Ikhtisar
Buku ini mencakup 30 risalah (Cahaya) yang diawali dengan pelajaran yang bisa diambil dari kisah dan munajat Nabi Yunus a.s dan Ayyub a.s, penjelasan bahwa sunnah Nabi adalah sebuah tangga dan metode, perselisihan antara kalangan sunni dan syi’ah, studi kritis terhadap paham wahdatul wujud, penafsiran tujuh lapis langit, dan hikmah penciptaan setan. Selanjutnya, beberapa catatan tentang menapaki makrifatullah, penjelasan tentang pentingnya hidup hemat dan bahaya hidup boros, pentingnya keikhlasan dalam beramal, tanggapan terhadap penganut paham naturalisme, uraian tentang pentingnya hijab bagi kaum wanita, terapi maknawi bagi penderita sakit, pelipur lara bagi mereka yang terkena musibah, juga kepada para lansia dalam kenangan Nursi, ditutup dengan risalah tentang Al-Ismul Al-A’zham yaitu Al-Quddûs, Al-Adl, Al-Hakam, Al-Fard, Al-Hayy, Al-Qayyûm.”
Pendahuluan / Prolog
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.
Buku ini (AL-LAMA’ÂT) adalah hasil terjemahan dari karya seorang Ulama Turki, Said Nursi, yang berjudul AL-LAMA’ÂT. Edisi asli buku ini, yang berbahasa Turki, bersama buku-buku beliau yang lain, telah diterjemahkan dan diterbitkan ke dalam lebih dari 50 bahasa.
Harapan kami, semoga dengan hadirnya buku-buku terjemahan karya beliau dapat memperkaya khazanah keilmuan dan memperluas wawasan keislaman umat Islam di tanah air.
Said Nursi lahir pada tahun 1293 H (1877 M) di desa Nurs, daerah Bitlis, Anatolia timur. Mula-mula ia berguru kepada kakak kandungnya, Abdullah. Kemudian ia berpindah-pindah dari satu kampung ke kampung lain, dari satu kota ke kota lain, menimba ilmu dari sejumlah guru dan madrasah dengan penuh ketekunan.
Pada masa-masa inilah ia mempelajari tafsir, hadis, nahwu, ilmu kalam, fikih, mantiq, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Dengan kecerdasannya yang luar biasa, sebagaimana diakui oleh semua gurunya, ditambah dengan kekuatan ingatannya yang sangat tajam, ia mampu menghafal hampir 90 judul buku referensial. Bahkan ia mampu menghafal buku Jam‘ul Jawâmi’ di bidang usul fikihha nya dalam tempo satu minggu. Ia sengaja menghafal di luar kepala semua ilmu pengetahuan yang dibacanya.
Dengan bekal ilmu yang telah dipelajarinya, kini Said Nursi memulai fase baru dalam kehidupannya. Beberapa forum munâzharah (adu argumentasi dan perdebatan) telah dibuka dan ia tampil sebagai pemenang mengalahkan banyak pembesar dan ulama di daerahnya.
Pada tahun 1894 M, ia pergi ke kota Van. Di sana ia sibuk menelaah buku-buku tentang matematika, falak, kimia, fisika, geologi, filsafat, dan sejarah. Ia benar-benar mendalami semua ilmu tersebut hingga bisa menulis tentang subjek-subjek tersebut. Karena itulah, ia kemudian dijuluki “Badiuzzaman” (Orang yang tak ada bandingan di zamannya), sebagai bentuk pengakuan para ulama dan ilmuwan terhadap kecerdasannya, pengetahuannya yang melimpah, dan wawasannya yang luas.
Pada saat itu, di sejumlah harian lokal, tersebar berita bahwa Menteri Pendudukan Inggris, Gladstone, dalam Majelis Parlemen Ing gris, mengatakan di hadapan para wakil rakyat, “Selama al-Qur’an berada di tangan kaum muslimin, kita tidak akan bisa menguasai mereka. Karena itu, kita harus melenyapkannya atau memutuskan hubungan kaum muslimin dengannya.” Berita ini sangat mengguncang diri Said Nursi dan membuatnya tidak bisa tidur. Ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya, “Akan kubuktikan kepada dunia bahwa al-Qur’an merupakan mentari hakikat, yang cahayanya tak akan padam dan sinarnya tak mungkin bisa dilenyapkan.”
