Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Mahkamah Konstitusi akan memutuskan sengketa PHPU Pemilihan Presiden 2019 pada Kamis (27/6). Setelah ini, apapun keputusan MK, wajib diterima dengan lapang dada.

Siapakah yang akan memenangkan gugatan sengketa Pilpres di MK? Publik hanya bisa menebak-nebak. Hakim konstitusi pun belum tahu keputusan apa yang akan diambil. Sebab, musyawarah di antara mereka akan tuntas sehari sebelum keputusan dibacakan.

Banyak skenario keputusannya. Memenangkan 01 atau 02. Memenangkan salah satu pihak secara utuh atau ada dissenting opinion. Itu hal yang lumrah dalam sengketa pesta demokrasi.

Apapun keputusan MK, maka jalan terbaik bagi masyarakat republik ini adalah menerima dengan lapang dada. Tak ada jalur konstitusional lain jika MK sudah memutuskan satu perkara. Keputusan MK adalah final dan mengikat.

Kita mengajak masyarakat untuk menerima keputusan apapun dari MK dengan sikap yang baik. Tak perlu pengerahan massa, apalagi jika kemudian memunculkan aksi-aksi yang saling berhadapan.

Kita patut angkat topi kepada kubu pemohon, dalam hal ini Calon Presiden Prabowo Subianto, yang meminta pendukungnya untuk tidak melakukan aksi di MK. Prabowo pun, setidaknya begitu yang disampaikan orang-orang di sekelilingnya, akan menerima keputusan itu dengan ikhlas.

Persoalan Pilpres 2019 kita anggap sudah selesai begitu hakim konstitusi membacakan keputusannya. Apa yang tersisa adalah pelajaran-pelajaran berharga yang bisa kita petik, terutama pada penyelenggaraan pesta demokrasi berikutnya.

Bahwa penyelenggaraan Pilpres 2019 memiliki banyak kelemahan, rasanya sudah tak terbantahkan lagi. Ada kelalaian, ada pelanggaran, dan bahkan ada korban nyawa ratusan orang, adalah sesuatu yang rasa-rasanya tak terbantahkan.

Harus ada perbaikan-perbaikan, baik pada sistem, termasuk juga aturan-aturannya. Misalnya, perlu dipikirkan bagaimana menjadikan pilpres dengan yang sebetul-betulnya fair, tidak menguntungkan salah satu pihak, termasuk petahana. Soal cuti kandidat, lamanya kampanye yang melelahkan, hingga aturan yang secara lebih tegas, rinci, dan jelas, soal keterlibatan aparatur negara. Tidak mungkin seperti sekarang yang sebagiannya samar-samar. (*)

Juni 2019