Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Rasanya pernyataan Azyumardi Azra ini keras juga. Dia menyatakan, dari gelagat, apa yang dikatakan Presiden Jokowi, sering berlawanan dengan apa yang dia lakukan.

Tapi, mau bagaimana lagi. Dalam kenyataan sehari-hari, hal semacam itu memang sering terjadi. Itu pula yang membuatnya meminta masyarakat tetap waspada mengantisipasi sikap Jokowi tentang usulan penundaan Pemilu 2014 yang disampaikan sejumlah elit politik.

Cendekiawan itu tak keliru. Dia pun memberi contoh. Jokowi menyatakan komitmen memperkuat KPK, tapi dia menyetujui revisi UU KPK yang banyak ditolak masyarakat luas. Jokowi berkomitmen melindungi buruh, tapi UU Cipta Kerja membuat buruh dalam posisi yang lemah.

Kalau kita jejerkan sejak Jokowi meninggalkan Solo, daftar itu bisa jadi lebih panjang. Rasanya tak sulit-sulit amat mengatasi macet dan banjir Jakarta, tapi dia tinggalkan Jakarta sebelum tugasnya selesai.

Tak mau ngomong copras-capres, dia maju juga jadi capres. Terpilih pula.

Alam terkembang jadi guru, begitu pepatah di kampung Azyumardi Azra. Alam itu memang kerap menghadirkan pernyataan Jokowi yang kerap tak sesuai dengan tindakan pada akhirnya. Itu pula kiranya yang membuat kelompok mahasiswa mengkritiknya dengan ucapan lips service itu.

Jokowi, sejauh ini, memang sudah menolak kemungkinan jadi presiden tiga periode. Dia malah menyebut pihak-pihak yang mengajukan itu sebagai cari muka. Tapi, alam itu terkembang demikian luasnya, dan pada beberapa kesempatan menunjukkan bedanya sikap dan pernyataan itu.

Padahal, dalam hal kepemimpinan, satunya kata dan tindakan adalah hal yang vital. Jika seorang pemimpin tak seperti itu, bagaimana mungkin mengharapkan hal serupa dari masyarakatnya? Satunya kata dan perbuatan, akan membuat pemimpin selalu punya kesadaran untuk mengukur diri. Jika dia hanya bisa melakukan A, maka dia takkan menjanjikan B. Makin beragam janjinya, makin besar pula peluang tak terpenuhi.

Itulah yang terjadi saat ini. Tak sedikit janji-janji yang tak terpenuhi hingga saat ini. Bisa saja kegagalan itu dipoles sana-sini, tapi suatu ketika sejarah akan mencatat hal itu dengan kejujuran yang tinggi. Menyampaikan kebenaran sebagai kebenaran yang hakiki.

Juga tentang wacana penundaan Pemilu 2024 itu. Sejarah, di kemudian hari, akan mencatat secara jujur, siapa sesungguhnya yang bermain dalam isu ini. Apakah hanya para elite partai politik itu, atau benar ada keinginan dari lingkar kekuasaan, seperti yang dilaporkan sejumlah media itu.

Maret 2022