Tampilkan di aplikasi

Buku Risalah Nur Press hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Risalah Ana & Thabi'ah

Mengenal Ego Menyangkal Filsafat Naturalisme

1 Pembaca
Rp 22.500 29%
Rp 15.875

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 47.625 13%
Rp 13.758 /orang
Rp 41.275

5 Pembaca
Rp 79.375 20%
Rp 12.700 /orang
Rp 63.500

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

"Ego" adalah kunci untuk membuka perbendaharaan nama-nama Allah yang tersembunyi dan rahasia alam yang terkunci. la merupakan misteri yang menakjubkan dan teka-teki yang mengherankan. Namun dengan memahami substansi "ego", misteri menakjubkan tersebut akan terungkap dan teka-teki yang mengherankan itupun akan tersingkap. Serta dengan mengenali esensinya, tekai-teki alam semesta dan perbendaharaan alam wujub akan terbuka.

"Hukum alam" yang menjadi sandaran kaum naturalis, sesungguhnya hanyalah ciptaan, bukan pencipta. la hanyalah ukiran, bukan si pengukir. Ia hanyalah kumpulan hukum, bukan si pembuat hukum. Ia hanyalah syariat alamiah, bukan si pembuat syariat. Ia hanyalah tirai yang tercipta, bukan si pencipta. Ia hanyalah objek, bukan pelaku. Ia hanyalah kumpulan aturan, bukan si pembuat aturan. Serta, ia hanyalah sistem, bukan si pembuat sistem.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Badiuzzaman Said Nursi
Editor: Irwandi

Penerbit: Risalah Nur Press
ISBN: 9786027381346
Terbit: November 2016 , 126 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

"Ego" adalah kunci untuk membuka perbendaharaan nama-nama Allah yang tersembunyi dan rahasia alam yang terkunci. la merupakan misteri yang menakjubkan dan teka-teki yang mengherankan. Namun dengan memahami substansi "ego", misteri menakjubkan tersebut akan terungkap dan teka-teki yang mengherankan itupun akan tersingkap. Serta dengan mengenali esensinya, tekai-teki alam semesta dan perbendaharaan alam wujub akan terbuka.

"Hukum alam" yang menjadi sandaran kaum naturalis, sesungguhnya hanyalah ciptaan, bukan pencipta. la hanyalah ukiran, bukan si pengukir. Ia hanyalah kumpulan hukum, bukan si pembuat hukum. Ia hanyalah syariat alamiah, bukan si pembuat syariat. Ia hanyalah tirai yang tercipta, bukan si pencipta. Ia hanyalah objek, bukan pelaku. Ia hanyalah kumpulan aturan, bukan si pembuat aturan. Serta, ia hanyalah sistem, bukan si pembuat sistem.

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT, tuhan semesta alam. Salawat dan salam semoga sanantiasa tercurah kepada nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Buku ini yang berjudul “Risalah Ana & Thabi'ah: Mengenal Ego, Menyangkal Filsafat Naturalisme” adalah hasil terjemahan dari karya seorang Ulama Turki, Said Nursi, yang berjudul Risâlah Ana wa at-Thabî’ah. Edisi asli buku ini, yang berbahasa Turki, bersama buku-buku beliau yang lain, telah diterjemahkan dan diterbitkan ke dalam 50 bahasa.

Harapan kami, semoga dengan hadirnya buku-buku terjemahan karya beliau dapat memperkaya khazanah keilmuan dan memperluas wawasan keislaman umat Islam di tanah air.

Said Nursi lahir pada tahun 1293 H (1877 M) di desa Nurs, daerah Bitlis, Anatolia timur. Mula-mula ia berguru kepada kakak kandungnya, Abdullah. Kemudian ia berpindah-pindah dari satu kampung ke kampung lain, dari satu kota ke kota lain, menimba ilmu dari sejumlah guru dan madrasah dengan penuh ketekunan.

Pada masa-masa inilah ia mempelajari tafsir, hadis, nahwu, ilmu kalam, fikih, mantiq, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Dengan kecerdasannya yang luar biasa, sebagaimana diakui oleh semua gurunya, ditambah dengan kekuatan ingatannya yang sangat tajam, ia mampu menghafal hampir 90 judul buku referensial. Bahkan ia mampu menghafal buku Jam‘ul Jawâmi’—di bidang usul fikih—hanya dalam tempo satu minggu. Ia sengaja menghafal di luar kepala semua ilmu pengetahuan yang dibacanya.

Dengan bekal ilmu yang telah dipelajarinya, kini Said Nursi memulai fase baru dalam kehidupannya. Beberapa forum munâzharah (adu argumentasi dan perdebatan) telah dibuka dan ia tampil sebagai pemenang mengalahkan banyak pembesar dan ulama di daerahnya.

