Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Beda dengan publik nasional, masyarakat internasional yang memberi perhatian terhadap Indonesia, ternyata menyorot tajam pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya pada kisaran 5%. Kegagalan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menunaikan janji meningkatkan pertumbuhan 7% menjadi concern mereka.

Kita pun mahfum dengan kritikan publik luar, termasuk medianya. Setidaknya ada dua hal yang jadi penyebab. Pertama, tentu saja, Jokowi dinilai gagal memenuhi janji kampanyenya lima tahun lalu. Kedua, karena pertumbuhan ekonomi adalah sentra dari kinerja sektor ekonomi yang berakibat pada subsektor dan kehidupan lainnya.

Jika publik domestik sebagian bersikap apologis, menganggap kegagalan itu normal-normal saja, tidak demikian dengan media barat. Mereka menjadikan kegagalan tersebut sebagai salah satu hal yang bisa mengganjal keinginan Jokowi menjadi presiden untuk periode kedua kalinya.

Kita paham, mereka tak bisa menerima pertumbuhan ekonomi hanya 5% karena perang dagang China-Amerika Serikat, atau faktor eksternal, bahkan juga internal. Sebab, ini pun kita bisa paham, jika Jokowi-JK berjanji meningkatkan pertumbuhan 7% pada kampanye lima tahun lalu, tentulah keduanya paham dengan tantangan dan rintangan yang bakal dihadapi. Jika tidak, itu berarti hanya janji angin surga.

Kadang-kadang, publik tidak realistis, apalagi kritis melihat persoalan-persoalan. Seolah-olah janji kampanye yang sedemikian banyaknya, jika gagal, bisa diterima karena banyak ragam penyebabnya. Padahal, ketika berjanji, seharusnya kandidat pemimpin sudah memperhitungkannya secara matang. Bukan sekadar melontarkan janji tanpa melakukan perhitungan.

Kegagalan pemerintah saat ini, terutama pada sektor ekonomi. Itu sebabnya, kehidupan masyarakat tidak juga membaik. Pemerintah boleh saja mengeluarkan data, tapi masyarakat yang merasakan kehidupan makin berat, harga-harga kebutuhan meningkat, utang makin meningkat, defisit neraca perdagangan kian dalam. Tidak bisa dinilai ini sebagai sesuatu yang normal-normal saja.

Pemerintah bisa menutup mata sebagian orang, tapi sulit menutup hati masyarakat. Masyarakat, setidaknya dalam kehidupan faktualnya, merasakan selama lima tahun ini, sulit melihat perkembangan ekonomi yang membahagiakan.

April 2019