Tampilkan di aplikasi

Buku UGM Press hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Perlawanan Akar Rumput

Partisipasi Masyarakat dalam Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949

1 Pembaca
Rp 76.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 228.000 13%
Rp 65.867 /orang
Rp 197.600

5 Pembaca
Rp 380.000 20%
Rp 60.800 /orang
Rp 304.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Sejarah sering kali menghadirkan orang-orang besar. Padahal, peristiwa besar, misalnya kemerdekaan tidaklah lepas dari peran rakyat kebanyakan. Harapan untuk memperkaya narasi sejarah dan historiografi revolusi kemerdekaan Indonesia, terutama melihat peristiwa kemerdekan dari sudut pandang rakyat kebanyakan merupakan alasan buku ini hadir. Buku ini berisi delapan artikel yang disarikan dari karya tugas akhir mahasiswa S-1 Departemen Sejarah FIB UGM. Tema utama yang memayungi artikel-artikel tersebut adalah partisipasi rakyat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada masa revolusi tahun 1945-1949. Atikel-artikel dalam buku ini ditulis pada periode tiga dekade berbeda, yaitu 1980-an, 1990-an, dan 2000-an karena dianggap bisa mewakili jiwa zamannya masing-masing dan tentunya merepresentasikan penggunaan metodologi yang beragam. Badan-badan kelaskaran yang diulas memiliki ideologi, afiliasi politik, dan komposisi demografis yang berbeda-beda, mulai dari Heiho yang dibentuk oleh tentara Jepang hingga Pasukan Hantu Maut yang merupakan hasil dari kerja sama Keraton Yogyakarta dan rakyat Yogyakarta. Tidak hanya itu, artikel-artikel dalam buku ini juga menampakan keberagaman lokasi atau lingkup geografis, meliputi pusat-pusat perlawanan yang dikenal di level nasional seperti Yogyakarta dan Surabaya, juga kantong-kantong perlawanan lokal di berbagai daerah yang tak kalah strategis seperti Klaten dan lombang.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Emy Wuryani / Widajanti Halawa / Muslikhah Hastuti / Abdul Gafur / Safrida Dewi Yudiastuti / Agus Maryanto / Sri Minarti / Sulastri Handayani

Penerbit: UGM Press
ISBN: 9786233591317
Terbit: April 2024 , 210 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Sejarah sering kali menghadirkan orang-orang besar. Padahal, peristiwa besar, misalnya kemerdekaan tidaklah lepas dari peran rakyat kebanyakan. Harapan untuk memperkaya narasi sejarah dan historiografi revolusi kemerdekaan Indonesia, terutama melihat peristiwa kemerdekan dari sudut pandang rakyat kebanyakan merupakan alasan buku ini hadir. Buku ini berisi delapan artikel yang disarikan dari karya tugas akhir mahasiswa S-1 Departemen Sejarah FIB UGM. Tema utama yang memayungi artikel-artikel tersebut adalah partisipasi rakyat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada masa revolusi tahun 1945-1949. Atikel-artikel dalam buku ini ditulis pada periode tiga dekade berbeda, yaitu 1980-an, 1990-an, dan 2000-an karena dianggap bisa mewakili jiwa zamannya masing-masing dan tentunya merepresentasikan penggunaan metodologi yang beragam. Badan-badan kelaskaran yang diulas memiliki ideologi, afiliasi politik, dan komposisi demografis yang berbeda-beda, mulai dari Heiho yang dibentuk oleh tentara Jepang hingga Pasukan Hantu Maut yang merupakan hasil dari kerja sama Keraton Yogyakarta dan rakyat Yogyakarta. Tidak hanya itu, artikel-artikel dalam buku ini juga menampakan keberagaman lokasi atau lingkup geografis, meliputi pusat-pusat perlawanan yang dikenal di level nasional seperti Yogyakarta dan Surabaya, juga kantong-kantong perlawanan lokal di berbagai daerah yang tak kalah strategis seperti Klaten dan lombang.