Pada tahun 1894 M, ia pergi ke kota Van. Di sana ia sibuk menelaah buku-buku tentang matematika, falak, kimia, fisika, geologi, filsafat, dan sejarah. Ia benar-benar mendalami semua ilmu tersebut hingga bisa menulis tentang subjek-subjek tersebut. Karena itulah, ia kemudian dijuluki “Badiuzzaman” (Keajaiban Zaman), sebagai bentuk pengakuan para ulama dan ilmuwan terhadap kecerdasannya, pengetahuannya yang melimpah, dan wawasannya yang luas.

Pada saat itu, di sejumlah harian lokal, tersebar berita bahwa Menteri Pendudukan Inggris, Gladstone, dalam Majelis Parlemen Inggris, mengatakan di hadapan para wakil rakyat, “Selama al-Qur’an berada di tangan kaum muslimin, kita tidak akan bisa menguasai mereka. Karena itu, kita harus melenyapkannya atau memutuskan hubungan kaum muslimin dengannya.” Berita ini sangat mengguncang diri Said Nursi dan membuatnya tidak bisa tidur. Ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya, “Akan kubuktikan kepada dunia bahwa al-Qur’an merupakan mentari hakikat, yang cahayanya tak akan padam dan sinarnya tak mungkin bisa dilenyapkan.” Pada tahun 1908 M, ia pergi ke Istanbul. Ia mengajukan sebuah proyek kepada Sultan Abdul Hamid II untuk membangun Universitas Islam di Anatolia timur dengan nama “Madrasah az-Zahra” guna melaksanakan misi penyebaran hakikat Islam.

Pada universitas tersebut studi keagamaan dipadukan dengan ilmu sains, sebagaimana ucapannya yang terkenal, “Cahaya qalbu adalah ilmu-ilmu agama, sementara sinar akal adalah ilmu sains. Dengan perpaduan antara keduanya, hakikat akan tersingkap. Adapun jika keduanya dipisahkan, maka fanatisme akan lahir pada pelajar ilmu agama, dan skeptisisme akan muncul pada pelajar ilmu sains.”12 Pada tahun 1911 M, ia pergi ke negeri Syam dan menyampaikan pidato yang sangat berkesan, di atas mimbar Masjid Jami Umawi. Dalam pidato tersebut, ia mengajak kaum muslimin untuk bangkit. Ia menjelaskan sejumlah penyakit umat Islam berikut cara mengatasinya. Setelah itu, ia kembali ke Istanbul dan menawarkan proyeknya terkait dengan Universitas Islam kepada Sultan Rasyad. Sultan ternyata menyambut baik proyek tersebut. Anggaran segera dikucurkan dan peletakan batu pertama dilakukan di tepi Danau Van. Namun, Perang Dunia Pertama membuat proyek ini terhenti.

Said Nursi tidak setuju dengan keterlibatan Turki Utsmani dalam perang tersebut. Namun ketika negara mengumumkan perang, ia bersama para muridnya tetap ikut dalam perang melawan Rusia yang menyerang lewat Qafqas. Ketika pasukan Rusia memasuki kota Bitlis, Badiuzzaman bersama dengan para muridnya mati-matian mempertahankan kota tersebut hingga akhirnya terluka parah dan tertawan oleh Rusia. Ia pun dibawa ke penjara tawanan di Siberia.

Dalam penawanannya, ia terus memberikan pelajaranpelajaran keimanan kepada para panglima yang tinggal bersamanya, yang jumlahnya mencapai 90 orang. Lalu dengan cara yang sangat aneh dan dengan pertolongan Tuhan, ia berhasil melarikan diri. Ia pun berjalan menuju Warsawa, Jerman, dan Wina. Ketika sampai di Istanbul, ia dianugerahi medali perang dan mendapatkan sambutan luar biasa dari khalifah, syeikhul Islam, pemimpin umum, dan para pelajar ilmu agama.

Said Nursi kemudian diangkat menjadi anggota Darul Hikmah al-Islamiyyah oleh pimpinan militer di mana lembaga tersebut hanya diperuntukkan bagi para tokoh ulama. Di lembaga inilah sebagian besar bukunya yang berhasa Arab diterbitkan. Di antaranya adalah tafsirnya yang berjudul Isyârât al-I’jaz fî Mazhân al-Îjâz, yang ia ditulis di tengah berkecamuknya perang, dan buku al-Matsnawi al-Arabî an Pada tahun 1923 M, Badiuzzaman pergi ke kota Van dan di sana ia beruzlah di Gunung Erek yang dekat dari kota selama dua tahun. Ia melakukan hal tersebut dalam rangka melakukan ibadah dan kontemplasi.