Pada tahun 1908 M, ia pergi ke Istanbul. Ia mengajukan sebuah proyek kepada Sultan Abdul Hamid II untuk membangun Universitas Islam di Anatolia timur dengan nama “Madrasah az-Zahra” guna melaksanakan misi penyebaran hakikat Islam. Pada universitas tersebut studi keagamaan dipadukan dengan ilmu sains, sebagaimana ucapannya yang terkenal, “Cahaya kalbu adalah ilmu-ilmu agama, sementara sinar akal adalah ilmu sains. Dengan perpaduan antara keduanya, hakikat akan tersingkap. Adapun jika keduanya dipisahkan, maka fanatisme akan lahir pada pelajar ilmu agama, dan skeptisisme akan muncul pada pelajar ilmu sains.”
Pada tahun 1911 M, ia pergi ke negeri Syam dan menyampaikan pidato yang sangat berkesan, di atas mimbar Masjid Jami Umawi. Dalam pidato tersebut, ia mengajak kaum muslimin untuk bangkit. Ia menjelaskan sejumlah penyakit umat Islam berikut cara mengatasinya. Setelah itu, ia kembali ke Istanbul dan menawarkan proyeknya terkait dengan Universitas Islam kepada Sultan Rasyad. Sultan ternyata menyambut baik proyek tersebut. Anggaran segera dikucurkan dan peletakan batu pertama dilakukan di tepi Danau Van. Namun, Perang Dunia Pertama membuat proyek ini terhenti.
Said Nursi tidak setuju dengan keterlibatan Turki Utsmani dalam perang tersebut. Namun ketika negara mengumumkan perang, ia bersama para muridnya tetap ikut dalam perang melawan Rusia yang menyerang lewat Qafqas. Ketika pasukan Rusia memasuki kota Bitlis, Badiuzzaman bersama dengan para muridnya mati-matian mempertahankan kota tersebut hingga akhirnya terluka parah dan tertawan oleh Rusia. Ia pun dibawa ke penjara tawanan di Siberia.
Dalam penawanannya, ia terus menyampaikan pelajaran-pelajaran keimanan kepada para panglima yang tinggal bersamanya, yang jumlahnya mencapai 90 orang. Lalu dengan cara yang sangat aneh dan dengan pertolongan Tuhan, ia berhasil melarikan diri. Ia pun berjalan menuju Warsawa, Jerman, dan Wina. Ketika sampai di Istanbul, ia dianugerahi medali perang dan mendapatkan sambutan luar biasa dari khalifah, syeikhul Islam, pemimpin umum, dan para pelajar ilmu agama.
Said Nursi kemudian diangkat menjadi anggota Darul Hikmah al-Islamiyyah oleh pimpinan militer di mana lembaga tersebut hanya diperuntukkan bagi para tokoh ulama. Di lembaga inilah sebagian besar bukunya yang berhasa Arab diterbitkan. Di antaranya adalah tafsirnya yang berjudul Isyârât al-I’jaz fî Mazhân al-Îjâz, yang ditulis di tengah berkecamuknya perang, dan buku al-Matsnawi al-Arabî an-Nûrî.
Pada tahun 1923 M, Badiuzzaman pergi ke kota Van dan di sana ia beruzlah di Gunung Erek yang dekat dari kota selama dua tahun. Ia melakukan hal tersebut dalam rangka melakukan ibadah dan kontemplasi.
Setelah Perang Dunia Pertama berakhir, kekhalifahan Turki Utsmani runtuh dan digantikan dengan Republik Turki. Pemerintah yang baru ini tidak menyukai semua hal yang berbau Islam dan membuat kebijakan-kebijakan yang anti-Islam. Akibatnya, terjadi berbagai pemberontakan dan negara yang baru berdiri ini menjadi tidak stabil. Namun, semuanya dapat dibungkam oleh rezim yang sedang berkuasa.
