Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Jika ada partai politik yang nasibnya begitu miris menjelang Pemilu 2019 ini, maka itu adalah Partai Golkar. Dia jadi parpol yang kadernya terbanyak sedang menghadapi masalah hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama PDI Perjuangan.

Bowo Sidik Pangarso adalah nama teranyar yang mengenakan rompi kuning. Sebelumnya ada Markus Nari dalam kasus KTP-elektronik, Idrus Marham dan Eni Saragih di kasus suap pembangkit listrik, dan jangan lupa pula Setya Novanto yang meski sudah jadi terpidana masih bolak-balik diperiksa KPK.

Bowo Sidik terjerat kasus suap distribusi pupuk yang dia gunakan untuk menyiapkan 400 ribu amplop serangan fajar Pemilu 2019. Bowo bisa saja sendirian, tapi dia sudah menyeret-nyeret koleganya, petinggi DPP Partai Golkar Nusron Wahid. Pengacaranya pun menyebutkan ada menteri yang “mengisi” amplop-amplop itu. Apakah menteri dari Golkar juga? Belum jelas.

Satu yang pasti adalah peristiwa ini potensial menggerogoti elektablitas Partai Golkar. Sedikit banyaknya pun bisa menggerogoti calon presiden usungan Golkar, Jokowi-Maruf Amin, terutama di kalangan undecided voters dan swing voters.

Kita melihat langkah cepat seperti yang dilakukan Ketua DPD Partai Golkar Jabar Dedi Mulyadi memerintahkan caleg Jabar tak bermain serangan fajar, tidak akan banyak membantu. Sebab, kesan terhadap politisi Golkar sudah tergerus dengan peristiwa-peristiwa semacam itu.

Apa yang terjadi pada Bowo Sidik, Setya Novanto, Idrus Marham, memberi makna kepada publik bahwa politik pencitraan itu adalah ibarat rongga kosong yang cepat hancur. Dia tak dibangun dengan niat yang sungguh-sungguh oleh sebagian anggotanya.

Dia dibangun kembali dari Golkar menjadi Partai Golkar untuk mengikuti semangat reformasi. Tapi itu tak terwujud pada sejumlah politisinya.

Itulah sebabnya, dalam kontestasi pemilihan, tidaklah baik memilih hanya berdasarkan pencitraan. Sebab, sesuatu yang seolah-olah, bukanlah sebuah kekukuhan yang bisa mendekatkan kita pada realitas. Seperti Golkar yang kini dilanda “ketidakpastian” itu.

April 2019