Setelah Perang Dunia Pertama berakhir, kekhalifahan Turki Utsmani runtuh dan digantikan dengan Republik Turki.

Pemerintah yang baru ini tidak menyukai semua hal yang berbau Islam dan membuat kebijakan-kebijakan yang antiIslam. Akibatnya, terjadi berbagai pemberontakan dan negara yang baru berdiri ini menjadi tidak stabil. Namun, semuanya dapat dibungkam oleh rezim yang sedang berkuasa.

Meskipun tidak terlibat dalam pemberontakan, Badiuzzaman ikut merasakan dampaknya. Ia pun diasingkan bersama banyak orang ke Anatolia Barat pada musim dingin 1926 M. Kemudian ia diasingkan lagi seorang diri ke Barla, sebuah daerah terpencil. Para penguasa yang memusuhi agama itu mengira bahwa di daerah terpencil itu riwayat Said Nursi akan berakhir, popularitasnya akan redup, namanya akan dilupakan orang, dan sumber energi dakwahnya akan mengering. Namun, sejarah membuktikan sebaliknya. Di daerah terpencil itulah Said Nursi menulis sebagian besar Risalah Nur, kumpulan karya tulisnya. Lalu berbagai risalah itu disalin dengan tulisan tangan dan menyebar ke seluruh penjuru Turki.

Jadi, ketika Said Nursi dibawa dari satu tempat pembuangan ke tempat pembuangan yang lain, lalu dimasukkan ke penjara dan tahanan di berbagai wilayah Turki selama seperempat abad, Allah menghadirkan orang-orang yang menyalin berbagai risalah itu dan menyebarkannya kepada semua orang.

Risalah-risalah itu kemudian menyorotkan cahaya iman dan membangkitkan spirit keislaman yang telah mati di kalangan umat Islam Turki saat itu. Risalah-risalah itu dibangun di atas pilar-pilar yang logis, ilmiah, dan retoris yang bisa dipahami oleh kalangan awam dan menjadi bekal bagi kalangan khawas.

Demikianlah, Ustadz Nursi terus menulis berbagai risalah sampai tahun 1950 dan jumlahnya mencapai lebih dari 130 risalah. Semua risalah itu dikumpulkan dengan judul Kulliyyât Rasâ’il an-Nûr (Koleksi Risalah Nur), yang berisi empat seri utama, yaitu al-Kalimât, al-Maktûbât, al-Lama‘ât, dan asySyu‘â‘ât. Ustadz Nursi sendiri yang langsung mengawasi hingga semuanya selesai tercetak.

Ustadz Nursi wafat pada tanggal 25 Ramadhan 1379 H, bertepatan pada tanggal 23 Maret 1960 M, di kota Urfa. Karyakarya beliau dibaca dan dikaji secara luas di Turki dan di berbagai belahan dunia lainnya.

Buku yang ada di tangan Anda ini adalah gabungan dari dua risalah yang termasuk bagian dari “Koleksi Risalah Nur” yang secara khusus membahas tentang “Ego Manusia” dan “Hukum Alam”.

Dalam buku ini, penulis menjelaskan bahwa meski secara lahiriah pintu seluruh entitas terbuka, namun sebenarnya tertutup. Allah  menitipkan “kunci” kepada manusia sebagai amanah yang dengannya ia bisa membuka seluruh pintu alam semesta. Kunci tersebut adalah “ego” yang terdapat dalam diri manusia. Hanya saja, ego tersebut juga merupakan misteri dan teka-teki yang terkunci. Apabila ia dibuka dengan mengenali esensinya serta memahami rahasia penciptaannya, maka tekateki entitas akan terbuka.

Di dalam diri dan ego tersimpan ribuan kondisi, sifat, dan perasaan yang mengandung ribuan rahasia tersembunyi di mana dalam batas tertentu ia dapat menunjukkan dan menjelaskan sejumlah sifat dan urusan ilahi yang penuh hikmah. Dengan kata lain, ego tidak memiliki makna pada dirinya, tetapi ia menunjukkan makna pada selainnya (bersifat harfi). Ia ibarat cermin (yang dapat memantulkan cahaya), satuan standar, dan alat untuk menyingkap. Ia laksana seuntai benang halus dari tali wujud manusia yang besar. Ia merupakan benang mulia dari tenunan pakaian substansi manusia. Dengan demikian, ego merupakan “satuan standar” untuk memahami sifat-sifat rububiyah dan urusan-urusan ilahi.