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar
Boleh jadi, periode revolusi merupakan salah satu episode sejarah yang paling banyak digarap dalam historiografi Indonesia. Sementara itu, narasi tentang keberadaan dan peran badan-badan perjuangan menjadi salah satu tema yang selain paling banyak dikerjakan, juga banyak dirayakan semisal melalui re-enactment, upacara peringatan, dan perkumpulan veteran. Dengan besarnya kontribusi yang telah dihasilkan baik oleh sejarawan dari dalam maupun luar negeri, serta tidak ketinggalan sumbangan karya dari para peminat maupun pelaku sejarah, agenda penting saat ini adalah menjelajahi seberapa cukup ruang dalam historiografi revolusi dapat menghadirkan perbincangan baru. Penerbitan buku ini salah satunya dimaksudkan untuk memberi pemetaan tentang isu-isu apa saja yang sudah dikaji, bagian mana yang masih perlu memperoleh perhatian lebih lanjut, dan apa yang dapat dipelajari dari karya-karya yang sudah ada.

Delapan karya yang disajikan kepada para pembaca ini berasal dari naskah skripsi S1-Sejarah yang dikumpulkan dan kemudian disesuaikan dalam format buku. Naskah-naskah ini merupakan bagian kecil saja dari koleksi monograf yang lebih banyak tentang periode revolusi yang telah dihasilkan oleh penelitian mahasiswa Sejarah UGM. Masing-masing tulisan yang dimuat dalam buku ini dikerjakan pada kurun yang berbeda-beda yakni pada dekade 1980an, 1990an, dan yang terbaru merupakan naskah skripsi dari tahun 2013. Sulit untuk menyimpulkan bahwa perbedaan tahun penulisan membawa ciri khas zamannya masing-masing yang barangkali hanya akan dapat diidentifikasi dengan mencermati naskah-naskah yang lebih banyak. Hanya saja, sedikit kesan yang muncul terkait dengan perbedaan tahun penulisan karya-karya yang mempergunakan sejarah lisan tersebut menyiratkan perubahan yang dipengaruhi i antaranya oleh narasumber yang semakin berjarak dengan peristiwa, dan semakin berkurangnya penyintas sejarah yang dapat menceritakan kembali masa lalunya.

Kisah tentang Kiprah
Tema utama yang memayungi kedelapan naskah dalam publikasi ini adalah kiprah rakyat dalam perjuangan pada masa revolusi. Pada dasarnya, tema ini telah populer sejak lama. Bahkan, telah banyak publikasi yang mengusung gagasan serupa bahkan mengembangkan pembahasannya dengan melihat hingga pada lokalitas kecil, seperti peran masyarakat desa di wilayah tertentu dalam perjuangan. Meskipun dalam banyak bagian penerbitan ini memiliki persinggungan dengan karya-karya yang telah ada sebelumnya, penyelidikan atas kelompok-kelompok perjuangan tetap dirasa perlu untuk dapat menjelaskan proses pelibatan rakyat dalam revolusi, selain n juga bermanfaat untuk memahami beragam agenda dan cara yang digunakan oleh berbagai kelompok masyarakat dalam mempertahankan kemerdekaan.

