Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

BAHKAN memandang seorang Ustaz Abdul Somad pun, sebagian kita, melihatnya dari kepentingan personal. Jika pernyataannya cocok dengan selera politik kita, dia menjadi ustaz kita. Kalau tidak, dia bukan guru kita.

Itu sebabnya, saat dia tak menyatakan terang-terangan mendukung pasangan A, maka pendukung B bersorak. Begitupun ketika dia mendukung A, maka pendukung B akan menyudutkan, bahkan tak sedikit yang “mencaci”.

Padahal, jika saja dia punya nafsu politik, sudah disambarnya kesempatan menjadi calon wakil presiden pada kontestasi Pilpres ini. Apalagi, oleh Ijtimak Ulama, namanya dijadikan salah satu pilihan dan tak ada pihak-pihak yang menolak kecuali UAS sendiri.

UAS pun dalam berbagai kesempatan tausiahnya, mencoba menjauh dari sinyal-sinyal politik. Tapi, ketika dia tak bisa lagi menahan nurani –harap dibedakan dengan nafsu-- politiknya, tak perlu pula dia dipersalahkan. Dia punya sikap dan memiliki hak pula untuk menentukan.

Dukungan yang dia berikan terhadap Prabowo, dalam sebuah acara televisi, Kamis (11/4), tak bisa dipandang sebagai upaya politik meski efeknya tentu ada pada politik kontestasi. Tetapi, itu peristiwa yang mengalir begitu saja. Politik mengalir karena keyakinan, tak ada yang bisa menyalahkannya.

Bagi Prabowo, dukungan UAS, meski di saat-saat terakhir, tentu akan memberikan efek elektoral. Tapi ini efek yang terjadi naluriah, tak bisa direbut paksa, tak bisa pula ditolak. Sebab, bahkan untuk menjadi pendampingnya pun Prabowo tak bisa memaksakan UAS.

UAS, sebagaimana juga pihak manapun, memiliki hak untuk menunjukkan sikap politiknya. Bahwa kemudian ada efek-efek negatif pernyataannya, dia tentu sudah paham. Dan dia sepertinya takkan terpengaruh. Sebab, pernyataannya pun bukan untuk kepentingan pribadinya.

Dukungannya terhadap Prabowo bisa dibaca sebagai dukungan dari lubuk hati yang dalam. Sebab, dalam perbincangan itu, dia pun menyatakan tak ingin matanya tertipu oleh Prabowo. Dia mencari tahu dari banyak ulama dan menemukan Prabowo sebagai harapannya.

Kita anggap ini sebagai hal yang biasa saja. Sebab, dukungan ini bukan atas nama lembaga, bukan atas nama organisasi. Ini dukungan personal yang bisa dilakukan siapapun terhadap siapapun. Jadi, tidak patut menghakimi UAS karena sikap politiknya meski UAS sendiri takkan terpengaruh jika sikap politiknya dihakimi secara serampangan oleh pihak lain. Sebab, sikap itu datang dari nuraninya sendiri, tanpa pretensi personal apa-apa pula.

April 2019