Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

SOAL sepak bola, bolehlah banyak pihak yang tak begitu suka dengan Edy Rahmayadi. Tapi, soal sikap politiknya, kita patut angkat topi. Semestinya, para kepala daerah belajar banyak dari Gubernur Sumatera Utara itu.

Begitu dilantik jadi gubernur, dia merasakan dirinya sebagai milik seluruh warga Sumatera Utara. Utuh. Total. Bukan lagi milik Gerindra, PKS, PAN, atau Hanura yang mengusungnya. Terlebih, dia bukan politisi partai politik.

Maka, ketika menjelang Pilpres 2019, dia menyatakan abstain. Alasannya sungguh menarik, dalam maknanya. “Rakyat saya ini ada nomor satu, ada nomor dua. Saya mengayomi semuanya,” katanya.

Banyak kepala daerah yang tak seperti itu. Baik kepala daerah politisi parpol maupun nonparpol. Bahkan, sampai ada yang malah membangkang garis parpol, mendukung pasangan yang bukan diusung parpolnya. Alangkah tak baiknya langkah seperti itu.

Yang patut kita garis bawahi dari pernyataan Edy adalah soal netralitas kepala daerah. Itu penting karena itulah adab pemimpin. Dia berdiri di atas semua golongan. Dia tak boleh membelah-belah warganya. Ketika Edy dilantik jadi gubernur, dia adalah gubernur seluruh warga Sumatera Utara, bukan hanya warga yang memilihnya, bukan hanya parpol pengusungnya.

Tak banyak pemimpin yang arif dengan hak politik seperti itu. Selain Edy, Anies Baswedan mungkin salah satu yang lain. Tak memihat terang-terangan meski misalnya dia diusung Gerindra, PKS, dan PAN ke kursi Gubernur DKI Jakarta.

Kepala daerah itu dituntut sempurna, termasuk dalam menunjukkan sikap politiknya. Dia punya hak politik, tapi sepatutnya tak ikut-ikutan mempengaruhi rakyatnya untuk mengikuti sikap politiknya. Jika itu dilakukan, potensial membelah warganya.

Potensi lainnya adalah dipermalukan. Tengoklah misalnya bagaimana posisi politik sejumlah bupati/walikota di Sumatera Barat kini yang melawan partainya dan mendukung salah satu capres dan ternyata kalah telak.

Atau, seperti apa yang dialami Dahlan Hasan Nasution, Bupati Mandailing Natal, anak buah Edy. Dia kini mengajukan pengunduran diri sebagai bupati karena merasa malu tak bisa memenangkan capres yang terang-terangan dia dukung. Alih-alih menang, capresnya malah kalah telak.

Namanya kepala daerah, pejabat politik tertinggi di daerah, semestinya arif dan bijaksana. Jika tidak, ya siap-siap saja dengan potensi dipermalukan publik.

April 2019