Kontribusi pertama dalam publikasi ini dibuka dengan tulisan Sulastri Handayani yang membahas tentang Heiho. Selesai ditulis pada 1995, karya ini menunjukan keberhasilan mobilisasi tenaga perang oleh penguasa pendudukan Jepang yang diarahkan untuk memperkuat pertahanan Jawa. Pada tahun-tahun setelah proklamasi kemerdekaan, para eks-Heiho memiliki kiprah penting dalam perjuangan bersenjata dengan terlibat dalam dinas militer nasional maupun badan-badan perjuangan. Artikel ini menunjukan bahwa pembentukan Heiho direspon dengan sangat antusias, dibuktikan dengan membludaknya para pendaftar, bahkan para pemuda Yogyakarta harus saling bersaing untuk dapat direkrut. Lebih lanjut, karya ini juga menjabarkan bagaimana stratifikasi sosial turut berperan dalam rekrutmen Heiho. Para calon prajurit Heiho harus memenuhi syarat tertentu, yang diantaranya menyebutkan kualifikasi pendidikan dasar lulusan Sekolah Rakyat yang oleh penulis kemudian ditafsirkan bahwa para pendaftar berasal dari kalangan yang secara sosial cukup terpandang.Keberhasilan penguasa militer Jepang dalam melakukan mobilisasi berkebalikan dengan rekrutmen gagal yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada akhir masa kekuasaannya. Dalam kesimpulannya, Sulastri Handayani berkeyakinan bahwa keberhasilan Jepang dalam mobilisasi para pemuda terletak pada kombinasi dua faktor yakni adanya iming-iming kemerdekaan dan penciptaan mitos-mitos dalam falsafah militer Jepang. Seperti yang dipertunjukan dalam Kabuki, tradisi militer Jepang memperkenalkan mitos tentang keberanian, kejayaan, dan keperwiraan yang dianggap sesuai dengan alam pikir masyarakat Timur. Alasan yang kedua ini tentu saja sangat menarik dan membuka peluang untuk uraian yang lebih panjang, terutama untuk menunjukan bagaimana dan seberapa berpengaruh gagasan keperwiraan serta mitos-mitos tentang kejayaan dan berani mati, atau pada konteks yang lain adalah martial culture, sengaja diproduksi guna menggelorakan kemauan para pemuda Indonesia untuk terlibat dalam proyek mobilisasi tenaga perang.

Kontribusi kedua diberikan oleh Sri Minarti untuk mengisahkan keterlibatan Laskar Wanita Indonesia (Laswi) dalam perjuangan dengan memposisikan periode revolusi sebagai tahun-tahun krisis yang memberi ruang bagi para perempuan untuk berkiprah di luar domain kodratiahnya. Selesai ditulis pada 1994, dapat dibayangkan bahwa pada waktu itu, karya ini merupakan sumbangan berharga sebagai salah satu dari sedikit kajian yang mengulas peranan perempuan dalam kancah perjuangan kemerdekaan yang identik dengan narasi militeristik dan bernuansa maskulin. Selain menyajikan detail terkait dengan pembentukan, struktur dan aktivitas organisasi, penulis juga jeli dalam melihat relasi sosial yang terjadi sehingga dapat diperoleh gambaran bahwa Laswi merupakan gerakan kelompok sosial menengah-atas atau kelompok perempuan yang pada tingkat tertentu telah teremansipasi. Tulisan ini menguraikan peran para anggota Laswi yang sangat beragam mulai dari urusan logistik gistik pendukung perjuangan, tugas mata-mata, hingga terlibat dalam membuat senjata. Studi tentang Laswi ini juga mampu memberi gambaran tentang dimensi domestik dalam perjuangan fisik, salah satu aspek yang sangat penting namun kerap absen dalam narasi sejarah periode revolusi yang kadung terpesona dengan kisah-kisah peperangan.