Selain itu, buku ini juga menjelaskan bahwa “Hukum Alam” yang menjadi sandaran kaum naturalis hanyalah ciptaan, bukan pencipta. Ia hanyalah kumpulan hukum, bukan si pembuat hukum. Ia hanyalah kumpulan aturan, bukan si pengatur. Serta, ia hanyalah sistem, bukan si pembuat sistem.

Hukum alam tersebut diciptakan sebagai tirai yang menghijab tangan qudrah Allah yang mulia agar kemuliaanNya terbebas dari keluhan manusia ketika berbagai kekurangan dan kezaliman lahiriah tampak pada segala sesuatu. Selain itu, ia merupakan sunnatullah yang khusus berlaku untuk pengaturan urusan alam ini.

Halaman demi halaman dalam buku ini akan mengantarkan pembaca untuk sampai kepada pengetahuan akan hakikat “Ego Manusia” dan “Alam Semesta” yang kemudian berujung mengenal Sang Pencipta sehingga pembaca akan memahami rahasia di balik ungkapan, “Siapa yang mengenal dirinya, akan mengenal penciptanya”.

Selamat membaca!

Penulis

Badiuzzaman Said Nursi - Ulama Turki yang hidup di masa akhir Turki Utsmani dan di awal republik Turki, Beliau adalah ulama yang berjuang untuk menguatkan iman dan akidah umat Islam di Turki. lewat karya beliau umat Islam seakan menemukan cahaya dalam kegelapan.

Editor

Irwandi - Penyunting buku karya Badiuzzaman Said Nursi, Beliau adalah lulusan dari Universitas Al-azhar Cairo Mesir yang pernah belajar langsung dengan ulama Turki

Daftar Isi

Kata Pengantar
Daftar Isi
Risalah Ana
     Tujuan Pertama
     Tujuan Kedua
          Bagian Pertama
          Bagian Kedua
          Bagian Ketiga
Risalah Thabi'ah
     Pendahuluan
Jalan Pertama
     Kemustahilan Pertama
     Kemustahilan Kedua
     Kemustahilan Ketiga
Jalan Kedua
     Kemustahilan Pertama
     Kemustahilan Kedua
     Kemustahilan Ketiga
Jalan Ketiga
     Kemustahilan Pertama
     Kemustahilan Kedua
     Kemustahilan Ketiga
Penutup
     Pertanyaan Pertama
     Pertanyaan Kedua
     Pertanyaan Ketiga

Kutipan

RISALAH THABI’AH
Pendahuluan Wahai manusia! Ketahuilah bahwa ada beberapa ungkapan yang keluar dari mulut manusia dan mengandung kekufuran.

Ungkapan tersebut juga beredar di mulut kaum beriman tanpa menyadari bahayanya. Kami akan menjelaskan tiga ungkapan yang paling berbahaya darinya sebagai berikut: Pertama: Ungkapan “terwujud oleh sebab”. Dengan kata lain, sebab-lah yang menjadikan entitas tertentu ada.

Kedua: Ungkapan “terbentuk dengan sendirinya”.

Dengan kata lain, sesuatu terbentuk dengan sendirinya serta mewujudkan dirinya sendiri hingga menjadi seperti apa adanya.

Ketiga: Ungkapan “tuntutan alam”. Dengan kata lain, sesuatu bersifat alamiah. Alamlah yang mewujudkan dan menuntut keberadaannya.

Ya, selama segala entitas yang ada di hadapan kita dan keberadaannya sama sekali tak bisa dipungkiri serta karena setiap entitas muncul ke dunia ini dengan sangat teratur dan penuh hikmah, maka entitas-entitas tersebut tidak bersifat qadim, tetapi baru. Oleh karena itu, wahai orang ateis, anda boleh jadi berpendapat bahwa: (1) Entitas tersebut—hewan misalnya—terwujud oleh sebab-sebab alam. Dengan kata lain, hewan tersebut menjadi ada sebagai hasil dari berkumpulnya sebab-sebab yang bersifat materi; (2) Atau, engkau berpendapat bahwa ia terbentuk dengan sendirinya; (3) Atau, ia muncul ke dunia karena tuntutan dan pengaruh alam; (4) Atau, engkau dapat berkata bahwa kekuasaan Sang Pencipta Yang Maha Berkuasa dan Agung itulah yang telah menciptakannya. Sebab menurut logika, hanya dari empat jalan inilah entitas tersebut bisa muncul ke dunia.

Ketika secara tegas terbukti bahwa tiga jalan yang pertama mustahil, batil, dan tidak mungkin, maka dengan sangat nyata dan gamblang, jalan keempatlah yang benar. Jalan tersebut adalah jalan menuju keesaan Sang Pencipta yang bersifat pasti tanpa ada keraguan di dalamnya.