemilihan Umum Kepala Daerah Asimetris: Menuju Tata Kelola Pemerintahan Daerah Demokratis, Akuntabel, dan Berkelanjutan (Calpulis, 2015); Peran Lembaga Khusus dalam Politik Aceh dan Papua (Mahara Publishing, 2016); Politik Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa (Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018); dan Dinamika Pengawasan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa (Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018).

Daftar Isi

Cover
Kata Pengantar
Prakata
Daftar Singkatan
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Bab 1: Konsep Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam NKRI
     A. Pengantar
          1. Aspek Kelembagaan Khusus
          2. Aspek Keuangan Khusus
          3. Aspek Korbinwas
          4. Peran Aktor
     B. Perbandingan dengan Kajian Lainnya
     C. Kerangka Pemikiran
          C.1 Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Pasca Perubahan UUD 1945
          C.2 Konsep Desentralisasi Asimetris: Lesson Learned Negara-negara Lain
          C.3 Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris yang Ideal
          C.4 Konsep New Institutionalism: Tinjauan Berbagai Aspek
     D. Metode Penyusunan Model
     E. Sistematika Penulisan Buku
Bab 2: Distorsi Pengelolaan Desentralisasi Asimetris: Aspek Kewenangan, Kelembagaan, dan Politik/Pemerintahan
     A. Aspek Kewenangan Asimetris
          A.1 Kewenangan Pusat
          A.2 Kewenangan Daerah Otsus/Istimewa
               A.2.1 Problem Kewenangan di Aceh, Papua, Papua Barat,dan DIY
          A.3 Harmonisasi Kewenangan
     B. Aspek Kelembagaan Asimetris
          B.1 Kedudukan dan Struktur Biro/Lembaga Khusus di Daerah Asimetris
          B.2 Peran dan Fungsi Lembaga Khusus di Daerah Asimetris
          B.3 Rekrutmen Anggota/SDM pada Kelembagaan Asimetris
          B.4 Inovasi dan Keterbukaan Informasi Publik
     C. Aspek Politik/Pemerintahan Asimetris
          C.1 Partai Politik Lokal di Aceh dan Papua
          C.2 Politik/Pemerintahan Lokal
          C.3. Peran aktor
               C.3.1 Peran Aktor Dilihat dari Insiatif Otsus
               C.3.2 Peran Aktor Ditinjau dari Kewenangan Asimetris
               C.3.3 Peran Aktor Ditinjau dari Kelembagaan Asimetris
               C.3.4 Peran Aktor Ditinjau dari Pengelolaan Keuangan Asimetris
               C.3.5 Peran Aktor Ditinjau dari Politik/Pemerintahan Asimetris
               C.3.6 Peran Aktor Ditinjau dari Korbinwas Asimetris
               C.3.7 Peran Aktor yang Mengajukan Usulan Baru Status Desentralisasi Asimetris
          C.4 Keberadaan bendera/lambang di Aceh dan Papua
               C.4.1 Problematika Bendera, Lambang dan Himne di Daerah Otonomi Khusus Aceh
               C.4.2 Problematika Bendera, Lambang, dan Lagu di Daerah Otonomi Khusus Papua
Bab 3: Distorsi Pengelolaan Desentralisasi Asimetris: Aspek Keuangan dan Korbinwas
     A. Aspek Keuangan Asimetris
          A.1. DOKA
          A.2 Dana Otsus Papua/Papua Barat
          A.3 Dana Istimewa
          A.4 Distorsi dalam Pengelolaan DOKA, Dana Otsus, dan Danais/Dais
     B. Aspek Korbinwas
     C. Policy Stasis ke Policy Change Ditinjau dari Konsep New Institutionalism
          C.1 Rational Choice Institutionalism
          C.2 Historical Institusionalism
          C.3 Sociological Institutionalism
          C.4 Discursive Institutionalism
Bab 4: Prasyarat Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris
     A. Aspek Kewenangan Asimetris
          A.1 Kewenangan Pemerintah Pusat
          A.2 Urusan Pemerintah Daerah
          A.3 Harmonisasi Kewenangan
          A.4 Pembangunan Daerah
     B. Aspek Kelembagaan Asimetris
     C. Aspek Keuangan Asimetris
          C.1 Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA)
          C.2. Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus)
          C.3. Dana Istimewa (Danais/Dais)
     D. Aspek Politik/Pemerintahan Asimetris
          D.2 Pemerintahan Lokal yang Kapabel, Efisien, dan Sinergis
          D.3 Peran Aktor yang Mendorong Demokratisasi dan Tata Kelola yang Baik (Good Governance)
          D.4 Model Keberadaan Bendera/Lambang/Himne
     E. Model Korbinwas Asimetris
          E.1 Pusat
          E.2 Daerah
Bab 5: Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris Usulan LIPI
     1. Model Kewenangan Asimetris
     2. Model Kelembagaan Asimetris
     3. Model Keuangan Asimetris
     4. Model Politik/Pemerintahan Asimetris
     5. Model Korbinwas Asimetris
Daftar Pustaka
Indeks
Tentang Penulis