Kelima karya berikutnya menempatkan studi tentang badan-badan perjuangan dengan memberi penekanan pada konteks lokal. Tulisan Agus Maryanto (1995) dengan tema Lasjkar Rakjat (selanjutnya, Laskar Rakyat) menguraikan keberadaan, peran dan perkembangan badan perjuangan yang lahir di Yogyakarta. Kajian ini menunjukan dua hal saling berhubungan yang mendorong kemunculan Laskar Rakyat. Pertama, Laskar Rakyat merupakan respon atas perkembangan situasi politik dan keamanan pasca-proklamasi kemerdekaan yang memburuk dengan datangnya pasukan Sekutu. Kedua, kelahirannya diinisiasi oleh para pemimpin Yogyakarta Sri Sultan dan Pakualam yang mendorong rakyatnya untuk turut mengambil peran dalam perjuangan. Kajian ini menunjukan bahwa perkembang Laskar Rakyat yang sangat terkait dengan kebijaksanaan pemerintah dalam mengatur badan- badan perjuangan menjadi contoh sukses penerapan program reorganisasi dan rasionalisasi (Re-Ra) angkatan perang republik. Pasca diberlakukannya Re-Ra, aktivitas Laskar Rakyat berakhir dengan sebagian kecil mantan anggotanya diterima sebagai bagian dari TNI. Tampaknya, tulisan ini lebih menekankan pembahasan pada lingkaran tertentu dalam tubuh Laskar Rakyat terutama yang kemudian bertugas di Garnizoen Kota. Dari berbagai referensi yang lain1 dapat diketahui bahwa Laskar Rakyat merupakan badan perjuangan lokal namun sangat berhasil dalam memobilisasi anggotanya di mana tiap pegawai wajib ikut serta dan keberadaannya dapat dijumpai di setiap kampung/desa yang oleh karenanya, menurut Farabi Fakih (2017: 23), menjadikan Yogyakarta sebagai kota dengan jaminan keamanan cukup tinggi.

Surabaya merupakan kota yang banyak diulas ketika membicarakan sejarah periode revolusi, diantaranya karena narasi populer tentang perjuangan arek-arek Surabaya pada peristiwa 10 November. Tulisan Safrida Dewi Yudiastuti (1981) berusaha untuk menjawab mengapa di Surabaya pasca-Proklamasi muncul kelompok-kelompok laskar. Dengan menitikberatkan pembahasan pada keterlibatan kelompok laskar dalam pertempuran dan peperangan, kajian ini berargumen bahwa terbentuknya kelompok-kelompok perjuangan di Surabaya berlangsung melalui sejumlah tahapan. Kemunculan kelompok perjuangan diawali dengan adanya common will atau keinginan bersama untuk melawan kekuatan asing di awal kemerdekaan yang kemudian mewujud dalam bentuk gerakan yang bersifat spontan. Sejumlah ketegangan dan insiden selain memperkuat gerakan juga sebagai pencetus bagi munculnya kelompok yang lebih rapi.

Penulis

Abdul Gafur - Dosen Tetap pada Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIS) Sumbawa. Lahir di desa Wora, kecamatan Wera, Kabupaten Bima-NTB, 03 Maret 1993. Anak pertama Pasangan Bapak Hurman dan Ibu Asiah Almh. Penulis menempuh pendidikan SD-SMP di kampung halamannya. Kemudian 2011 melanjutkan ke Jenjang SMA, di Madrasah Aliyah 2 Kota Bima. 2016 meraih gelar Sarjana di Universitas Islam Negeri Mataram. Kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan S2 di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMSIDA) lulus 2019 dengan IPK memuaskan. Saat ini sedang menempuh Pendidikan Doktoral (S3) di UIN Malang.

Saat menyelesaikan Program S1 di Mataram, penulis aktif dalam organisasi intra dan ekstra Kampus, di intra kampus aktif di kepengurusan badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Tarbiyah 2014. dan kembali aktif pada kepengurusan BEM UIN Mataram bidang Staff ahli luar kampus 2016. Kemudian di organisasi Ekstra Kampus pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Fakultas Tarbiyah UIN Mataram 2013, menjadi Master Of Training Perkaderan HMI Cabang Mataram, dan Juga aktif di kepengurusan Korps Mubaligh Muhammadiyah (KMM) Kabupaten Sidoarjo bidang Jurnalistik. Saat ini sudah menerbitkan lebih dari enam buku.