Meskipun tidak terlibat dalam pemberontakan, Badiuzzaman ikut merasakan dampaknya. Ia pun diasingkan bersama banyak orang ke Anatolia Barat pada musim dingin 1926 M. Kemudian ia diasingkan lagi seorang diri ke Barla, sebuah daerah terpencil. Para penguasa yang memusuhi agama itu mengira bahwa di daerah terpencil itu riwayat Said Nursi akan berakhir, popularitasnya akan redup, namanya akan dilupakan orang, dan sumber energi dakwahnya akan mengering. Namun, sejarah membuktikan sebaliknya. Di daerah terpencil itulah Said Nursi menulis sebagian besar Risalah Nur, kumpulan karya tulisnya. Lalu berbagai risalah itu disalin dengan tulisan tangan dan menyebar ke seluruh penjuru Turki.
Jadi, ketika Said Nursi dibawa dari satu tempat pembuangan ke tempat pembuangan yang lain, lalu dimasukkan ke penjara dan tahanan di berbagai wilayah Turki selama seperempat abad, Allah menghadirkan orang-orang yang menyalin berbagai risalah itu dan menyebarkannya kepada semua orang. Risalah-risalah itu kemudian menyorotkan cahaya iman dan membangkitkan spirit keislaman yang telah mati di kalangan umat Islam Turki saat itu. Risalah-risalah itu dibangun di atas pilar-pilar yang logis, ilmiah, dan retoris yang bisa dipahami oleh kalangan awam dan menjadi bekal bagi kalangan khawas.
Demikianlah, Ustadz Nursi terus menulis berbagai risalah sampai tahun 1950 dan jumlahnya mencapai lebih dari 130 risalah. Semua risalah itu dikumpulkan dengan judul Kulliyyât Rasâ’il an-Nûr (Koleksi Risalah Nur), yang berisi empat seri utama, yaitu al-Kalimât, al-Maktûbât, al-Lama‘ât, dan asy-Syu‘â‘ât. Ustadz Nursi sendiri yang langsung mengawasi hingga semuanya selesai tercetak.
Ustadz Nursi wafat pada tanggal 25 Ramadhan 1379 H, bertepatan pada tanggal 23 Maret 1960 M, di kota Urfa. Karya-karya beliau dibaca dan dikaji secara luas di Turki dan di berbagai belahan dunia lainnya.
Derasnya aliran pemikiran “negatif ” yang telah merusak akidah dan mencabut nikmatnya iman dari hati orang-orang beriman membuat banyak para pemikir muslim bergerak dengan menggoreskan penanya dalam berbagai karya sebagai kounter atas hal tersebut. Said Nursi adalah salah satunya yang giat berjihad lewat berbagai karyanya yang luar biasa.
Satu diantara sederet karyanya adalah Al-Lama’at. Sesuai namanya yang berarti cahaya-cahaya telah menyinari hati dan mencerahkan akal para pembacanya. Dalam buku ini Nursi seakan menjelma sebagai rangkaian kata yang berkhutbah dari masanya untuk generasi 50 tahun mendatang.
Kontekstualisasi Nursi dalam buku ini sangat terasa dan relevan untuk masa sekarang. Contohnya adalah ketika ia memaknai kisah Nabi Yunus A.S. Sosok Nabi Yunus digambarkan oleh Nursi sebagai sosok yang lemah dari sisi manusiawi yang kemudian kuat dengan cahaya iman yang terpatri di dalam hatinya. Rentetan sebab yang menenggelamkan nabi Yunus A.S, Nursi kontekstualisasikan de ngan problematika kehidupan nyata. Misalnya, malam yang menaungi peristiwa itu merupakan masa depan manusia. Jika melihatnya dengan pendangan acuh, akan tampak gelap dan menakutkan, bahkan lebih pekat seratus kali lipat daripada malam yang dilalui Nabi Yunus A.S. Lautan diibaratkan bumi yang setiap harinya menelan jutaan jenazah, karena itu ia lebih menakutkan dari pada lautan tempat Nabi Yunus dilemparkan. Ikan besarnya merupakan nafsu ammârah yang bersemayam dalam hati yang dapat menelan dan memusnahkan kehidupan ukhrawi yang kekal. Ikan yang bersemayam ini lebih berbahaya daripada ikan yang menelan Nabi Yunus A.S.
