Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

HUKUM yang lemah adalah hukum yang tak memberikan kepastian terhadap warganya. Itulah yang sering terjadi di negeri ini. Adityawarman Thaha pergi dalam status hukum yang seperti menggantung itu. Dia meninggal dunia dalam status yang diketahui publik –setidaknya karena belum ada rilis resmi selain itu—sebagai tersangka kasus makar.

Purnawirawan TNI dengan pangkat terakhir brigadir jenderal itu meninggal dunia pada Rabu (12/6) malam. Setelah pensiun dari TNI, dia beralih jadi politisi. Bang Adit –begitu SBY, adik angkatannya kerap menyapa—meninggal dalam usia 74 tahun.

Semasa tentara, Adit tidak sering membuat berita. Dia jadi bahan berita justru setelah pensiun. Puncaknya ketika namanya ditetapkan polisi sebagai tersangka kasus dugaan makar menjelang aksi demo ummat pada 2016 lalu. Dia dan delapan orang lain, termasuk Kivlan Zen, Rachmawati Soekarnoputri, Sri Bintang Pamungkas, berstatus tersangka.

Kini, tiga tahun sudah berlalu, polisi tidak pernah membeberkan perubahan status Adit. Terakhir, pada 2017 lalu, polisi menyebutkan kasusnya hampir rampung. Tapi dua tahun sudah jalan, status Adit dan kawan-kawan masih mengambang.

Logika publik, karena kasus makar adalah adalah persoalan istimewa, maka penanganannya pun harus istimewa. Salah satunya, harus cepat dan cermat. Tapi, itu yang tak didapatkan publik dari penyidik. Lamanya penanganan kasus yang nyaris tak menemui ujung membuat publik berhak bertanya-tanya, ada apa sebenarnya dengan kasus ini.

Bagi keluarga Adit, cucu seorang ulama besar di Mingangkabau, kejelasan status itu menjadi penting. Terutama karena Adit sudah pergi untuk selamanya. Adit, yang sedikit banyaknya juga berjasa untuk negeri ini, hendak dicatat sebagai apa? Pejuang melalui TNI, pelaku makar, atau –malah ini yang kuat di benak publik-- korban politik? Jika pikiran publik ini yang kemudian menjadi kenyataan, maka alangkah amburadulnya hukum kita. Dia yang dalam pelaksanaannya tak boleh campur aduk dengan kepentingan politik kelompok tertentu, malah dimanfaatkan untuk itu.

Karena itu, kita mendesak polisi untuk tidak hanya menjelaskan status Adit, melainkan juga tersangka-tersangka makar lainnya, termasuk Rachmawati, Sri Bintang Pamungkas, dan nama-nama lainnya.

Juni 2019