Daftar Isi

Cover
Halaman Judul
Halaman Hak Cipta
Kata Pengantar
Sambutan Ketua Departemen Sejarah
Daftar Isi
1. Heiho: Dari Pasukan Pembantu Tentara Jepang sampai Pejuang Kemerdekaan
     Situasi dan Kondisi Sosial Ekonomi dan Politik Yogyakarta
     Pembentukan Heiho
     Perekrutan, Struktur Kepangkatan, dan Pendidikan Heiho
     Heiho Pasca Kemerdekaan
     Kesimpulan
     Daftar Pustaka
2. Laskar Wanita Indonesia (Laswi) pada Masa Perang Kemerdekaan Yogyakarta, 1945-1949
     Peristiwa Pendorong Terbentuknya Laswi
     Keanggotaan Laswi, Struktur Organisasi, dan Bentuk Kerja Sama
     Wujud Perjuangan Laswi
     Perjuangan Laswi selama Pendudukan Belanda
     Munculnya Wanita Pembantu Perjuangan (WAPP)
     Perjuangan Laswi sebagai Dampak dari Hasil Persetujuan Renville
     Purnabakti Laswi
     Kesimpulan
     Daftar Pustaka
3. Peranan Laskar Rakyat di Yogyakarta pada Masa Perang Kemerdekaan, 1945-1948
     Terbentuknya Laskar Rakyat
     Perkembangan Laskar Rakyat
     Aktivitas Laskar Rakyat
     Kesimpulan
     Daftar Pustaka
     Lampiran
4. Kelaskaran di Surabaya pada Awal Revolusi, 1945-1947
     Kondisi dan Ketegangan Menjelang Adanya Gerakan
     Sebab Meletusnya Gerakan
     Perebutan Senjata Melawan Jepang
     Kelaskaran sebagai Organisasi Militer Non-Resmi
     Kesimpulan
     Daftar Pustaka
5. Hizbullah dan Perjuangan Pesantren Tebuireng di Jombang pada Masa Revolusi Fisik, 1945-1949
     Pesantren Tebuireng Jombang Menjelang Masa Revolusi Fisik
     Perjuangan Pesantren Tebuireng Sejak di bawah Belanda dan Jepang
     Menjelang Revolusi Fisik
     Perjuangan pada Masa Revolusi Fisik
     Kesimpulan
     Daftar Pustaka
6. Laskar Hizbullah di Kota Surakarta, 1945-1949
     Proses Terbentuknya Hizbullah
     Kedatangan Jepang di Surakarta
     Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Surakarta pada Masa Pendudukan Jepang
     Pemuda Surakarta dalam Organisasi Bentukan Jepang
     Latar Belakang Lahirnya Laskar Hizbullah
     Hizbullah Surakarta dan Pelatihan di Cibarusah
     Setelah Kemerdekaan
     Hubungan dan Kerja Sama dengan GLPS
     Aktivitas pada Awal Kemerdekaan
     Perlawanan terhadap Belanda di Semarang
     Peningkatan Laskar Hizbullah Menjadi TNI
     Penumpasan Pemberontakan PKI di Surakarta
     Aktivitas Laskar Hizbullah Menghadapi Clash II
     Kesimpulan
     Daftar Pustaka
7. Dari Laskar Sampai TNI: Dinamika Kelaskaran di Klaten, 1945-1947
     Klaten Menjelang Gerakan Perebutan Senjata Melawan Jepang
     Peran Pemimpin Lokal dan Sebab Timbulnya Gerakan
     Perebutan Senjata Melawan Jepang
     Lahirnya Kelaskaran sebagai Kekuatan Bersenjata
     Kelaskaran di Klaten
     Kelahiran Tentara Reguler
     Konsepsi Tentara Reguler Model Komunis
     Aksi Daulat dan Lahirnya Gaboengan Lasjkar Pertahanan Soerakarta
     Lahirnya Persatuan Badan Kelaskaran Klaten (PBKK)
     Kesulitan Ekonomi dalam PBKK
     Kesimpulan
     Daftar Isi
8. Peranan Pasukan Hantu Maut pada Clash II di Kota Yogyakarta
     Sejarah Pendirian Pasukan Hantu Maut
     Kemunculan Pasukan Gerilya
     Latar Belakang Berdirinya Pasukan Hantu Maut
     Tempat Gerilya
     Aktivitas Pasukan Hantu Maut Pada Masa Clash II
     Kesimpulan
     Daftar Pustaka
Indeks
Tentang Editor