Ikhtisar
Buku yang ada di tangan anda ini adalah salah satu bagian dari 'Koleksi Risalah Nur' yang membahas tentang keimanan yang menjadi kunci kesempurnaan. Melalui buku ini, Said Nursi mengajak kita menyelami makna terdalam dari keimanan itu, yang sangat membantu kita dalam meraih kesempurnaan. Selain itu, buku ini juga membincang tentang kebahagiaan dan kesengsaraan, dan mengapa hal itu menimpa manusia.
Semoga dengan buku ini, pembaca bisa meraih kesempurnaan dan mereguk kebahagiaan, serta terhindar dari keterpurukan dan kesengsaraan. amin...
Selamat membaca!
Pendahuluan / Prolog
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah , Tuhan semesta alam. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad , keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.
Buku yang berjudul “Iman Kunci Kesempurnaan” ini adalah hasil terjemahan dari karya seorang Ulama Turki, Said Nursi, yang berjudul Al-Îmân wa Takâmulul-Insân. Edisi asli buku ini, yang berbahasa Turki, bersama buku-buku beliau yang lain, telah diterjemahkan dan diterbitkan ke dalam 50 bahasa.
Harapan kami, semoga dengan hadirnya buku-buku terjemahan karya beliau dapat memperkaya khazanah keilmuan dan memperluas wawasan keislaman umat Islam di tanah air.
Penulis
Badiuzzaman Said Nursi - Ulama Turki yang hidup di masa akhir Turki Utsmani dan di awal republik Turki, Beliau adalah ulama yang berjuang untuk menguatkan iman dan akidah umat Islam di Turki. lewat karya beliau umat Islam seakan menemukan cahaya dalam kegelapan.
Editor
Irwandi - Penyunting buku karya Badiuzzaman Said Nursi, Beliau adalah lulusan dari Universitas Al-azhar Cairo Mesir yang pernah belajar langsung dengan ulama Turki
Daftar Isi
Sampul
Pedoman Transliterasi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Kalimat Kedua Puluh Tiga
Bahasan Pertama: Kebaikan dan Manfaat Iman
Poin Pertama: Iman Menisbatkan Manusia dengan Penciptanya
Poin Kedua: Iman sebagai Penerang
Poin Ketiga: Iman adalah Kekuatan
Poin Keempat: Iman Melahirkan Manusia Sejati
Poin Kelima: Iman Menuntut Adanya Doa
Bahasan Kedua: Kebahagiaan dan Kesengsaraan
Nuktah Pertama: Neraka adalah Cermin Keadilan, sementara Surga adalah Rahmat Ilahi
Nuktah Kedua: Pertarungan antara Bisikan Hati Nurani dan Egoisme
Nuktah Ketiga: Meski Sedikit, Usaha yang Halal sudah Cukup Membuahkan Kebahagiaan
Nuktah Keempat: Kekuatan Besar Justru Diraih dengan Menyadari Kekerdilan Diri di Hadapan Allah Swt
Nuktah Kelima: Manusia Dibekali Motivasi dan Ancaman
Surat Kedua Puluh
Kedudukan Pertama: Kabar Gembira Tauhid (dalam sebelas frasa)
Frasa Pertama: Lâ Ilâha Illaullâh
Frasa Kedua: Wahdahû
Frasa Ketiga: Lâ Syarîka Lahû
Frasa Keempat: Lahul-Mulk
Frasa Kelima: wa Lahul-Hamd
Frasa Keenam: Yuhyî
Frasa Ketujuh: wa Yumît
Frasa Kedelapan: wa Huwa Hayyun Lâ Yamût
Frasa Kesembilan: bi Yadihil-Khaîr
Frasa Kesepuluh: wa Huwa `alâ Kulli Syai’in Qadîr
Frasa Kesebelas: wa Ilaihil-Mashîr
Kedudukan Kedua: Petunjuk Tauhid dari Sisi Ismul A’zham (dalam sebelas klausa)
Klausa Pertama: Lâ Ilâha Illaullâh
Klausa Kedua: Wahdahû
Klausa Ketiga: Lâ Syarîka Lahû
Klausa Keempat: Lahul-Mulk
Klausa Kelima: wa Lahul-Hamd
Klausa Keenam: Yuhyî
Klausa Ketujuh: wa Yumît
Klausa Kedelapan: wa Huwa Hayyun Lâ Yamût
Klausa Kesembilan: bi Yadihil-Khaîr
Klausa Kesepuluh: wa Huwa `alâ Kulli Syai’in Qadîr
Klausa Kesebelas: wa Ilaihil-Mashîr
Lampiran: Kemudahan dalam Kesatuan
Tentang Penulis
Kutipan
Surat Keduapuluh
Ketahuilah dengan yakin bahwa tujuan penciptaan yang paling utama dan buah fitrah yang paling agung adalah “Iman kepada Allah”. Ketahuilah bahwa tingkatan kemanusian yang paling tinggi dan derajat basyariyah yang paling baik adalah “Mengenal Allah” (makrifatullah) yang terkandung dalam keimanan di atas. Ketahui pula bahwa kebahagiaan dan nikmat terindah bagi jin dan manusia adalah “Cinta kepada Allah” yang lahir dari makrifat tadi. Serta ketahuilah bahwa kegembiraanjiwa yang paling bening dan suka cita kalbu yang paling murni adalah “Kenikmatan Spiritual” yang tepercik dari cinta tadi.
Ya, seluruh jenis kebahagiaan sejati, kegembiraan murni, dan kenikmatan tiada tara hanya terdapat dalam ‘makrifatullah’ dan ‘cinta kepada Allah’. Tidak ada kebahagiaan, kegembiraan, dan kenikmatan yang sebenarnya tanpa makrifatullah.
Setiap orang yang benar-benar mengenal Allah lalu mengisi kalbunya dengan cahaya cinta pada-Nya, pasti ia layak mendapatkan kebahagiaan yang tak pernah berakhir, kenikmatan yang tak pernah habis, serta cahaya dan rahasia yang tak pernah pudar. Ia akan meraihnya secara nyata, atau dalam bentuk potensi. Sementara, orang yang tidak mengenal Penciptanya dengan benar dan tidak memiliki perasaan cinta yang layak, akan sengsara secara materiil dan moril. Ia juga senantiasa mengalami penderitaan dan kesulitan yang tak terhingga