Yang tidak kalah menarik adalah Nursi juga menjelaskan hikmah di balik penciptaan setan. Mengapa setan diciptakan, padahal penciptaanya merupakan keburukan nyata. Tipu dayanya telah banyak menjerumuskan manusia kepada kekufuran dan neraka. Lalu bagaimana bisa Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang dan Maha Indah mengizinkan adanya keburukan yang tiada akhir dan musibah besar ini? Dengan sangat bijak dan logis Nursi menjawabnya dalam buku ini.
Metode nursi dalam menerangkan sebuah masalah juga sangat unik. Ia kerap mengajukan pertanyaan kepada muridnya, lalu ia sendiri yang menjawabnya. Hal ini mirip dengan metode dakwah Rasullullah kepada para sahabatnya.
Banyak hal menarik yang dapat ditemukan dalam buku ini, seperti pembungkaman terhadap filsafat meterialisme, takwil terhadap tujuh lapis bumi, konsep hemat dalam berbagai aspek, kritik atas paham Wahdatul Wujud, enam nama-nama Allah yang paling mulia dan masih banyak tema menarik lainnya.
Semoga dengan buku ini para pembaca mendapat pencerahan rasa dan rasio. Amin. Selamat menikmati hidangan cahaya Qurani! Risalah Nur Press
Penulis
Badiuzzaman Said Nursi - Ulama Turki yang hidup di masa akhir Turki Utsmani dan di awal republik Turki, Beliau adalah ulama yang berjuang untuk menguatkan iman dan akidah umat Islam di Turki. lewat karya beliau umat Islam seakan menemukan cahaya dalam kegelapan.
Daftar Isi
Sampul
Pedoman Transliterasi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Cahaya 1: Munajat Nabi Yunus عَلَيْهِ السَّلَام
Cahaya 2: Munajat Nabi Ayyub عَلَيْهِ السَّلَام
Nuktah Pertama
Nuktah Kedua
Nuktah Ketiga
Nuktah Keempat
Nuktah Kelima
Penutup
Cahaya 3: Yâ Bâqî Anta al-Bâqî
Nuktah Pertama
Nuktah Kedua
Nuktah Ketiga
Cahaya 4: Konsep Sunnah
Kedudukan Pertama
Nuktah Pertama
Nuktah Kedua
Nuktah Ketiga
Nuktah Keempat
Kedudukan Kedua
Cahaya 5
Cahaya 6
Cahaya 7: Tujuh Macam Pemberitaan Gaib yang terdapat pada Akhir Surah al-Fath
Aspek Pertama
Aspek Kedua
Aspek Ketiga
Aspek Keempat
Aspek Kelima
Aspek Keenam
Aspek Ketujuh
Lampiran
Cahaya 8
Cahaya 9
Pertanyaan Pertama
Pertanyaan Kedua
Pertanyaan Ketiga
Lampiran Pertanyaan Seputar Ibnu Arabi
Nuktah Pertama
Cahaya 10: Tamparan Kasih Sayang
Cahaya 11: Tingkatan Sunnah dan Obat Penyakit Bid’ah
Nuktah Pertama
Nuktah Kedua
Nuktah Ketiga
Nuktah Keempat
Nuktah Kelima
Nuktah Keenam
Nuktah Ketujuh
Nuktah Kedelapan
Nuktah Kesembilan
Nuktah Kesepuluh
Nuktah Kesebalas
Cahaya 12
Nuktah Pertama
Nuktah Kedua
Cahaya 13: Hikmah Isti’âdzah
Isyarat Pertama
Isyarat Kedua
Isyarat Ketiga
Isyarat Keempat
Isyarat Kelima
Isyarat Keenam
Isyarat Ketujuh
Isyarat Kedelapan
Isyarat Kesembilan
Isyarat Kesepuluh
Isyarat Kesebelas
Isyarat Kedua Belas
Isyarat Ketiga Belas
Cahaya 14: Penjelasan Mengenai Dua Kedudukan
Kedudukan Pertama
Kedudukan Kedua
Cahaya 15
Cahaya 16
Pertanyaan Pertama
Pertanyaan Kedua
Pertanyaan Ketiga
Pertanyaan Keempat
Penutup
Kesimpulan
Pertanyaan Kedua
Pertanyaan Ketiga
Kesimpulan
Cahaya 17
Pendahuluan
Memoar Pertama
Memoar Kedua
Memoar Ketiga
Memoar Keempat
Memoar Kelima
Memoar Keenam
Memoar Ketujuh
Memoar Kedelapan
Memoar Kesembilan
Memoar Kesepuluh
Memoar Kesebelas
Memoar Kedua Belas
Memoar Ketiga Belas
Memoar Keempat Belas
Memoar Kelima Belas
Cahaya 18
Cahaya 19
Nuktah Pertama
Nuktah Kedua
Nuktah Ketiga
Nuktah Keempat
Nuktah Kelima
Nuktah Keenam
Nuktah Ketujuh
Cahaya 20: Risalah Ikhlas I
Poin Pertama
Faktor Pertama
Faktor Kedua
Faktor Ketiga
Faktor Keempat
Faktor Kelima
Faktor Keenam
Faktor Ketujuh
Cahaya 21: Risalah Ikhlas II
Pentingnya Keikhlasan
Prinsip-prinsip Keikhlasan
Sarana Meraih Keikhlasan
Penghalang Keikhlasan
Surat Khusus Untuk Sebagian Saudara
Cahaya 22
Petunjuk Pertama
Petunjuk Kedua
Petunjuk Ketiga
Perlakuan yang Mengherankan
Penutup
Cahaya 23: Risalah Thabi’ah (Hukum Alam)
Peringatan
Pendahuluan
Penutup
Cahaya 24: Risalah Hijab
Hikmah Pertama
Hikmah Kedua
Hikmah Ketiga
Hikmah Keempat
Nuktah Pertama
Nuktah Kedua
Nuktah Ketiga
Cahaya 25: Dua Puluh Lima Obat
Obat Pertama
Obat Kedua
Obat Ketiga
Obat Keempat
Obat Kelima
Obat Keenam
Obat Keenam
Obat Ketujuh
Obat Kedelapan
Obat Kesembilan
Obat Kesepuluh
Obat Kesebelas
Obat Kedua Belas
Obat Ketiga Belas
Obat Keempat Belas
Obat Kelima Belas
Obat Keenam Belas
Obat Ketujuh Belas
Obat Kedelapan Belas
Obat Kesembilan Belas
Obat Kedua Puluh
Obat Kedua Puluh Satu
Obat Kedua Puluh Dua
Obat Kedua Puluh Tiga
Obat Kedua Puluh Empat
Obat Kedua Puluh Lima
Cahaya 26: Risalah untuk Orang Tua Lanjut Usia (Lansia)
Harapan Pertama
Harapan Kedua
Harapan Ketiga
Harapan Keempat
Harapan Kelima
Harapan Keenam
Harapan Ketujuh
Harapan Kedelapan
Harapan Kesembilan
Harapan Kesepuluh
Harapan Kesebelas
Harapan Kedua Belas
Harapan Ketiga Belas
Harapan Keempat Belas
Harapan Kelima Belas
Harapan Keenam Belas
Cahaya 27
Cahaya 28
Dialog Singkat seputar Lalat
Huruf-huruf al-Qur’an
Kalimat-kalimat Ilahi
Penurunan Besi
Penurunan Binatang Ternak
Sebuah Catatan yang Ditulis di Penjara Eskisyehir
Dua Cerita Ringan
Nuktah Pertama
Nuktah Kedua
Sebuah Lintasan Pikiran yang Indah
Seputar Wahdatul Wujud dan Bahayanya pada Zaman Sekarang
Jawaban atas Pertanyaan tentang Wahdatul Wujud
Renungan dari Balik Jendela Penjara
Nafsu Ammârah
Lemparan kepada Jin yang Memata-matai Langit
Cahaya 29: Risalah Tafakkur Imani
Penjelasan
Bab Pertama
Bab Kedua
Bab Ketiga
Bab Keempat
Bab Kelima
Bab Keenam
Cahaya 30: Al-Ismu al-A’zham
Nuktah Pertama
Nuktah Kedua
Nuktah Ketiga
Nuktah Keempat
Nuktah Kelima
Nuktah Keenam
Cahaya 31
Cahaya 32
Cahaya 33
Profil Penulis